Kerja bakti? Ya, kerja bakti. Bagi saya dan mungkin saja bagi anda juga, ketika pertama kali mendengar dua diksi tersebut, bisa saja akan sebisa mungkin menghindar dengan pelbagai alasan.
Dalam kerja bakti, tentu membutuhkan kehadiran. Kehadiran dalam arti sesungguhnya. Tidak diwakilkan dengan materi apapun wabil uang. Lalu kapan terakhir kalinya saya atau anda kerja bakti? Sila kita jawab dalam hati masing-masing saja, jujur dengan diri sendiri.
Dan bukankah, kalau pun kita pernah kerja bakti, (berdasarkan apa yang telah saya alami), tentu dilakukan dalam lingkungan dan atau bersama komunitas yang sama. Yah, saya dan sangat mungkin juga anda, tidak pernah kerja bakti dengan orang tidak dikenal.
Adalah Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM) yang menurut saya pribadi, menjadi bagian dari potret nyata; kita bisa kerja bakti tanpa harus saling kenal dan tanpa harus dipaksa. Dan saya pribadi, begitu nyata mengalami dua hal indah itu sejak pertama kali mendengar akan adanya FGIM.
Festival yang digagas oleh Gerakan Indonesia Mengajar ini digelar 5-6 Oktober. Saya bersama ratusan relawan lainnya, tergerak lalu tergabung dengan sendirinya menjadi relawan peserta maupun menjadi relawan panitia dalam kepanitiaan menyiapkan wahana dalam FGIM yang salah satunya Wahana Kartupedia.
Disela-sela jam kerja dan seusai jam kerja kami masing, kerja bakti itu dimulai. Koordinasi tuk menyiapkan sarana dan prasana. Kalaupun dari kami ada yang saling kenal, itu saya kira hanya sekian persen. Maka jika bisa dikelompokkan, relawan panitia sendiri terdiri dari: teman-teman mantan Pengajar Muda, teman-teman tim Indonesia Mengajar, teman-teman relawan Kelas Inspirasi dan relawan lainnya. Adapun peserta: teman-teman Kelas Inspirasi, per orangan, keluarga, rombongan kampus, dan rombongan perseroan.
Dibayarkah saya dan atau kami relawan panitia? Tidak. Saya maupun teman-teman bahkan mesti tetap membayar tiket masuk untuk ikut serta dalam FGIM sebesar Rp 45 ribu per orang. Yah itu karena kami dan atau kita, kerja bakti.
Indonesia Mengajar menyebutkan sejak pertama kali mengirimkan Pengajar Muda pada tiga tahun lalu, Gerakan Indonesia Mengajar menyaksikan ribuan orang bekerja secara rendah hati ikut membangun negeri. Ada banyak guru, kepala sekolah, pejabat pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tentara perbatasan, dokter daerah perbatasan dan barisan orang lain yang tetap bekerja dengan penuh semangat demi generasi masa depan. Dalam kesederhanaan, mereka mendampingi generasi penerus dengan lagu-lagu belajar yang asik dan alat peraga menarik buatan sendiri.
Untuk menghormati semua bakti dan juga para pejuang yang menjaga Republik tetap berdiri sampai hari ini, Gerakan Indonesia Mengajar mengajak masyarakat untuk hadir dalam festival. "Kita minim punya kesempatan untuk bekerja nyata di tempat-tempat itu bersama mereka karenanya giliran kita melakukan kerja nyata di sini untuk menemani para pejuang pendidikan yang ada di sana. Mari kita bangun jejaring dari sini dan tunjukkan bahwa mereka tidak berjuang sendirian untuk kemajuan anak-anak Indonesia," demikian sebagian kalimat dalam guideline dewan guru (relawan panitia) Kartupedia.
Setelah sekian pekan ditunggu, hari yang dinanti pun tiba. Diawali persiapan akhir pada Jumat (4/9), kami tiba di Ecopark Ancol. Usai jam kerja masing-masing, satu per satu datang ke Ecopark. Dengan tetap menyandang tanggung jawab pada pekerjaan serta keluarga masing-masing, rasanya setiba di Ecopark kami langsung hanya terfokus pada bagaimana bisa mendesain wahana dan mematangkan konsep eksekusinya nanti.
Siapa mengerjakan apa, mengalir begitu saja. Demikian yang saya rasakan setelah sebelumnya, saya sempat bingung menemukan di mana ruang dalam Ecopark untuk acara FGIM? Maklumnya, pada malam itu ada konser musik DJ Tjis Verwest, atau lebih dikenal dengan nama panggung DJ Tiesto. Jadilah kami mendekor dan mematangkan konsep dengan diiringi musik yang saya sebut ajep-ajep secara gratis. Dalam hati maupun saya tuangkan dalam kicauan, saya berharap ada diantara mereka yang menonton konser dan nampak terlihat sebagai orang berduit, pun ada yang berminat tuk hadir dalam FGIM.
Dan ketika dipakai dengan bekerja, waktu rasanya berjalan begitu cepat. Melewati pukul 11 malam, satu per satu teman pulang ke rumah masing-masing hingga tertinggal 6 orang yang kemudian menyusut menjadi 4 orang pada pukul 1 pagi (6/9) dan menjadi 3 orang begitu saya pulang pada pukul 2 lewat (6/9). Yah, dengan pertimbangan beberapa hal, ada tiga teman relawan dewan guru Kartupedia yang bermalam di lokasi.
Dan hari yang dinanti pun tiba. Tanggal 5 Oktober yang bertepatan dengan HUT TNI, hari pertama pelaksanaan kerja bakti FGIM dimulai. Saya sendiri tidak hadir karena ada urusan yang perlu saya kerjakan. Namun dari jauh, melalui dunia kicauan dan juga layar kaca serta berita online, saya tahu bahwa di negeri tercinta kita ini, memang masih banyak orang yang peduli pada sesama wabil terkait pendidikan! Bagaimana tidak, dari laporan juru warta, disebutkan setiap wahana dalam FGIM dipenuhi relawan peserta. Lega sekaligus bersyukur.
Kemudian, hari kedua FGIM pun tiba. Saya bersama teman-teman relawan panitia maupun relawan peserta sejak pagi-pagi benar, menuju Ancol, Jakarta Utara. Yah menyiapkan alat bantu pendidikan untuk diberikan kepada 126 Sekolah Dasar (SD) di Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua. Saya pribadi begitu sampai Ecopark, langsung merinding begitu melihat banyaknya teman-teman relawan peserta yang sudah memenuhi Ecopark.
Hingga kemudian pukul 09.45 pintu masuk di buka sebagai tanda kerja bakti dimulai. Nampak begitu jelas di mata saya, mereka tergerak lalu bergerak begitu saja menuju wahana sesuai yang paling diminati. Tidak terkecuali, wahana Kartupedia.
Saya bersama teman-teman relawan panitia lainnya pun otomatis berkutat melakukan apa yang menjadi tugas kami masing-masing. Sebagai relawan fasilitator, saya dan teman-teman menjelaskan apa dan tujuannya apa wahana kami masing-masing; kotak cakrawala, kartu pedia, kemas-kemas sains, teater dongeng, kepingpedia, video profesi, melodi ceria, sains berdendang, surat semangat, dan aula sekolah. Kartupedia sendiri merupakan wahana yang mengajak relawan peserta untuk membuat 'kartu pintar' yang terdiri dari; penemuan, flora fauna, pahlawan nasional, luar angkasa, dan keliling dunia.
Mengapa kita perlu membuat Kartupedia maupun alat-alat peraga pendidikan lainnya? Bagi kita yang berada di kota besar terlebih Jakarta, menurut saya, seperti apapun keadaan ekonomi, akan tetap lebih mudah mendapatkan akses jika ingin tahu tentang sesuatu misalnya siapa penemu listrik atau, ada di mana serta yang merancang Monas? Tinggal tanya kepada mbah google dan atau pergi ke toko buku atau perpustakaan, kita bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan tadi. Tapi bagaimana dengan siswa-siswa SD yang berada di daerah terpencil dengan keterbatasan buku tersedia serta listrik bahkan sarana untuk bertanya pada mbah google. Melihat pelbagai keterbatasan itulah, kartupedia mencoba menjadi 'jembatan' bagi mereka.
"Teman-teman sudah ada yang pernah ke Aceh..Teman-teman sudah ada yang pernah ke Majene Sulawesi Barat..Teman-teman sudah ada yang pernah ke Bima..," demikian bagian kata-kata awal saya kepada teman-teman relawan peserta kartupedia sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai apa dan tujuan kartupedia. "Setidaknya, melalui tulisan kita ini kita bisa berada di Aceh jadi mari menulis sebaik dan semenarik mungkin," ucap saya disela-sela melihat relawan peserta menulis.
Dalam FGIM, jangan bicara soal gender, jangan bicara soal suku, jangan bicara soal agama, atau jangan bicara warna kulit. Karena kami masing-masing, tergerak lalu bergerak sendiri. Bersama-sama kami menyanyikan Indonesia Raya dalam upacara yang sudah sekian tahun lalu dilewati bagi teman-teman yang sudah berusia lanjut. Upacara, yah dua kali dalam satu hari saat pembukaan acara maupun penutupan FGIM.
Terima kasih teman-teman relawan panitia maupun relawan peserta, dengan atau tidak secara langsung kalian telah memberi sekaligus mengajari saya. Maka, perkenankan melalui tulisan ini, saya mengucapkan terima kasih banyak karena kalian telah menjadi bagian yang memberi contoh nyata bahwa; kasih itu indah. Terima kasih juga perseroan yang sudah turut serta berpartisipasi menyukseskan FGIM diantaranya: PGN, BNI, PPP, Mandiri, PLN, Ancol, JNE, Indika Energy, Indosat, dan Kompas Gramedia.
Saya pun sadar, tulisan ini hanya menggambarkan sedikit saja tentang betapa indahnya kebersamaan yang tertuang secara nyata dalam FGIM. Tulisan ini dibuat dalam kondisi badan yang masih cukup lemas pasca jatuh dari motor saat dalam perjalanan dari Ancol menuju Kemanggisan, tadi malam. Namun demikian, mari tetap semangat dalam berbagi dan menjadikan kita semua, jadi lebih baik.
"Berhenti mengeluh tidaklah cukup. Berkata-kata indah dengan penuh semangat juga tidak akan pernah cukup. Lakukan aksi nyata. Sekarang," FGIM.
Salam kasih dari Kemanggisan.
Jakarta, 7 Oktober 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H