Mohon tunggu...
Marsyidza Alawiya
Marsyidza Alawiya Mohon Tunggu... Jurnalis - Sarjana Kertas

Manusia bodoh yang tak kunjung pintar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cinta; Rating 1 Peradaban Manusia

10 Januari 2022   09:10 Diperbarui: 10 Januari 2022   09:13 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia Dan Cinta

Manusia dan segala eksistensinya tidak akan pernah bisa berpaling dengan apa yang dinamakan cinta, karena cinta adalah makna hidup. Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga; katanya sang pujangga. Cinta yang dimaksud dengan makna hidup adalah bentuk cinta yang fitrah, cinta yang lahir berdasarkan ketulusan dan murni untuk mencapai tujuan hidup.

Sebelum memahami bahwa cinta adalah makna hidup, maka manusia harus paham makna cinta yang fitrah, dan cara memfitrahkan cinta. Saya pernah bertanya kepada ayah saya perihal ini dan apa respon beliau, “Cinta itu kebutuhan”. Beliau juga menceritakan bahwa; seseorang lahir berawal dari rasa cinta tuhan kepada makhluqnya. Adam diciptakan dari tanah yang sifatnya adalah lentur, lemah dan rendah. Tapi tanah itu bijaksana, bisa ditanami tanaman apa saja, dan dibentuk menjadi apa saja. Kita dan tanah adalah filosofi sederhana. Jika kita itu diciptakan dari tanah supaya kita mengerti bahwasannya kehidupan itu harus fleksibel, dan rendah hati, kita harus bisa memilih dan memilah bibit unggul yang harus kita tanam (bijaksana). Tanah juga bisa dibentuk apa saja, ini juga bisa diartikan sebagai butuhnya manusia terhadap inovasi dalam menjalankan kehidupannya. Dan, ketika manusia itu mengerti bahwa ia manusia (berasal dari tanah), maka ia mulai mengenal cinta. Tukas beliau secara rinci, yang membuat saya manggut-manggut mencoba mencerna dan merenungi.

Cinta memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh cinta.  Ketika cinta dimaknai sebagai kebutuhan, maka maknanya universal; cinta tidak memandang keadaan dan suasana, dan mencintai tidak mengharapkan imbalan. Ketika Plato berbicara tentang cinta (Platonic Love) dia menganggap; bahwa cinta yang paling istimewa adalah cinta yang tidak terikat, cinta yang bebas akan adanya anggapan harus saling memiliki.  “Orang kalo cinta ya cinta saja, ga usah pake alasan-alasan. Kalau cinta masih ada alasan-alasan berarti itu bukan murni cinta”.  Ini saya ngutip dawuhnya Pak dhe F. Faiz yang ta’wilnya begini, ketika orang sudah mengenal bahwa cinta yang sejati adalah cinta tanpa keterikatan, maka orang tersebut tidak akan pernah merasakan apa namanya “sakit hati” yang dia tahu bahwa cinta selalu membuat dirinya merasa bahagia.

Manusia lahir dari cinta, dan harus melahirkan cinta kepada segalanya.  Manusia dituntut untuk memahami seni mencintai dengan merasa ridla dengan segala apapun yang ditakdirkan oleh Allah SWT, Selalu belajar mengerti dan tidak berhenti berbuat baik.

for Pixabay
for Pixabay

Macam-Macam Cinta dan Dosis-Dosisnya

Orang akan menjadi fitrah karena cinta, jika dia sadar bahwa cinta itu fitrah. Sedang cinta yang fitrah adalah cinta yang tahu kadar seberapa besar ia dilarutkan terhadap objeknya.  Objeknya cinta macam-macam. Dan kadarnya juga macam-macam.  Ada yang harus totalitas, ada yang harus biasa-biasa saja, ada juga yang harus dihindari.

Cinta yang kadarnya harus dilarutkan sepenuhnya adalah cinta terhadap Allah SWt. karena ini adalah puncak dari segalanya “Man Ahabba llah, Ahabba Kulli Syai’in”. Orang yang sudah cinta kepada Allah akan mencintai segalanya termasuk apa yang ditakdirkan oleh allah meskipun itu buruk menurut orang-orang. Harus dipahami—ketika manusia sudah cinta kepada Allah karena Allah pun cinta kepada manusia tersebut. Cinta manusia kepada Allah adalah anugerah dari Allah.

Ada juga cinta yang kadarnya harus biasa-biasa saja, seperti rasa cinta kita kepada orang tua kita, cinta terhadap sanak dan kerabat, termasuk cinta kepada impian-impian dan harapan-harapan; kita harus sadar bahwasaanya segala sesuatu yang sifatnya tidak abadi tidak boleh kita mind dan feeling kan sebagai sesuatu yang berarti segala-galanya. “Ketika kau memeluk orang tuamu atau anakmu kau harus ingat bahwa dia hanya manusia,” itu kutipan Quote Marcus Aurelius seorang filsuf stoa yang dapat kita jadikan refleksi bahwasannya rasa cinta kita terhadap keluarga, impian-impian dan harapan-harapan harus tetap kita kembalikan kepada Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun