Mohon tunggu...
Martino
Martino Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Freelance Writer

Gemar Menulis, Penimba Ilmu, Pelaku Proses, Penikmat Hasil

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengiring Langkah Kecil Menjemput Impian Besar

31 Juli 2016   23:38 Diperbarui: 1 Agustus 2016   00:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Keseriusan ajakan mengantar anak di hari pertama sekolah diwujudkan dengan pemberian dispensasi bagi para orang tua yang berstatus PNS untuk dapat hadir kekantor setelah selesai mengantarkan sang anak. Himbauan kepada pihak swasta juga dilakukan untuk memberikan dispensasi terkait hari pertama sekolah. Namun tidak sedikit yang pandangan negatif tertuju pada kampanye ini. Ditengah masyarakat yang semakin apatis, banyak yang menganggap bahwa gerakan mengantar anak sebagai langkah yang tidak memiliki signifikansi bagi perbaikan dunia pendidikan. Beberapa menilai kegiatan tersebut telah menjadi rutinitas bagi masyarakat sehingga tidak perlu mewujud gerakan sedemikian rupa.

Apatisme terhadap gerakan ini muncul karena kegagalan menangkap pesan gerakan mengantar anak seutuhnya sekaligus tidak berkaca pada kondisi sekolah kekinian. Dibalik gerakan ini sesungguhnya terdapat upaya pemecahan masalah fundamental yang dapat mempengaruhi keberhasilan pendidikan pada anak.

Saat ini kehadiran peran orang tua untuk memberikan perhatian terhadap kehidupan sekolah anak harus diakui semakin tereduksi oleh kesibukan sehari-hari. Kesibukan orang tua yang akhirnya menghasilkan rutinitas antar jemput tanpa menyelami lebih dalam apa dan bagaimana perilaku, hubungan dan aktifitas anak di sekolah. Pengetahuan ini hanya akan didapati jika para orang tua mau untuk lebih dekat hadir disekolah membangun komunikasi.

Hal ini menjadi penting jika melihat fenomena begitu banyak masalah yang timbul ketika para orang tua tidak lagi awas dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak sekolah. Banyak kasus dimana bibit-bibit kenakalan remaja muncul di usia sekolah dan luput dari pengawasan guru dan orang tua. Beberapa anak berani mangkir dari sekolah, meskipun awalnya diantarkan oleh orang tuanya. Pihak orang tua menganggap bahwa sang anak sudah diantarkan sekolah tiap hari, namun pihak sekolah menyatakan sang anak bermasalah dengan kehadiran.

Atau, perhatikan beberapa kejahatan pada anak seperti penculikan yang dalam beberapa kasus terjadi karena adanya kelengahan dan kesempatan ketika pihak sekolah tidak familiar dengan orang tua atau wali muridnya. Hal-hal semacam ini yang perlu diantisipasi melalui jalinan komunikasi yang baik antara para pendidik kepada orang tua.

Komunikasi antara orang tua, anak dan pihak pendidik juga dibutuhkan guna menghindarkan dari pembenaran dan pembelaan sepihak para orang tua jika sang anak bermasalah. Seringkali orang tua membela sang anak hanya berdasar keterangan sepihak tanpa terlebih dahulu mengkonfirmasi kepada sesama temannya, para guru atau orang tua murid lainnya. Kecenderungan semacam ini yang berpotensi menimbulkan konflik antarmurid, antar orang tua murid atau bahkan antara orang tua dengan para guru. Tentu kita masih ingat bagaimana kasus orang tua murid yang mempidanakan seorang guru hanya karena sang guru memberi hukuman kepada anak yang bermasalah.

Sekolah pada tingkatan Taman Kanak-Kanak, SD, SMP serta SMA memiliki dinamika dan pendekatan komunikasi yang berbeda antara orang tua kepada sang anak dan para guru. Pada tingkatan TK, tantangan orang tua adalah mendampingi sang anak untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian serta membantu sosialisasi dengan sesama orang tua, teman serta guru. Hal ini terkait tumbuh kembang sang anak juga sekaligus keamanan dan kenyamanan anak dalam belajar. Pada tingkat SD, peran orang tua bertambah dengan menciptakan jejaring pengawasan tentang perkembangan perilaku, kebiasaan serta prestasi belajar sang anak. Adapun pada fase SMP, dimana anak-anak memasuki fase “ABG” (Anak Baru Gede), tantangan didikan, pengawasan dan komunikasi intensif antar orang tua dan guru semakin kompleks. Begitupun halnya dengan tingkat SMA, dimana sang anak mulai mendewasa dan ingin melakukan segalanya sendiri atas nama kemandirian.

Semakin tinggi tingkat sekolah, pada dasarnya setiap anak menghadapi kemandirian yang semakin meningkat, namun pada tahap itulah komunikasi dan pengawasan orang tua juga perlu dilakukan semakin tinggi. Oleh sebab itu kehadiran orang tua di hari pertama sekolah menjadi momentum tepat sebagai sarana membangun interaksi para orang tua, anak dan para guru. Ajang mendudukan kesepahaman pola asah, asih, asuh yang perlu diterapkan pada anak ditiap tingkatan pendidikan agar pola didikan selaras antara rumah dan sekolah.

Rekonstruksi Nilai-Nilai

Mengantar anak di hari pertama sekolah merupakan upaya melakukan rekonstruksi nilai nilai. Ditengah kesibukan para orang tua dan tantangan dunia pendidikan anak-anak, kualitas perhatian orang tua yang menjalin dengan para pendidik disekolah harus terus dijaga. Anjuran yang terlihat sederhana namun akan berdampak besar dimasa yang akan datang.

Hal yang perlu diyakini adalah membangun didikan pada anak merupakan investasi jangka panjang, hadir melalui pembiasaan dan penanaman nilai-nilai. Maka perubahan-perubahan seperti hadir dan dekat dengan para pendidik dan sesama orang tua murid sangat diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun