Mohon tunggu...
Marsyanda Putri F
Marsyanda Putri F Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Prodi Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tips Terapkan Kesetaraan Gender pada Anak

13 Juni 2022   20:15 Diperbarui: 13 Juni 2022   20:57 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gender merupakan perbedaan yang terlihat antara laki-laki dan perempuan apabila terlihat dari nilai dan tingkah laku. Gender itu berasal dari kata “GENUS” yang artinya jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. 

Perlu diketahui, pengertian gender berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan 

feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat yang bersangkutan. Lebih singkatnya, gender dapat diartikan sebagai suatu konstruksi sosial atas seks, menjadi peran dan perilaku sosial. Menurut Ilmu Sosiologi dan Antropologi, Gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula.

Kesetaraan gender (gender equality) merupakan konsep dikembangkan dengan mengacu pada dua instrumen internasional yang mendasar dalam hal ini yakni Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. 

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sama. Dengan merujuk pada Deklarasi ini, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan mencantumkan istilah "hak yang sama untuk laki-laki dan perempuan" dan "kesetaraan hak laki-laki dan perempuan."

Konsep kesetaraan gender merujuk pada kesetaraan penuh laki-laki dan perempuan untuk menikmati rangkaian lengkap hak-hak politik, ekonomi, sipil, sosial dan budaya. Konsep ini juga merujuk pada situasi di mana tidak ada individu yang ditolak aksesnya atas hak-hak tersebut, atau hak-hak tersebut dirampas dari mereka, karena jenis kelamin mereka.

Lelaki di dalam keluarga, baik suami maupun anak, tak perlu lagi merasa tabu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring atau memasak. Sebab ini adalah salah satu cara menerapkan kesetaraan gender di dalam keluarga. Menurut data dari 

The Global Gender Gap Index 2020, yang di release oleh World Economic Forum, kesadaran akan kesetaraan gender di Indonesia masih rendah, salah satunya disebabkan oleh kurangnya edukasi tentang kesetaraan gender di masyarakat sejak usia dini.

Maka dari itu, ketika dewasa, masih ada stereotip yang melekat terhadap gender tertentu, terutama perempuan yang selalu diharapkan untuk bisa memasak dan mengurus dapur, sedangkan laki-laki sering dianggap tabu untuk memasak. Hal ini sejalan dengan komitmen 

PT Heinz ABC Indonesia, melalui Kecap ABC untuk mewujudkan semangat kesetaraan gender di Indonesia. Sejak 2018, Kecap ABC telah meluncurkan berbagai program untuk mendukung laki-laki untuk bisa membantu perempuan dalam keluarga.

Seperti menyediakan wadah online untuk mendukung suami masak, menggelar program Koki Muda Sejati sampai bekerjasama dengan platform belajar online untuk mengajarkan kesetaraan gender kepada generasi muda. "Heinz ABC percaya bahwa penting untuk mendidik 

dan mendorong generasi muda demi memiliki pemahaman tentang kesetaraan gender, yang akan menjadi salah satu modal besar mereka ketika mereka mulai membangun keluarga sendiri di masa depan", ungkap Head of Legal & Corporate Affairs Kraft Heinz Indonesia & PNG Mira Buanawati.

Selain itu kita juga bisa mengajarkan anak sejak dini untuk bisa mengenali kesetaraan gender, hal penting semacam ini juga perlu dibiasakan pada anak bahkan sejak masih kecil. Kamu dapat mencoba mendidik anak dengan beberapa cara berikut ini agar nantinya terbiasa dan saling menghormati terhadap kesetaraan gender. Berikut tipsnya:

  • Memahami bahwa anak laki-laki dan perempuan sama

Pada hal ini yang perlu dipahami oleh orang tua adalah dengan memperlakukan semua anaknya secara sama dan adil. Tidak ada yang dibedakan antara perempuan dan laki-laki, sebab semua anak sama spesialnya.

Memperlakukan anak berbeda-beda hanya akan menimbulkan kecemburuan, apalagi bila orangtua merasa bangga memiliki anak dengan gender tertentu. Oleh sebab itu, pastikan untuk adil dalam memperlakukan anak-anak secara seimbang.

  • Hilangkan kebiasaan ToxicMasculinity pada anak laki-laki

Toxic masculinity adalah salah satu hal yang sudah sangat umum dilakukan banyak orangtua, namun jarang disadari. Istilah toxic masculinity ini merujuk pada prinsip-prinsip keliru yang digunakan dalam mendidik anak laki-laki, seperti tidak boleh menangis, tidak boleh mengeluh, tidak boleh mendukung hak perempuan, hingga dilarang mengerjakan pekerjaan rumah, sebab dianggap sebagai kewajiban perempuan.

Hal semacam ini sangat berkembang di masyarakat dan membuat setiap anak memiliki pemikiran yang keliru mengenai toxic masculinity. Oleh sebab itu, istilah seperti ini patut diputus mata rantainya agar tidak terus terbawa ke generasi selanjutnya.

  • Biarkan dan awasi anak untuk bersama dengan lawan jenisnya

Terkadang banyak orangtua yang terlalu mengekang anak untuk bersosialisasi, bahkan sejak anak kecil. Anak hanya dibolehkan bermain dengan sesama jenis, meskipun di usianya yang masih kecil.

Padahal orangtua tidak boleh bertindak seperti itu sebab akan membuat anak kesulitan dalam bersosialisasi nantinya. Biarkan anak bermain dengan teman-temannya, baik perempuan atau laki-laki. Orangtua hanya perlu mengawasi anak dan menasehati bagaimana cara memperlakukan teman dengan baik berdasarkan gendernya.

  • Membiasakan anak laki-laki dan perempuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah

Salah satu contoh toxic masculinity yang banyak berkembang pada anak laki-laki adalah rasa enggan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Biasanya pekerjaan rumah dianggap sebagai pekerjaan perempuan, sehingga hanya melimpahkannya pada anak perempuan saja.

Sebagai orangtua, kamu dapat membiasakan anak perempuan atau laki-laki untuk terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah. Hal ini dapat dimulai minimal dari kamar tidurnya sendiri atau membereskan mainannya.

  • Tidak membedakan mainan atau warna untuk anak

Untuk anak-anak kecil, perbedaan gender sangat jelas terlihat dari pemilihan mainan atau warna. Biasanya terdapat stigma bahwa perempuan erat dengan warna merah muda, sementara laki-laki dengan warna biru.

Anggapan ini hanya akan membuat anak kesulitan dalam berekspresi dan takut dianggap buruk jika tidak sesuai dengan stigma yang ada. Oleh sebab itu, jangan membatasi anak mengenai mainan atau warna kesukaannya hanya berdasarkan gender.

Membiasakan hal ini sejak anak masih kecil akan membantunya dalam menghormati perbedaan gender, serta mendukung kesetaraan yang ada tanpa tindak diskriminasi. Biasakan sejak anak masih kecil, ya! Supaya saat dewasa anak pun sudah mengerti tentang kesetaraan gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun