Mohon tunggu...
Martin PurnamaPutra
Martin PurnamaPutra Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Belajar dari mana saja, siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hampir Menjilat Ludah Sendiri

26 Desember 2020   11:11 Diperbarui: 26 Desember 2020   11:15 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akun Facebookku sekarang sepi. Jarang ada interaksi antar teman. Mungkin ini efek akibat Pilpres 2019 lalu yang menyisakan permusuhan antar pendukung akar rumput, termasuk permusuhan antar teman dan saudara. 

Hal itu mungkin menyebabkan kebanyakan teman merasa lelah hingga akhirnya membiarkan akun Facebooknya terbengkalai. 

Sebagian dari teman-temanku pada akhirnya beralih ke Instagram. Aku pun demikian. Instagram dianggap lebih 'aman' dan jauh dari hiruk pikuk dunia politik.

Akun Instagramku yang sebelumnya sepi, kini mulai ramai dengan postingan foto-foto travelingku serta foto polah tingkah anak-anak balitaku. 

Aktivitas follow memfollow pun mulai ramai. Dari akun pribadi maupun institusi. Dari teman yang dikenal hingga yang asing. Dari orang biasa sampai artis dan selebgram. 

Sebagai 'newbie' di dunia Instagram saat itu, aku sempat pernah merasa tertipu ketika ada akun tak dikenal memfollow akunku. Terpampang wajah gadis muda berwajah cantik dengan nama yang cantik pula di profilnya. Bahkan menggunakan embel-embel gelar dokter. 

Sebagai seorang yang tidak populer, terbersit perasaan bangga ketika difollow oleh seorang gadis cantik. Aku pun balik memfollow akunnya yang diprivate itu.

Tak berapa lama, akun 'dokter cantik' itu mengirimiku DM. Pesan pribadi. Isinya ternyata suatu hal yang sangat mengejutkan dan tak pernah terpikir sebelumnya.

Rupanya akun itu adalah akun dokter gadungan, dengan nama gadungan, dan foto gadungan pula. Sebab pesan yang dikirim kepadaku berisi penawaran obat kuat! Ya, pemilik akun tersebut adalah pedagang obat kuat, ramuan penumbuh rambut, dan juga minyak pembesar payudara. 

Aku jadi merasa seperti orang bodoh saat itu. Sebenarnya agak malu menceritakan ini, tapi tak mengapa, Indonesia butuh ketawa.

Konyolnya lagi, aku sempat mengalami hal seperti ini 3 kali! Dengan akun dan nama yang berbeda, namun profilnya sama-sama diprivate serta menggunakan foto gadis muda yang cantik.

Tak ingin tertipu lagi, akhirnya aku menyadarkan diri sendiri bahwa tak mungkin ada akun asli gadis cantik yang memfollow duluan akun seorang pria setengah tua yang tidak populer ini.

Mereka tak perlu repot-repot memfollow duluan karena dengan modal kecantikannya sudah pasti akan banyak akun-akun pria yang menjadi followernya. Kecuali jika aku sudah sekaya dan sepopuler Hotman Paris. Lain cerita...

Dunia Instagram ternyata memang tak seaman yang kubayangkan. Pernah suatu ketika aku berkomentar untuk menanyakan sesuatu di akun Instagram resmi milik sebuah bank pemerintah.

Tak berapa lama muncul DM dari akun yang mengatasnamakan bank tersebut. Dia menyapa dan menanyakan keperluanku, lalu menanyakan beberapa hal untuk memverifikasi data.

Dia minta aku menyebutkan nama lengkap, nomor rekening, serta tempat tanggal lahir. Karena itu hal yang biasa ditanyakan oleh bank untuk verifikasi data, maka kujawab saja.

Aku mulai curiga saat dia menanyakan nomor kartu ATM. Ada yang tidak beres, pikirku. Lalu aku cek akun resmi bank tersebut. Ternyata meski menggunakan logo yang sama, namun ada centang biru di akun resminya. Sementara yang mengirimiku pesan, tidak ada centang biru. Menyadari indikasi penipuan, langsung saja kublokir akun abal-abal itu.

Sejak aktif di Instagram, aku sering dimention dan ditag oleh beberapa teman. Dimention dan ditag bukan karena ada diriku difotonya, namun karena temanku itu sedang mengikuti giveaway. Dan syarat untuk mengikuti giveaway tersebut adalah harus memention atau mentag sekian akun teman.

Aku tak mempermasalahkan akunku dimention atau ditag. Hanya saja aku merasa heran, kok sampai sebegitunya ingin mendapatkan hadiah. Misalnya harus mentag 5 orang teman demi hadiah yang tidak seberapa, hanya pulsa atau saldo Gopay sebesar  50-100 ribu.

Dan saingannya pun banyak. Ribuan! karena syaratnya sangat mudah. Tak perlu menggunakan kekreatifan untuk mengikutinya karena pemenang dipilih secara acak. Konyol sekali, begitu pikirku saat itu. Segala macam giveaway bagiku adalah 'bukan gue banget."

Untungnya aku tak sampai mengucapkan statement atau menuliskan status tentang itu. Hanya kusimpan di hati saja! Sebab, jika sampai kuucapkan, maka aku akan seperti menjilat air ludah sendiri. Kenapa? 

Beberapa waktu yang lalu, ada kawan yang mentag akunku. Dia sedang mengikuti kontes giveaway dengan cara memberi ucapan selamat ulang tahun kepada sebuah layanan travel online. Dia menulis ucapan dengan kreatif, disertai pantun, dan dihias berbagai ornamen.

Aku merasa penasaran dengan kontes tersebut. Ternyata hadiah utamanya lumayan, voucher menginap di hotel sebesar 1,5 juta. Boleh juga nih, pikirku. Kebetulan aku juga suka membuat pantun dan senang berkreasi. 

Maka, di sela-sela Work From Home, aku berkreasi membuat pantun dan menuliskannya di story Instagramku. Tak lupa menghiasinya agar tampak menarik. Dan satu lagi syaratnya, mentag dan memention beberapa orang teman. 

Di situlah aku merasa sedikit malu dan seperti merasa hampir menjilat air ludah sendiri. Aku yang sempat berpikir bahwa mengikuti segala macam giveaway sebagai suatu kekonyolan, hal yang bukan gue banget, kini justru melakukannya. Sebenarnya aku malu menceritakan ini, tapi tak mengapa, Indonesia butuh ketawa. 

Untungnya rasa malu itu tak sia-sia karena aku memenangkan hadiah utama, voucher menginap di hotel sebesar 1,5 juta! 

Dan semenjak itu, aku jadi keranjingan mengikuti giveaway atau kontes. Dan tentu saja, rajin mentag dan memention akun teman. Namun aku tetap memilih dan memilah giveaway yang akan kuikuti. Hanya giveaway yang berhadiah lumayan dan menguji kreativitas lah yang kuikuti.

Dan untuk giveaway yang tidak sesuai kriteriaku, sekarang aku tak lagi menilai itu sebagai sebuah kekonyolan. Sebab setelah kupikir lebih mendalam, di dunia ini tidak semua orang memiliki kemampuan untuk berkreasi. Tidak semua orang pandai menulis dan menyusun pantun! Maka, giveaway yang memilih acak pemenangnya adalah untuk mengakomodir mereka. Dan itu adalah hal yang positif.

Inilah refleksiku di akhir tahun 2020 dan hikmah yang kudapat karena aktif di Instagram. Pertama, jangan menilai orang dari foto profilnya. Kedua, penipuan bisa terjadi dimana saja. Ketiga, jangan mudah menghakimi atau menilai negatif sesuatu.

Sebenarnya aku malu menceritakan ini, tapi tak mengapa, karena Indonesia butuh ketawa.

Bagi yang mau berteman denganku di Instagram bisa follow akunku @martin_purnama, pasti kufollow back! Lalu mari kita saling mentag dan memention...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun