Mohon tunggu...
Maria Theressa
Maria Theressa Mohon Tunggu... Guru - Seorang praktisi pendidikan yang senang belajar, menulis, dan dikritisi. Karena segala pujian hanya milik Sang Pencipta semata. Akun twitter : @hommel_edu

Seorang praktisi pendidikan yang senang belajar, menulis, dan dikritisi. Karena segala pujian hanya milik Sang Pencipta semata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia X : Menangani Krisis Identitas Bangsa di Era Digital

10 Januari 2016   17:11 Diperbarui: 22 Januari 2016   09:37 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa Tiongkok terkenal akan kepiawaiannya dalam berdagang.  Bangsa Korea Selatan sukses membawa budaya K-Pop sampai ke seluruh dunia.  Bangsa Amerika sampai kini masih menjadi trendsetter dalam dunia film, melalui perfilman Hollywood-nya.  Pada dasarnya, semua bangsa memiliki keunikannya masing-masing.  Keunikan itulah yang otomatis menjadi sebuah identitas yang dikenal oleh bangsa-bangsa yang lain.  Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan yang menyertai, identitas unik sebuah bangsa kerap diingat, dan bahkan mungkin dirindukan oleh bangsa-bangsa yang lain.

Kata "identitas" menurut KBBI adalah ciri-ciri, keadaan khusus seseorang, atau jati diri.  Bicara soal jati diri atau identitas,  tak lepas dari karakter seseorang.  Itulah sebabnya, masa ABG kerap disebut sebagai masa pencarian jati diri.  Karakter yang dibangun melalui pendidikan dalam keluarga dan sekolah, otomatis akan membentuk jati diri si ABG kelak.  Apabila kita tilik dalam sekup yang lebih besar, identitas suatu bangsa terbentuk melalui karakter masyarakatnya.  Lalu pertanyaannya, bagaimana karakter masyarakat Indonesia pada umumnya?  Identitas seperti apa yang terpatri dalam benak penduduk bangsa lain mengenai bangsa Indonesia?

Bertolak dari berbagai peristiwa yang menghiasi aneka media belakangan ini, baik online maupun offline .  Sebut saja kasus "Papa Minta Saham", kasus "Mama Minta Pulsa", peristiwa "Taman Bunga Amaryllis Yogya", dan peristiwa "Pembobolan Bagasi Penumpang Pesawat".  Apakah peristiwa-peristiwa ini mencerminkan karakter masyarakat Indonesia pada umumnya? 

Coba bandingkan dengan beberapa peristiwa lain.  Sebut saja, berita "Pianis Indonesia Masuk Nominasi Grammy Award", atau "Tiga Aktor Indonesia berlaga di film produksi Hollywood (Star Wars)". 

Jadi bagaimana? 

Seperti apa identitas bangsa Indonesia yang bisa kita gambarkan berdasarkan peristiwa-peristiwa tadi?  

Tak bisa dipungkiri, prosentase peristiwa yang membanggakan masih kalah jumlahnya jika dibandingkan dengan peristiwa yang "kurang" membanggakan.  Jika ingin menunjukkan identitas yang positif, maka karakter perlu diasah terlebih dahulu.

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah-sekolah Indonesia hingga kini masih diwarnai dengan berbagai pro dan kontra.  Mulai dari tata pelaksanaannya hingga cara mengevaluasinya.  Pada tahun 2011, Prof. Winarno Surakhmad, seorang pemerhati pendidikan menyampaikan, "Karakter bangsa kita ini sangat disukai oleh penjajah, sifat nerimo, sangat penurut, sangat penyabar, ramah tamah sehingga terkesan aman untuk dijajah,". Menurutnya, perlu dilakukan redefinisi terhadap pemahaman karakter bangsa Indonesia.  Ia juga menambahkan, "Bagaimanapun bunyi dan bentuk (pendidikan karakter), yang paling penting untuk Indonesia saat ini adalah karakter bangsa yang menghidupkan harapan yang realistik untuk sebuah masa depan yang manusiawi." 

Menurut Dr Lickona, penulis buku "Educating For Character", pada dasarnya hasil akhir yang diharapkan dari sebuah pendidikan karakter yaitu, masyarakat mampu untuk membedakan mana yang benar, memiliki kepedulian tentang hal yang benar, melakukan hal-hal yang mereka percaya sebagai suatu kebenaran meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dari segala arah.

Di era digital seperti saat ini, aneka serbuan budaya bangsa lain dengan mudah masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia.  Aneka budaya baru yang tak di"saring" dengan baik berpotensi melunturkan kebanggaan berbangsa Indonesia.  Hal ini disebabkan oleh sifat alamiah manusia yang kerap membanding-bandingkan aneka hal baru dengan hal-hal yang telah diketahui sebelumnya.  Tanpa proses edukasi yang benar, berbagai budaya asing berpotensi menggeser nilai dan budaya bangsa sendiri. 

Nilai-nilai luhur yang diturunkan oleh para Founding Father  kita (bisa jadi) kelihatan usang dan ketinggalan zaman.  Nilai dan budaya nasional yang semakin tergeser, lambat-laun mengaburkan identitas masyarakat Indonesia itu sendiri.  Parahnya lagi, jika dibiarkan berkepanjangan, rasa kebanggaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia pun perlahan-lahan terkikis.  Perlu arahan dari sosok bernama "Guru" untuk meluruskan hal ini melalui proses edukasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun