Mohon tunggu...
Rachma Salma
Rachma Salma Mohon Tunggu... Security - Stop scrolling, enjoy my articles

Perjuangkan apapun yg kamu cita-citakan. Pelajari apa yg belum kamu pahami. Dan serahkan semua kepada Allah swt dgn berdo'a supaya dimudahkan, mendapat berkah dan hasil yang maksimal, aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filosofi Hanacaraka

31 Juli 2021   00:35 Diperbarui: 31 Juli 2021   01:57 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Legenda Aji Saka

Menurut legenda, aksara Jawa lahir dari cerita pemuda sakti bernama Ajisaka. Ia berasal dari Pulau Majethi (di daerah Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah). Ajisaka memiliki dua teman yang sangat sakti dan setia yaitu Dora dan Sembada.

Pada suatu hari, Ajisaka mengajak Dora pergi mengembara ke Kerajaan Medhankamulan (di sekitar muara Sungai Brantas) untuk bertemu dengan seorang raja yang amat rakus dan suka memakan daging manusia, ia bernama Prabu Dewata Cengkar. Banyak rakyat ketakutan dengan kebiasaan sang raja.

Sedangkan Sembada diperintah untuk tetap tinggal di Pulau Majethi untuk menjaga keris pusaka milik Ajisaka agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Keris ini harus diberikan kepada Ajisaka saat ia telah pulang dari Kerajaan Medhankamulan.

Sesampainya di Kerajaan Medhankamulan, Ajisaka menghadap Prabu Dewata Cengkar untuk meminta sebidang tanah seukuran kain sorban miliknya. Jika permintaan ini dikabulkan, Ajisaka bersedia menjadi santapan sang raja. Prabu Dewata Cengkar setuju, ia segera mengukur tanah menggunakan kain sorban milik Ajisaka.

Namun tak disangka-sangka kain sorban itu terus memanjang hingga Prabu Dewata Cengkar mundur mendekati jurang pantai selatan. Prabu Dewata Cengkar tidak dapat menyelamatkan diri dan terjatuh di jurang tersebut. Sejak saat itu, Ajisaka diangkat menjadi raja di Kerajaan Medhankamulan.

Kemudian Ajisaka teringat dengan keris yang dijaga oleh Sembada di Pulau Majethi. Ia pun mengutus Dora untuk mengambilnya. Akan tetapi Sembada enggan memberikan pusaka tersebut karena mengingat pesan Ajisaka bahwa tidak ada yang boleh menyentuh keris tersebut kecuali Ajisaka.

Akan tetapi Dora tetap bersikukuh karena yang dilakukan itu atas diperintah dari Ajisaka. Sembada tetap tidak mau memberikan keris tersebut. Mereka pun berdebat dan bertengkar. Karena pertengkaran yang hebat itu, Dora dan Sembada akhirnya tewas.

Mendengar kedua temannya tewas, Ajisaka menyesali apa yang telah diperintahkan kepada Dora. Untuk mengenang pengorbanan kedua temannya ini, Ajisaka membuat pantun Hanacaraka yang didalamnya mengandung makna.

Ha Na Ca Ra Ka  = ada sebuah kisah

Da Ta Sa Wa La  = terjadi sebuah pertarungan

Pa Dha Ja Ya Nya  = mereka sama-sama sakti

Ma Ga Ba Tha Nga  = dan akhirnya semuanya mati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun