Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki penduduk yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Kondisi ini dapat kita lihat dengan banyaknya lembaga filantropi di Indonesia.Â
Sholikhah et al (2021)  dalam Journal of Islamic Philanthropy and Disaster  Vol 1 No 1 (2021) menyebutkan bahwa "lembaga filantropi merupakan lembaga non profit, atau lembaga yang tidak mencari keuntungan dalam implementasi program-programnya". Untuk meningkatkan kesejahteraan para masyarakat yang membutuhkan, maka lembaga filantropi ini melakukan pengumpulan uang dan barang.Â
Dalam UU Nomor 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) disebutkan bahwa pengumpulan sumbangan adalah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerohanian, kejasmanian, dan kebudayaan. Kegiatan pengumpulan uang atau barang ini biasanya dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan dengan misi kemanusiaan.
Menyikapi kasus tentang dugaan penyelewengan penggunaan anggaran dana di salah satu lembaga filantropi "ACT" mungkin yang membuat kita bertanya apakah lembaga tersebut tidak menerapkan unit khusus untuk pengawasan internal dalam mengontrol segala aktivitas dalam lembaganya.Â
Menindaklanjuti surat pencabutan ijin ACT berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap, pihak ACT mengklaim bahwa mereka tidak tahu aturan batasan penggunaan dana donasi untuk operasional kegiatan (republika.co.id,8 Juli 2022).Â
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 dijelaskan pada pasal 6 ayat 1 bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan. Oleh karena itu, pihak Kemensos meyakini bahwa ketika ACT sudah memegang SK perijinan maka lembaga tersebut tentu tahu tentang aturan batasan penggunaan dana operasional yaitu 10%.Â
Namun, yang menjadi titik lemah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Uang dan Barang adalah masih belum terlalu rinci di dalam PP tersebut mengatur penggunaan anggaran untuk pengaturan tata kelola sumber daya bantuan. Oleh karena itu, aturan secara detail termasuk berapa prosentase "kepatutan" penggunaan anggaran dana lembaga filantropi perlu menjadi bahan kajian untuk pertimbangan oleh pemerintah.
Terlepas dari perdebatan antara Kemensos dan ACT, maka disini penulis ingin melihat bahwa dalam permasalahan internal dari ACT ini yang menjadi titik tumpu adalah pada "controlling".Â
Proses pengawasan (controlling) sangat penting didalam  di dalam setiap organisasi baik ittu organisasi publik maupun organisasi swasta. Controlling adalah proses memantau (monitoring), membandingkan (comparing), dan mengoreksi (correcting) kinerja setiap organisasi (Robbin, 2002)Â
Pengendalian pimpinan dalam sebuah organisasi perlu untuk mengetahui apakah unitnya telah bekerja sesuai dengan rencana dan membandingkan kinerja sebenarnya dengan standar yang ditentukan. Pengendalian yang efektif memastikan kegiatan telah dilakukan dengan cara yang mampu menghasilkan pencapaian tujuan dengan baik.Â
Mengapa proses pengendalian itu penting? Perencanaan didalam organisasi dapat dilakukan, struktur dan desain organisasi dapat dibuat untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang efektif dan efisien, dan sumber daya manusia dalam organisasi dapat dimotivasi melalui kepemimpinan efektif. Tetapi, tidak ada jaminan bahwa kegiatan yang telah berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang ingin diraih dalam organisasi.