Mohon tunggu...
Andreas MartinusHarmin
Andreas MartinusHarmin Mohon Tunggu... Freelancer - Marten Harmin Blog

Manners Maketh Man

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

America First: Kemenangan Trump dan Resiko Perang Dunia III

6 November 2024   21:39 Diperbarui: 7 November 2024   13:31 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan presiden Amerika Serikat yang berlangsung pada 5 November 2024 telah menghasilkan hasil yang signifikan, dengan Donald Trump dari Partai Republik unggul atas Kamala Harris dari Partai Demokrat. Laporan yang ditampilkan pada halaman U.S General Election 2024 secara jelas Trump unggul dengan perolehan suara elektoral mencapai 295, melampaui ambang batas 270 suara yang diperlukan untuk memenangkan kursi kepresidenan. Dengan hasil ini, Donald Trump akan diinagurasi menjadi Presiden ke-47 Amerika Serikat pada tanggal 20 Januari 2025.

Kemenangan ini tidak hanya mencerminkan preferensi pemilih domestik, tetapi juga menandakan potensi perubahan dalam kebijakan luar negeri AS yang memicu kekhawatiran akan potensi konflik global, terutama di Timur Tengah.

Hasil Pemilu AS

Dalam drama politik yang menggemparkan Amerika Serikat, dan bahkan dunia, Donald Trump telah meraih kemenangan yang mengejutkan dalam Pemilihan Presiden 2024 di negeri Paman Sam tersebut. Dengan perolehan 50,9% suara pemilih, Trump berhasil mengalahkan Kamala Harris yang hanya meraih 47,6% suara. Kemenangan ini ditandai dengan keberhasilannya merebut kembali negara-negara bagian kunci seperti Florida, Georgia, dan Pennsylvania - benteng-benteng yang sebelumnya menjadi basis suara Joe Biden pada tahun 2020.

Sementara Harris masih bertahan di wilayah-wilayah tradisional Demokrat seperti California dan New York, gelombang merah Trump berhasil menyapu sebagian besar peta elektoral. Associated Press (AP) bahkan telah mengumumkan kemenangan Trump, ucapan selamat juga sudah disampaikan Kamala Harris dalam pidatonya (7/11/2024) di Harvard University . Dalam pidatonya di depan 1.500 pendukungnya yang berlangsung selama 14 menit tersebut Harris mengakui kekalahannya. Ia menambahkan bahwa meski kalah dalam pemilu kali ini, ia akan terus memperjuangkan isu-isu yang dibawakannya selama kampanya.

 

Kemenangan Trump ini bukan hanya tentang angka-angka, tetapi juga tentang pergeseran dramatis dalam lanskap politik Amerika. Trump, dengan gaya retorikanya yang kontroversial namun efektif, berhasil meyakinkan jutaan pemilih bahwa visinya untuk "Make America Great Again" masih relevan dan dibutuhkan.

Kebijakan "America First" dan Implikasinya

Kebijakan luar negeri Trump yang dikenal dengan istilah "America First" menekankan isolasionisme dan proteksionisme dan berfokus pada pengurangan keterlibatan AS dalam urusan internasional dan lebih menekankan pada kepentingan nasional. Pendekatan ini berpotensi membawa dampak signifikan bagi situasi di Timur Tengah:

  1. Isolasionisme dan Ketegangan Regional:
    Isolasionisme diprediksi akan mengubah dinamika kekuatan di Timur Tengah secara signifikan.Dengan mengurangi keterlibatan diplomatik dan militer di kawasan tersebut, "America First" dapat memberikan keleluasaan dan memperkuat kekuatan regional seperti Iran dan Turki untuk bertindak lebih agresif untuk melebarkan pengaruh mereka yang mengarah pada peningkatan ketegangan dalam konflik, terutama di Suriah dan Irak (Ostovar, 2024). Data menunjukkan bahwa sejak penarikan sebagian pasukan AS, serangan oleh proksi Iran di Irak meningkat hingga 40%, menunjukkan dampak langsung dari pengurangan keterlibatan AS terhadap stabilitas regional. Hal ini menciptakan potensi untuk eskalasi lebih lanjut, menimbulkan kekhawatiran akan pergeseran keseimbangan kekuatan dan dampak jangka panjang terhadap perdamaian di Timur Tengah.

  1. Iran dan Kesepakatan Nuklir
    Penarikan Presiden Donald Trump dari kesepakatan nuklir Iran (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) pada tahun 2018 menciptakan lompatan signifikan dalam ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran. Langkah ini memungkinkan Trump untuk lebih memperkuat sanksi ekonomi terhadap Teheran, yang dipandang berpotensi memicu reaksi militer dari Iran. Tindakan tersebut tidak hanya menambah ketidakstabilan kawasan, tetapi juga berisiko memicu konflik bersenjata yang lebih luas, mengingat besarnya pengaruh Iran di berbagai kelompok militan dan jaringan pro Iran di Timur Tengah. Menurut laporan Institut Studi Perang, Institute for the Study of War (2021), ketegangan ini bisa memperburuk keamanan kawasan serta mempengaruhi jalur perdagangan internasional yang strategis.

  1. Dukungan terhadap Israel
    Kebijakan pro-Israel yang digagas oleh Trump tampaknya akan terus berlanjut, mencakup dukungan untuk ekspansi permukiman di tepi barat Palestina. Ini akan menambah keterpurukan hubungan antara Israel dan Palestina, menciptakan jurang yang semakin dalam di tengah ketegangan yang sudah ada. Selain itu, langkah ini bisa menghambat proses perdamaian yang sudah rapuh, membuat harapan untuk resolusi konflik semakin menjauh. Menurut laporan The New York Times, kebijakan semacam ini dapat menjadikan situasi di wilayah tersebut semakin kompleks dan penuh tantangan.

  2. Pengurangan Keterlibatan Militer
    Keputusan untuk menarik pasukan AS dari Suriah sebelumnya telah menyebabkan kekosongan kekuasaan yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok bersenjata seperti ISIS dan milisi Kurdi. Kemenangan Trump mungkin akan melanjutkan kebijakan ini, berpotensi menciptakan lebih banyak kekacauan di kawasan tersebut.

Reaksi Internasional

Kemenangan Trump juga akan mempengaruhi bagaimana negara-negara lain merespons kebijakan luar negeri AS. Pendekatan isolasionis yang diusung Trump membuat sekutu AS merasa cemas. Mereka mungkin akan mulai mencari cara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada Amerika dalam hal keamanan, mendorong mereka untuk menjalin aliansi baru dan memperkuat hubungan dengan kekuatan lain.

Di sisi lain, negara-negara seperti Rusia dan China melihat peluang emas untuk memperluas pengaruh mereka di Timur Tengah. Dengan AS yang semakin menarik diri, kedua negara ini berusaha untuk mengambil peran sebagai mediator dalam konflik regional, termasuk isu Israel-Palestina. Rusia, misalnya, telah aktif menjalin hubungan dengan faksi-faksi Palestina dan menawarkan diri sebagai penengah dalam upaya rekonsiliasi (BBC, 2024). Sementara itu, China berambisi untuk mengukuhkan posisinya dengan menengahi kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi, menunjukkan bahwa mereka siap mengambil peran lebih besar di kawasan yang kaya minyak ini (DW, 2023).

Kondisi ini menunjukkan bahwa dunia sedang bergerak menuju tatanan yang lebih multipolar, di mana kekuatan-kekuatan baru berusaha menggeser dominasi AS. Dalam konteks ini, pertanyaan besar muncul: apakah kebijakan luar negeri Trump akan mempercepat transisi ini atau justru menciptakan ketegangan baru yang dapat memicu konflik lebih lanjut? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Dengan demikian, kemenangan Donald Trump atas Kamala Harris dalam pemilihan presiden 2024 menandai lahirnya kebijakan luar negeri "America First" yang berpotensi membawa dampak besar bagi situasi perang di Timur Tengah bahkan adanya potensi pecahnya perang dunia ketiga. Dengan pendekatan yang lebih isolasionis dan fokus pada kepentingan nasional, kebijakan ini dapat meningkatkan ketegangan regional dan mempersulit proses perdamaian antara Israel dan Palestina serta memperburuk hubungan dengan Iran. Dalam konteks global yang semakin kompleks, tantangan bagi pemerintahan baru adalah menemukan keseimbangan antara menjaga kepentingan nasional AS sambil tetap berkontribusi pada stabilitas internasional.

Meski demikian, Trump dalam pidato kemenangannya, Rabu (6/11/2024), menekankan akan memulihkan Amerika Serikat dari keterpurukan, namun ada penekanan bahwa dirinya menginginkan militer yang kuat dan berkuasa. Selanjutnya, dalam pidato tersebut juga Trump berjanji akan menghentikan perang.

Dengan "Amerika First," Trump menggambarkan bagaimana posisi Amerika setidaknya selama empat tahun ke depan yang lebih berfokus pada pemulihan nasional.  Menarik untuk ditunggu apakah pesan tersirat Trump ini seolah-olah menggambarkan bahwa dengan agresifnya peran Amerika di Timor Tengah dan Ukraina selama ini justru merupakan biang dari segala masalah dan perang yang terjadi di kawasan tersebut (pemulihan nasional Amerika - Janji Trump: I am gonna stop the wars).   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun