Mohon tunggu...
Marta Siren
Marta Siren Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan

Saya Marta Siren dipanggil Ata. Saya sangat gemar membaca dan juga menulis. Semua ini bermula dari kegemaran saya membaca koran. Kemudian saya tertarik untuk menulis cerita. Ada beberapa karya yang sudah saya buat. Namun, akhir-akhir ini saya tertarik untuk mengangkat sebuah isu di lingkungan saya dengan tetap menerapkan ilmu kejuruan yang sudah saya pelajari. Oleh sebab itu, saya ingin mengembangkan kemampuan menulis saya di kompasiana ini.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pulau Kalimantan Ibu Kota Negara Baru Indonesia: Apakah Ancaman atau Peluang?

13 Maret 2023   23:41 Diperbarui: 13 Maret 2023   23:48 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Marta Siren

Martasiren2492@gmail.com

Universitas Palangka Raya

Daerah Khusus Ibu  Kota Jakarta (DKI Jakarta)  merupakan ibu kota negara Indonesia. Pada awalnya dikenal dengan  nama  Jayakarta tahun 1527. Akibat imperialisme Belanda pada tahun 1619 nama Jayakarta diganti  menjadi Batavia. Di masa ini Belanda bertujuan untuk memonopoli perdagangan terutama hasil bumi berupa rempah – rempah. Setelah Belanda dijatuhkan oleh Jepang nama Batavia pun diubah menjadi Djakarta Tokubetsu Shi tahun 1942. Sejak kemerdekaan Indonesia nama Jakarta melekat hingga saat ini yang dikenal dengan nama Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Demikian penjelasan singkat mengenai sejarah DKI Jakarta namun bukan ini topik utama dalam artikel ini.

Banyak pemberitaan baik artikel, surat kabar, maupun sosial media mengenai pemindahan ibu kota negara serta isu negatif mengenai kota Jakarta. Diketahui bahwa kondisi geografis Jakarta mengalami penurunan. Dimana setiap tahun kondisi tanah mengalami penyusutan sebesar 3 hingga 4 cm setiap tahunnya dan gelombang pasang air juga naik. Hal ini sangat mengkhawatirkan , bahwa kota Jakarta akan tenggelam di tahun 2030 menurut tafsiran para ahli.

Karena berbagai pendapat inilah masyarakat berasumsi alasan pemindahan Ibu Kota Negara untuk menghindari bencana yang akan terjadi. Namun, hal ini di bantah langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Dalam pidato yang di sampaikannya bahwa tujuan pemindahan Ibu Kota Negara adalah untuk pemerataan pembangunan agar tidak terjadinya ketimpangan sosial maupun ekonomi. Seperti yang diketahui bahwa pulau jawa merupakan tempat pusat perekonomian dimana hal ini banyak mengundang masyarakat untuk mengadu nasib di ibu kota menyebabkan populasi penduduk melonjak tinggi.

Namun muncul pertanyaan lain, kenapa pulau kalimantan yang di pilih menjadi Ibu Kota Negara? Berbagai pendapat pun di kemukakan baik dari pejabat negara maupun para ahli ekonomi dan politik. Dari berbagai pendapat dapat di simpulkan bahwa pemilihan pulau kalimantan karena letaknya yang strategis dan berada di tengah- tengah pulau besar Indonesia. Alasan ini tidak dapat diterima begitu saja oleh berbagai kalangan karena tidak ada pendapat yang empiris.  Untuk menguatkan argumen ini dinyatakan bahwa kalimantan merupakan pulau yang aman bebas dari gunung berapi dan gempa bumi. Serta mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Pulau kalimantan masih memiliki banyak lahan untuk pembangunan. Tentu hal ini menjadi tolok ukur dalam keputusan pemindahan ibu kota.

Pulau kalimantan yang terdiri dari lima provinsi ini masing-masing mempunyai kekayaan alam yang melimpah ruah seperti minyak bumi, emas, batu bara serta bahan mineral lainnya. Tidak hanya itu hutan hujan-nya  pun menjadi daya tarik hingga di nobatkan sebagai paru-paru dunia.

Apabila nantinya wacana pemindahan ibu kota berhasil dilaksanakan tentu tatanan  pemerintahan akan berubah. Termasuk didalamnya sistem perekonomian negara. Gejolak politik ekonomi tidak dapat dihindari berbagai kepentingan akan saling mendahului. Berbagai rencana kerja mulai di gaungkan dari program food estate dengan tujuan penyediaan kebutuhan pangan nasional. Food estate menjadi salah satu ujung tombak dalam strategi ketahanan pangan di masa pandemi dan program strategis nasional. Berlanjut dari food estate dan ibu kota negara baru tentu saja ekonomi kalimantan ini merupakan suatu hal yang perlu kita perhatikan karena sebagian besar lumbung pangan atau food estate berada di pulau kalimantan, begitu juga ibu kota negara baru yang nantinya akan berpindah ke pulau kalimantan.

Untuk sebuah kesejahteraan pasti ada pengorbanan, mungkin saja hal ini akan terjadi juga dengan pulau kalimantan. Berbagai perkiraan akan menjadi kenyataan seperti dampak baik dan buruk dari pemindahan ibu kota. Berikut dampak baik dan buruk yang mungkin saja akan terjadi:

Dampak positif:

  • Membantu pemerataan pembangunan seperti infrastruktur jalan dan jembatan.
  • Menambah nilai investasi bagi perekonomian.
  • Mempermudah administrasi.
  • Meningkatkan industri.
  • Memperluas kesempatan kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun