Mohon tunggu...
Maria Theressa
Maria Theressa Mohon Tunggu... Guru - Seorang praktisi pendidikan yang senang belajar, menulis, dan dikritisi. Karena segala pujian hanya milik Sang Pencipta semata. Akun twitter : @hommel_edu

Seorang praktisi pendidikan yang senang belajar, menulis, dan dikritisi. Karena segala pujian hanya milik Sang Pencipta semata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru Tidak Boleh Bersenang-senang?

27 November 2015   13:40 Diperbarui: 27 November 2015   14:36 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pernah mengikuti salah satu seminar yang salah satu pembicaranya adalah Dr. Eka Julianto Wahjoepramono - seorang dokter ahli bedah saraf yang disegani di Indonesia.  Saya cukup terkesan dengan pembawaannya yang semangat saat membicarakan profesinya.  Tercermin dari kata-katanya, beliau sangat menikmati profesinya.

"Setiap saya harus pergi bekerja, saya tidak merasa terbebani.  Justru saya semangat, karena setiap kali saya berangkat kerja, saya merasa saya akan berangkat ke 'Playground'  saya.  Semakin sulit kasus penyakit pasien yang saya tangani, saya justru semakin merasa tertantang untuk 'bisa menyelesaikan permainan' itu."

Kata-kata Dr. Eka cukup lama terngiang-ngiang di telinga saya.  Saya belum mengerti benar maknanya saat itu - karena saya masih duduk di bangku perkuliahan - namun entah kenapa, kata-kata tersebut membuat saya bersemangat dan perlahan-lahan meresap hingga ke alam bawah sadar saya.  Saat saya akhirnya harus menjalani profesi saya sendiri, yaitu sebagai seorang pendidik - kata-kata itu masih terngiang-ngiang.

Terjun menjadi seorang guru profesional tentu jauh berbeda kondisinya dengan menjadi dokter profesional seperti Dr. Eka.  Saya tidak menghadapi wajah-wajah kesakitan atau bahkan wajah keputusasaan para pasien dan keluarganya.  Sebagai seorang guru, saya juga tidak berhadapan dengan 'kasus-kasus' yang menyangkut hidup-matinya seseorang. 

Justru yang saya temui setiap hari  yaitu wajah-wajah mungil nan polos dan serta para remaja yang kerap berganti-ganti 'ekspresi'.  Di balik kecerian dan tingkah laku mereka, tersembunyi hasrat untuk senantiasa dimengerti oleh kami, gurunya.  Kadang kala, sebagai seorang guru, kami dianggap sebagai orang dewasa yang mampu membaca pikiran mereka, tanpa perlu mereka utarakan.  'Hidup-mati'nya masa depan anak-anak dan para remaja inilah yang menjadi 'kasus' saya setiap hari.

Ada dua buah tantangan yang lazim jadi 'makanan sehari-hari' .  Pertama, kegiatan men'transfer' ilmu pengetahuan dan nilai-nilai hidup untuk para murid.  Lalu kedua, kegiatan berkomunikasi.  Kenyataan yang lazim ditemui, ada beberapa murid tertentu yang mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan isi hati dan mengemukakan buah pikiran mereka.  Maklum, mereka masih dalam tahap tumbuh-kembang.  Saat-saat seperti inilah seorang guru dituntut untuk memahami kondisi unik yang sedang dirasakan oleh para murid.  Jika seorang guru gagal memahami kondisi sulit ini, maka proses 'transfer' ilmu pengetahuan dan nilai-nilai hidup akan terancam gagal.

Tahap perkembangan anak (baik secara fisik maupun psikis) memang ada ilmunya.  Secara umum, tahap perkembangan otak anak juga bisa dipelajari.  Namun pada kenyataannya, dalam setiap kelas terdapat kumpulan anak yang memiliki berbagai macam sifat dan latar belakang.  Jika dalam satu kelas terdiri dari 20 orang murid, itu artinya di dalam kelas tersebut terdapat 20 anak yang masing-masing memiliki kepribadian unik, serta cara belajar yang unik pula.  Jika seorang guru tidak memiliki kemauan untuk memahami keunikan para muridnya, bisa dipastikan maka akan terjadi 'gap' saat proses men'transfer' ilmu pengetahuan dan nilai-nilai hidup berlangsung. 

Beberapa murid tertentu cenderung akan merasa tertekan karena ia merasa selalu gagal memenuhi ekspektasi gurunya, sementara ia heran ketika melihat murid-murid yang lain bisa melaluinya tanpa hambatan yang berarti.  Padahal alasan dibalik kegagalannya yaitu, bisa jadi karena si guru menjalankan metode atau pendekatan pengajaran yang kurang selaras dengan keunikan si murid.  Jika hanya mengandalkan teori perkembangan anak secara umum, layakkah kita (sebagai seorang guru) mengganggap semua anak dalam satu kelas sedang berada dalam tahap yang PERSIS SAMA?

Apakah seorang murid yang gagal di dalam kelas mampu menganalisis kegagalannya dan mengaitkannya dengan proses KBM yang terjadi dalam kelasnya?  Saya pikir tidak.  Kebanyakan murid justru malah semakin tenggelam dalam perasaan rendah diri karena dicap 'gagal' di antara teman-teman sekelasnya yang lain.   Efek domino pun terjadi, si murid cenderung menganggap proses belajar merupakan proses yang menyiksa karena membuatnya tertekan.  Ia merasa tidak nyaman berada di kelas.  Jam berangkat sekolah merupakan jam yang paling berat, sebaliknya jam pulang sekolah merupakan saat yang paling dinanti.

Alasan itulah yang memotivasi saya untuk terus belajar, belajar dan belajar.  Keunikan seorang anak dalam belajar merupakan tantangan tersendiri buat saya.  Ada berbagai macam metode mengajar, model pembelajaran, pendekatan pembelajaran serta strategi pembelajaran yang bisa diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi setiap kelas.  Kemajemukan para murid dalam suatu kelas menjadi pemicu saya untuk belajar mengenal mereka secara holistik.  Inilah cara saya bersenang-senang sebagai seorang guru!

Momen-momen ketika saya berhasil mendisain suatu metode pembelajaran yang efektif buat kelas saya, SAYA SENANG! 

Momen ketika saya menyaksikan senyum kepuasan para murid ketika mereka akhirnya bisa menyelesaikan tugas yang diberikan, SAYA SENANG!

Momen ketika saya mendengar murid-murid mengemukakan keantusiasan mereka menanti topik pelajaran saya selanjutnya, SAYA SENANG! 

Momen ketika saya menyaksikan murid saya terbengong-bengong tak percaya ketika mereka berhasil melewati standar yang tadinya kelihatan mustahil untuk mereka lewati, SAYA SENANG!

Momen ketika saya punya waktu lowong saat jam sekolah, SAYA SENANG! Itu artinya saya punya waktu ekstra untuk mencari ide guna menciptakan KBM yang menarik sekaligus menantang para murid. 

Momen ketika saya bisa menyelesaikan seluruh pekerjaan saya tepat waktu, SAYA SENANG! Itu artinya saya tidak perlu mengorbankan waktu pribadi saya untuk menyelesaikan tugas profesional saya.  Saya justru bisa lebih efektif memberikan kontribusi lain bagi orang-orang di sekeliling saya yang mencintai dan dicintai oleh saya.  SAYA SENANG!

Saya bersenang-senang di tengah-tengah 'arena bermain' sebagai seorang guru profesional.  Saya memang tidak akan pernah menjadi guru sempurna, namun saya ingin terus 'bermain' dan merasa bahagia dengan segala pencapaian yang berhasil diraih oleh para murid saya dan juga diri saya sendiri sebagai seorang individu di tengah-tengah masyarakat.  Saya akan terus belajar, menantang diri saya sendiri serta berinvestasi untuk masa depan bangsa yang lebih baik.  SAYA SENANG MELAKUKANNYA!

Kata-kata Dr. Eka semakin terngiang-ngiang di telinga saya.  Saya sangat menikmati 'arena bermain' ini.  SAYA BERSENANG-SENANG!  Pantas saja Confusius pernah berkata, "Choose a job you love, and you will never have to work a day in your life."

 

CATATAN TEPI:

Saya terinspirasi membuat tulisan ini setelah menonton tayangan Mata Najwa "Belajar dari Ki Hajar Dewantara" (Kamis, 26 November 2015).  Saat Pak Anies Baswedan menyatakan bahwa tugas administratif guru akan dikurangi karena pemerintah ingin memberikan ruang kreatif bagi guru-guru, langsung disambut riuh oleh seluruh penonton di studio.  Lalu Pak Anies Baswedan menambahkan bahwa tujuannya yaitu supaya guru mampu merancang pembelajaran yang menyenangkan, bukannya 'bersenang-senang'.  Mungkin, yang dimaksud oleh Pak Anies adalah 'berleha-leha" ya?  Kalau itu saya setuju :)  Tapi, kalau guru-guru tidak boleh bersenang-senang, wah kasihan dong! Hehehe.  Akhir kata, saya tetap  mendukung Pak Anies Baswedan untuk terus maju guna mendidik para generasi bangsa ini.  Maju terus Pendidikan Indonesia!

SUMBER GAMBAR:

  1. KUTIPAN JEAN PIAGET, https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjCpJz576_JAhUFco4KHS4dDO0QjB0IBg&url=https%3A%2F%2Fwww.pinterest.com%2Fbrainpowerboy%2Fplay-and-learning-quotes%2F&psig=AFQjCNEAMcAlvegX90TNA-NXsRQ92WRdDg&ust=1448688539642778
  2. FOTO MURID TERTEKAN, https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiy68ii8K_JAhUDVI4KHc2KC5QQjB0IBg&url=http%3A%2F%2Fwww.globeslcc.com%2F2015%2F04%2F29%2Fde-stress-fest-finals-week-college%2F&psig=AFQjCNHtEijTzcnoY_T0-J08QFMJxQlUyg&ust=1448688744105506   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun