Langit mendung prihatin, merangkul tubuhku
Dalam kesendirian aku merenung
Kau, bukankah ini pengalaman hebat
Kau, seharusnya tersenyum dan terus bermuhasabah
Dalam diam hatiku serasa dipukul
Namun ada yang merengkuhku, cahaya putih
Kau, Tataplah mataku, reguklah air mataku
Hatimu seharusnya laksana Samudra luas, jangan kau samakan jiwa dengan air segelas
Kau, tataplah mataku, tenggelamlah dalam sinarku
Pahami sinarku, tersenyumlah...!
Aku akan terus menjagamu, dengarlah suaraku...
Aku merasakan angin berdesir di setiap sudut nadiku
Juga di seluruh nuraniku
Suara itu masih sulit kudengar
Gemanya sangat kecil sekali
Aku seperti di Lorong
Lorong itu penuh dengan cahaya putih
Aku mendekati suara itu
Namun semakin ku mendekat, suara itu semakin kecil
Semakin kecil
Semakin kecil
Se-ma-kin ke-ci-l
Dan aku tenggelam dalam suara itu
Ya Allah, ighfirlana
Ya Allah, Syukran katsiran wa khaira jaza'
Wahai Kau, Laa Tansa Iqra'
Menitik air mataku...
Paiton, 26 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H