Mohon tunggu...
Marsyidza Alawiya
Marsyidza Alawiya Mohon Tunggu... Jurnalis - Sarjana Kertas

Manusia bodoh yang tak kunjung pintar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Kisah Perempuan yang Terluka

8 Mei 2024   13:00 Diperbarui: 8 Mei 2024   14:12 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku lihat ia semakin cantik, dan kini ia telah bergandengan dengan seorang laki-laki tampan dan kaya. Aku semakin merasa bersalah kepadanya. Lihatlah aku, laki-laki bodoh yang sudah dua tahun terkena penyakit HIV, sudah hampir tiga tahun menjadi pengangguran setelah di PHK dari tempat kerjaku. Aku terkapar tidak berdaya di kamar ini, menangis sambil mengenang wajah manismu. Kau begitu lugu ketika aku mulai merayumu, tapi kau sosok perempuan yang memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa ketika aku mencoba mengajakmu berdiskusi tentang Ilmu pengetahuan, dan kau juga memiliki retorika yang baik. Ah, sangat indah sekali ketika bersamamu.

Tapi, tanpa aku sadari ternyata aku telah membunuh masa depanmu. Waktu itu, aku tidak bisa mengontrol diriku untuk tidur denganmu, aku sungguh tersiksa saat melihat wajahmu yang cantik, bulu matamu yang lentik, dan sungguh bentuk tubuhmu membuatku susah tidur berhari-hari. Maafkan aku Ratih, intelektualku hanya menjadi sampah rongsokan yang membeludak di kepalaku, dan itu tidak mampu membuat diriku bisa menahan diri untuk tidak melukaimu.

Aku lihat kau saat ini menjadi seorang penulis terkenal, aku juga membaca karyamu dan kebanyakan kisah-kisah yang kau tulis itu tentang aku. Kamu tahu Ratih…, aku menangis setiap membaca buku-bukumu.

Ratih, semenjak aku pergi dari kehidupanmu dengan meninggalkan bercak darah di sekitar selakanganmu, berhari-hari aku tidak fokus saat bekerja, aku sering ditegur oleh pimpinanku, kinerjaku dikantor buruk, sampai pada akhirnya aku di PHK dari kantor kerjaku. Aku semakin frustasi Ratih…, Ibu dan Ayahku kecewa karena karirku gagal, Ibu dan Ayah mengusirku dari rumah. Di jalanan aku tidak berdaya, aku selalu dihantui oleh wajahmu yang mungkin disana sedang menangis, atau bahkan kau sedang dicemooh karena sudah tidak perawan lagi. Kamu tahu Ratih, aku semakin frustasi dan memilih jalan gelap untuk menjadi pecandu alkohol dan bermain bersama wanita-wanita di bar dan diskotik.

Ratih, mungkin hidupku sudah tidak akan lama lagi. Penyakit HIV yang kuderita semakin mengrogoti tubuhku. Mungkin besok atau lusa, aku akan menemuimu untuk meminta maaf sebelum aku benar-benar mati.

Marsyidza Alawiya—Alumni Pondok Pesantren Al-Falah Putri, Jember.   Saat ini berstatus sebagai santri dan pengabdi di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo.  Ia bisa disapa di akun Twitter dan Instagramnya @marsyidza02

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun