Mohon tunggu...
Humaniora Artikel Utama

Ampuhnya Belajar dengan Praktik ala SDN Segunung

24 Februari 2016   10:57 Diperbarui: 24 Februari 2016   13:59 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Guru kelas V SDN Segunung Kecamatan Mojokerto, Siti Ikhwaningrum, sedang mendampingi muridnya praktik teknik penyaringan air/marta nurfaidah"][/caption]Belajar tanpa mempraktikkan langsung kadang susah untuk dipahami dengan baik oleh siswa. Pola pembelajaran yang terintegrasi akan membantu siswa untuk memperoleh informasi secara detail. Konsep itu yang diwujudkan di kelas V SDN Segunung, Kecamatan Mojokerto, Selasa (8/12). Mereka mempraktikkan teknik penyaringan air dalam mata pelajaran IPA bersama guru kelas, Siti Ikhwaningrum.

Ningrum, panggilan akrab sang ibu guru, mengajak siswanya menyaring air kotor menjadi bersih memakai beberapa bahan. Memang hasilnya tidak langsung jernih siap dikonsumsi, tetapi melalui praktik ini anak-anak menjadi paham bahwa air yang kotor sebenarnya bisa diolah menjadi air bersih.

Air kotor yang disaring merupakan campuran dari air dan tanah liat atau lempung yang warnanya paling hitam. Sementara itu, saringan terbuat dari botol minuman mineral ukuran besar yang diisi dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh. Bahan itu disusun dari atas hingga bawah dengan urutan kerikil besar (kerakal), ijuk, pasir, kapas, arang, kapas, ijuk, kerikil, dan kapas. Air yang sudah disaring akan keluar melalui tutup botol yang dilubangi kecil. Untuk menghasilkan air yang cukup jernih, air kotor itu harus disaring beberapa kali.

“Enggak terlalu susah praktiknya dan menyenangkan,” kata Miftahul Jannah Fauzi (11), siswi kelas 5 SDN Segunung, Kecamatan Mojokerto. Sebab, dia pernah melihat kakaknya mempraktikkan hal yang sama.

“Saya menjadi paham bagaimana air kotor bisa menjadi bersih,” sahut Muhammad Dimas Wahyu (10), rekan sekelas Jannah. Apalagi praktiknya hari itu berhasil.

Praktik teknik penyaringan air ini merupakan lanjutan pelatihan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) yang diterima Ningrum bersama USAID PRIORITAS dalam Modul 3. “Lanjutan dari pelatihan Modul 2 adalah mengupayakan siswa dapat praktik dan menulis laporan secara terstruktur dan panjang,” papar Ningrum.

Selain itu, mereka juga mempelajari perbedaan air bersih dan kotor melalui gambar. Guru bisa mencari gambar ini di internet dan menempelnya di kertas. Selanjutnya siswa diminta membuat pertanyaan mengenai gambar-gambar itu. Nah, agar pemahaman mereka tidak terbatas pada melihat gambar, digelar praktik itu. Siswa pun bisa melihat perubahan warna dan bau air secara langsung dan mengetahui bagaimana hal itu terjadi. Berikutnya, belajar melalui kegiatan membaca.

Ningrum bersama muridnya pernah pula mempraktikkan perubahan benda karena suatu proses, misalnya lilin yang dibakar hingga meleleh atau es batu yang dibiarkan mencair. “Saya ingin anak-anak belajar tidak dari buku saja. Praktik langsung membuat pengetahuan yang diperoleh semakin melekat di ingatan,” imbuhnya.

Disarankan oleh Mukhsan Hudi, Teacher Training Officer (TTO) Primary School USAID PRIORITAS Jawa Timur, agar digunakan pola belajar terintegrasi di kelas agar informasi yang diperoleh siswa semakin bertambah.

“Sumber informasi tidak dari buku saja, tetapi juga melalui observasi, diskusi dengan kelompok, atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke guru. Tujuannya agar perbendaharaan kata dan wawasan mereka bertambah,” jelas Mukhsan.

Di sisi lain, guru juga akan mampu menerangkan banyak hal kepada muridnya. Cara ini dapat menambah wawasan si guru pula.

Begitu pula dengan membuat laporan, siswa yang terbiasa menulis panjang sebaiknya disediakan kertas satu lembar penuh. Mereka yang biasanya menulis pendek, cukup diberikan separuh bagian, ini untuk mencegah anak cepat bosan.

Ragam kegiatan di kelas V itu dapat dipantau melalui dinding ruangan. Hampir di semua sisi terdapat tempelan hasil karya mereka. Bahkan, di salah satu meja terdapat beberapa wadah berisi kecambah yang tumbuh dari biji kacang hijau.

Salah satu sisi ruangan juga diisi dengan Sudut Pasar, berisi segala jenis kemasan dan wadah produk yang biasa ditemui di toko. “Barang-barang itu biasanya digunakan saat belajar matematika. Ketika membahas tentang harga, maka kami memakai barang itu yang sudah berlabel harga,” tutur Ningrum. Misalnya harga satu sampo berapa, dan bila seseorang membeli lima kemasan, maka dia harus membayar berapa rupiah.

Selain itu, barang-barang tersebut bisa pula digunakan untuk mata pelajaran IPS, yaitu dengan mengenal bermacam-macam produk di pasaran. Sebelah Sudut Pasar terdapat Sudut Baca Kelas, saat istirahat anak-anak yang enggan bermain di luar kelas bisa membaca buku yang tersedia di sana. Pagi hari sebelum kelas dimulai pun mereka rutin membaca buku-buku itu selama 10 menit. (marta nurfaidah) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun