Mohon tunggu...
Marsuki MARSUKI
Marsuki MARSUKI Mohon Tunggu... -

Marsuki, lahir di Gowa Sunggu Minasa, Sulsel, Juni 1961. Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Unhas. Pendidikan Magisteral (DEA) dan Program Doktoral (Ph.D) di Universite de Nice Sophia Antipolis, France, konsentrasi keilmuan Analisa Ekonomi Moneter dan Keuangan Domestik-Internasional. \r\nPekerjaan : Dosen tetap pada Fekon dan PPs Unhas dan universitas terkemuka di KTI dan Jakarta. Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI, Periode 2005-2008 dan 2010-2013). Pernah sebagai konsultan manajemen dan keuangan ADB (LEC Sulsel), Ketua STIM Nitro Makassar, serta Widyaswara di sentra pendidikan BRI Makassar. Pemakalah dalam seminar nasional dan internasional. Menulis 17 buku serta penulis di beberapa harian nasional terkemuka. Pernah melakukan kunjungan kerja profesional ke beberapa Bank Sentral : Inggris (BOE), Belanda (DNB), Perancis (BDF); Jepang (BOJ), New Zealand (RBNZ), dan Amerika Serikat (FED New York dan FED Washington DC.).

Selanjutnya

Tutup

Money

Mewaspadai Sumber Gejolak Nilai Tukar Rupiah Yang Mengkhawatirkan

5 September 2015   21:45 Diperbarui: 5 September 2015   21:49 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, jika kondisi ini dibiarkan, kemungkinan besar perekonomian nasional akan mengalami Chaos, sebab berbagai perkembangan indikator ekonomi, makro dan mikro sudah bergerak ke lampu kuning, warning, menuju merah. Sehingga pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, sebaiknya jangan menganggap biasa keadaan yang terjadi, dan segera melakukan kebijakan strategi seperti dijanjikan, terutama di bidang fiskal, moneter, dan kebijakan sektor ekonomi strategis, khususnya bidang industri, perdagangan dan pertanian. Dan yang penting jangan lagi menempuh kebijakan yang sifatnya “PHP”, karena realita kemampuan negara dalam membiayai sangat terbatas, apalagi rakyat kebanyakan sudah mulai tidak percaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun