Pias ombak menampar
Pedih mata tak ia hiraukan
Dengan tangguh melawan badai
Meski gemetar sudah tubuhnya
arwana sudah dianggapnya rumah
Kramakala sudah dianggapnya ayah
Arina sudah dianggapnya ibuk
Getih mantrus mengalir dalam nadinya
Gejolak kagum yang berujung asmara
Yah, asmaranya untuk rumahnya
Dicintainya dengan hebat
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!