Mohon tunggu...
Marsuki MARSUKI
Marsuki MARSUKI Mohon Tunggu... -

Marsuki, lahir di Gowa Sunggu Minasa, Sulsel, Juni 1961. Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Unhas. Pendidikan Magisteral (DEA) dan Program Doktoral (Ph.D) di Universite de Nice Sophia Antipolis, France, konsentrasi keilmuan Analisa Ekonomi Moneter dan Keuangan Domestik-Internasional. \r\nPekerjaan : Dosen tetap pada Fekon dan PPs Unhas dan universitas terkemuka di KTI dan Jakarta. Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI, Periode 2005-2008 dan 2010-2013). Pernah sebagai konsultan manajemen dan keuangan ADB (LEC Sulsel), Ketua STIM Nitro Makassar, serta Widyaswara di sentra pendidikan BRI Makassar. Pemakalah dalam seminar nasional dan internasional. Menulis 17 buku serta penulis di beberapa harian nasional terkemuka. Pernah melakukan kunjungan kerja profesional ke beberapa Bank Sentral : Inggris (BOE), Belanda (DNB), Perancis (BDF); Jepang (BOJ), New Zealand (RBNZ), dan Amerika Serikat (FED New York dan FED Washington DC.).

Selanjutnya

Tutup

Money

Akibat dan Strategi Mengatasi Melemahnya Nilai Tukar Rupiah

5 September 2015   07:23 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 3582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Akibat dan Strategi Mengatasi Melemahnya Nilai Tukar Rupiah
Oleh: Marsuki
(Dosen Fak. Ekonomi dan PPs Unhas, Makassar)

Akibat nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS, banyak pihak merasa khawatir dan mungkin menjadi panik, atau mungkin ada yang senang atau mengharapkan. Dimaklumi dalam kondisi begini banyak rentetan peristiwa ekonomi, termasuk social-politik yang akan terjadi, terutama yang perlu diwaspadai.

Pihak yang khawatir bisa pelaku ekonomi yang bergerak di beberapa usaha yang tergantung pada mata uang dollar AS. Diantaranya para pengusaha di bidang perdagangan barang dan jasa yang produknya terkait persediaannya dari luar negeri dengan transaksi dollar AS. Diantaranya, usaha perjalanan ke luar negeri atau travel biro, barang elektronik, motor dan otomotif, termasuk obat-obatan, dan lainnya.

Sedangkan pihak yang akan sangat panik, para pengusaha dibidang industri produk barang antara atau pengolahan maupun barang akhir yang akan dipasarkan dalam atau luar negeri, terutama yang bahan bakunya tergantung dari produk impor. Pihak ini akan panik, karena berarti akan menurunkan kapasitas produksinya, akibat biaya yang harus ditanggung semakin besar, karena harga barang yang diimpor naik seketika, sebesar pelemahan nilai rupiah. Di Indonesia sector bisnis ini tampaknya akan tertimpa persoalan besar yang akibatnya dapat berentet panjang jika tidak ditangani. Masalahnya, sektor industri ini menjadi basis produk-produk ekspor Indonesia. Industri tersebut dapat berupa industri tekstil, industri baja, industri otomotif, industri elektonik, telekomunikasi, industry kimia, dan lain-lain. Akibatnya dengan pelemahan nilai tukar rupiah, jumlah ekspor terus menurun, sehingga neraca perdagangan Indonesia terus mengalami defisit.

Namun demikian, ada juga pihak yang dapat beruntung ditengah penurunan nilai tukar rupiah, yaitu para produsen yang menghasilkan komoditas yang pengolahannya menggunakan bahan baku lokal atau sedikit bahan impor yang pasar penjualannya untuk ekpor. Seperti pada produsen hasil pertanian, diantaranya kakao, cengkeh, hasil perikanan, diantaranya ikan laut, rumput laut, udang, termasuk produk-produk sumber daya alam, berupa batu bara dan lainnya. Hanya masalahnya, produktivitas unggulan sektor pertanian tersebut rendah dan khusus batu bara, harganya di pasar dunia menurun. Sehingga rakyat tidak dapat menikmati durian runtuh jatuhnya nilai tukar. Juga para pengusaha yang bergerak disektor jasa pelayanan, seperti hotel, restauran atau souvenir dan hiburan, terutama yang dapat melayani pelancong internasional karena mereka akan menikmati harga lebih murah.

Sehingga jika menakar dampak dari pelemahan rupiah ini secara makro, pada dasarnya berdampak lebih buruk dibanding manfaatnya. Penurunan nilai tukar dapat mengindikasikan ada problem struktural dalam perekonomian nasional, terutama jika pelemahannya terus berlanjut. Hal itu dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti persoalan ekonomi global yang belum stabil, tapi dari sisi domestic, ditengarai beberapa pihak kritis diantara yang penting, sebagai akibat kekeliruan dalam pilihan kebijakan yang diambil pemerintah sejak era liberalisasi 1988 yang berlanjut hingga kini. Seperti membebaskan masuknya modal asing melalui pasar modal atau perbankan yang motifnya ternyata hanya dijadikan ajang berspekulasi pemilik dana panas, dimana itu sebagai reaksi dari kebijakan suku bunga tinggi dari bank sentral, ataupun karena kekeliruan dalam kebijakan perdagangan, industri atau investasi dan sector pertanian, yang terlalu bebas, tanpa memeperhitungkan manfaat yang dapat diperoleh, sehingga kebijakan untuk mengoptimalkan potensi local dan nasional tiding dikembangnkan dan dibangun.

Jika penurunan nilai tukar terus berlangsung, maka beberapa dampak ekonomi, social dan politik atau tatanan ketertiban umum dapat terganggu. Karena dengan kondisi yang semakin berat, terutama bagi pihak pengusaha yang khawatir apalagi yang panik. Mereka pastinya akan melakukan penyesuaian dalam kegiatan produktifnya. Biasanya dimulai menurunkan kapasitas usahanya, jika belum membantu, merumahkan karyawannya, dan jika belum baik juga, maka biasanya terpaksa menutup usahanya atau gulung tikar. Pada posisi demikian, maka berarti kegiatan investasi berkurang, jadi produksi barang dan jasa kebutuhan masyarakat juga berkurang, sehingga inflasipun meningkat, dan saat yang sama konsumsi terganggu, akibat banyak orang kehilangan pekerjaan dan akibat kenaikan harga. Pada saat sepert ini, berarti penganguran dan jumlah orang miskin meningkat, ketidakadilan menjadi semakin parah. Dan akibat jeleknya, mungkin bisa terjadi chaos dalam masyarakat. Suatu hal yang tentu kita semua tidak inginkan.

Oleh karena itu, pemerintah dan pihak terkait perlu segera mengambil beberapa kebijakan strategis untuk melakukan perannya masing-masing secara proporsional dan terintegrasi dibawah koordinasi kepemimpinan yang kuat dan konsisten, jadi bukan seperti selama ini. Rupanya, setelah nilai tukar merosot tajam, melampaui batas kritis atasnya, Rp.14.000 per dollar AS, barulah pemerintah panik, sehingga Jumat lalu pemerintah dibawah komando Menko Perekonomian hasil resufel kabinet, menyampaikan akan segera mengeluarkan paket kebijakan khusus dalam minggu ini untuk menahan semakin merosotnya nilai tukar rupiah yang telah mengakibatkan lesunya perekonomian nasional.

Jadi dapat dikatakan, pemerintah terlambat menyikapi kondisi yang berkembang secara serius dan terkoordiansi. Hanya kementerian keuangan dan BI saja yang bersikap hat-hati dan telah menerbitkan beberapa kebijakan untuk mengantisispasi pelemahan rupiah yang terjadi. Meskipun demikian hasilnya belum memberi sinyal yang baik, bahkan sepertinya rupiah terus melemah saja. Ada beberapa kebijakan yang pernah diambil pemerintah, diantaranya, insentif pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Menkeu No. 159/2015), rencananya kepada 9 jenis industri. Kemudian penyederhanaan pengurusan perizinan melalui sistem perizinan terpadu, satu pintu di BKPM. Dan jika dianggap ada diantara pemohon tersebut berkualifikasi baik maka Kemenkeu akan memberikan kebijakan “tax holiday”. Tujuannya, mendorong kegiatan investasi, manufaktur hilirisasi pengolahan yang berbasis sumber daya alam, dan yang banyak dibutuhkan di Indonesia.

Diharapkan kebijakan khusus yang dijanjikan Menko Perekonomian dapat membantu keadaan yang tampaknya semakin mengkhawatirkan. Menko Perekonomian memberi gambaran, sasaran paket kebijakan khusus tersebut mengacu upada upaya untuk menarik valas yang ada di luar, dengan cara melalui pengaruh dari beberapa kebijakan tersebut terhadap sector riil, keuangan, kelembagaan dan aturan, penerbitan kebijakan baru, termasuk pemberlakuan tax holiday yang dicanangkan Menkeu.

Dampak dari beberapa kebijakan tersebut akan diuji efektifitasnya setelah dikeluarkan dan dilaksanakan beberapa waktu kedepan. Tapi yang jelas harus disadari bahwa persoalan yang dihadapi tidak sederhana, karena beberapa tantangan besar ada didepan mata. Diantaranya, krisis global belum membaik, pelemahan mata uang China karena kebijakan devaluasinya, menguatnya ekonomi AS, sehingga kemungkinan akan meningkatkan suku bunga The FED. Belum lagi persoalan ekonomi domestik yang tidak kalah banyak masalahnya, terutama persoalan komunikasi politik dan koordinasi antar lembaga pemerintahan yang buruk. Sehingga jelas semua masalah tersebut bukanlah persoalan mudah untuk dihadapi apalagi diselesaikan. Oleh karena itu, kita semua sebagai warga negara Indonesia jika tidak ingin mengalami krisis seperti tahun 1998, perlu mengambil peran positif sesuai tugas dan kemampuan masing-masing.

 

Catatan: Telah diterbitkan Harian Tribun Timur Makassar, 31 Agustus 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun