Mohon tunggu...
Martino
Martino Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Freelance Writer

Gemar Menulis, Penimba Ilmu, Pelaku Proses, Penikmat Hasil

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Insiden Tolikara: Ketika Media Sosial Meredam Bara

14 September 2016   23:58 Diperbarui: 15 September 2016   02:26 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Lantas kemudian apakah berbagai reaksi di media sosial tersebut memberikan dampak bagi upaya memulihkan kembali kerukunan beragama yang sempat terkoyak? Faktanya mediasosial berhasil melakukan dorongan untuk rekonsiliasi. Ujaran yang dikumandangkan lewat jejaring sosial nyatanya mampu mengajak mayoritas umat muslim untuk menyikapi insiden tolikara dengan hati tenang dan sikap yang benar. Mengajak masyarakat bertindak jernih serta tidak mudah terprovokasi yang berujung pada aksi-aksi destruktif. Gelombang media sosial tersebut juga perlahan membentuk kesadaran dan persepsi bahwa penebaran kebencian dan dendam tidak akan membuat kondisi lebih baik, namun justru akan menimbulkan resiko kekerasan yang berkelanjutan. 

          Bentuk keprihatinan atas apa yang terjadi di Tolikara serta simpati dan dukungan bagi para korban yang lahir dari media sosial pada akhirnya berbuah aksi nyata yang dapat dirasakan bagi umat muslim di Tolikara. Lewat kolaborasi media sosial dan sebuah situs penggalangan dana Kitabisa.com, tercipta sebuah inisiasi program penggalangan dana untuk membangun kembali masjid yang terbakar dalam insiden Tolikara. Inisiasi ini pertama kali digagas oleh Pandji Pragiwaksono, penggiat media sosial yang peduli terhadap isu keragamaan dan keindonesiaan. Target awal penggalangan dana yang ingin dikumpulkan melalui kitabisa.com yang dikampanyekan melalui media sosial yaitu Rp.200.000.000,- dalam 30 hari. Berkat pergerakan secara masif di media sosial ternyata hanya dalam waktu 3hari pengumpulan dana telah melebihi target yaitu mencapai Rp. 308.983.642,-. Dana inilah yang selanjutnya secara keseluruhan langsung ditujukan pada Bulan abit Merah Indonesia (BSMI) cabang Jayawijaya Papua untuk dikelola untuk pembangunan masjid. Pada 25 September 2015, hasil penggalangan dana tersebut telah berhasil membangun sebuah masjid yang diberi nama Chaerul Ummah.

          Melalui aksi ini, seluruh masyarakat Indonesia tanpa membedakan ras, suku dan agama, diajak untuk tidak hanya tinggal diam dan berhenti pada ujaran di media sosial. Tetapi didorong untuk mewujudkan simpati dan keprihatinan atas apa yang terjadi melalui aksi turun tangan penggalangan dana untuk membangun kembali sarana dan prasarana ibadah yang terbakar. Sekali lagi pemanfaatan media sosial menunjukan perannya dalam upaya merekonsiliasi kondisi kehidupan bagi para korban. Program penggalangan dana ini lahir sebagai bentuk kesadaran bahwa memaki dan saling menyalahkan tidak akan menyelesaikan permasalahan di Tolikara. Sebab para umat muslim di Tolikara lebih membutukan aksi nyata, salah satunya lewat pembangunan masjid. Lewat cara inilah masyarakat Indonesia dapat menunjukan semangat perdamaian melalui kebijakan dalam bersikap dan bertindak. 

          Dari beragam reaksi yang muncul di media sosial atas terjadinya insiden Tolikara, dapat ditarik benang merah dorongan masyarakat untuk terciptanya kembali perdamaian dan kerukunan beragama. Pertama, pentingnya memilah dan memilih informasi secara benar agar tidak terjebak terhadap pemahaman yang salah. Kedua, menahan diri dan bersikap jernih untuk menghindari penghakiman dan tidak terprovokasi pada hal-hal destruktif. Ketiga, pengungkapan secara tuntas kasus intoleransi beragama serta menghukum para pelaku secara berkeadilan. Keempat, melakukan rekonsiliasi dan pemulihan korban. Kelima,menanamkan kesadaran bahwa pembalasan dendam dengan resiko kekerasan hanya akan menambah panjang konflik berlatarbelakang intoleransi agama. 

            Media sosial merupakan sarana potensial yang layak digunakan guna merawat kerukunan beragama dan rekonsiliasi konflik. Lewat beragam keunggulannya, penggunaan media sosial sangat efektif untuk membangun upaya konstruktif menjaga keutuhan sekaligus menolak segala upaya pemecah belah. Pemanfaatannya menciptakan peluang pencegahan terhadap tindakan provokasi yang dapat berujung pada efek domino perilaku destruktif. Ia adalah peluang bagi kita guna merapatkan barisan, tanggap dan waspada terhadap segala usaha pemecah belah bangsa yang menyemai konflik antaragama. 

***

Twit : goo.gl/F7SO0V

FB : goo.gl/W7HU1D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun