Sebelum kehilangan tangan kanannya, Nabila adalah seorang wartawan dengan kemampuan menganggumkan. Redaksinya acap diangkat sebagai headline utama dengan persoalan-persoalan politik, hukum, ekonomi, bahkan gaya hidup yang ia kemas dengan sangat apik.
Meski menggunakan tangan kiri dan tidak lagi terikat kontrak sebagai seorang wartawan, nyatanya Nabila masih bisa menghadirkan suguhan berita yang sama bagusnya. Semangatnya dalam menulis masih menyala-nyala. Kelima jari-jari tangan kirinya lihai berliarian diatas keyboard. Begitulah sepenggal terapi Nabila untuk mengobati rindu pada profesi lamanya.
Fokusan isu yang Nabila bawakan saat ini pun mengalami pergeseran dan transformasi, Nabila lebih sering mengangkat isu-isu disabilitas, terlebih pada deskriminasi yang masih sering terjadi. Melalui tulisan-tulisannya, Nabila menyerukan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi teman-teman penyandang disabilitas, menegaskan berkali-kali agar mereka yang dianggap berbeda itu diberi ruang untuk berkarya, untuk menunjukkan kemampuan yang ada.
Di awal 2019 tanpa sengaja Nabila melihat informasi pendaftaran relawan Greenpeace pada layar laptopnya. Nabila yang juga memiliki minat kuat pada hal-hal yang berbau pelestarian awal jatuh cinta dengan orientasi Greenpeace, yakni "Bumi kita membutuhkan suara dan aksimu untuk mencari solusi dan membuat perubahan menjadi nyata." Maka pada bulan Februari 2019 Nabila  bergabung dan resmi terdaftar sebagai relawan.
Dalam beberapa kesempatan, Nabila juga terlibat dalam pelatihan-pelatihan penyadangan disabilitas untuk menjadi relawan siaga bencana. Dengan satu tangannya, telah banyak kontribusi yang Nabila berikan sebagai seorang relawan. Sering ia ikut turun ke jalan menghimpun dana donasi bantuan, dan dengan skill serta pengalaman kampanye yang ia peroleh dari kampanye yang ia lakukan sebagai relawan Greenpeace, ia lebih mengenal media sosial dan lebih mudah menyuarakan aksi-aksi kemanusiaan disana.
"Saya hanya ingin menjadi manusia yang bisa memanusiakan. Setiap manusia memang tidak sempurna, apalagi dengan kondisi fisik saya yang menjadikan saya semakin tidak sempurna. Tapi saya tidak akan menjadikan ini sebagai alasan untuk saya mengeluh pada Tuhan," kata Nabila.
Bila ditanya, kenapa memilih menjadi seorang volunteer? Nabila tak banyak memberi komentar tentang latar belakang alasannya menjadi seorang relawan. Baginya ini bukan sekedar pembuktian bahwa ia masih bisa memberi manfaat dengan satu tangan yang ia miliki.
Bagi Nabila, bicara soal relawan sama halnya bicara soal keikhlasan dan berbagi kebahagian, ia tidak mengharap pujian, sanjungan, sambutan, atau bahkan tepuk tangan yang mungkin saja akan ia dapat bila ia melandaskan semua yang dilakukannya selama ini sebagai sebuah "pembuktian".
"Saya hanya ingin menjadi sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat seperti sabda Rasulullah, 'Khairunnaas anfa'uhum linnaas.' Ini bukan lagi soal membuktikan apapun, karena bergerak sebagai volunteer bukan sekedar kemampuan tapi juga soal kemauan,"kata Nabila.
Angin segar datang beberapa bulan lalu, ia mendapat informasi dari saudaranya yang bekerja di jasa pelayanan JNE bahwa perusahaan yang bergerak di bidang pengiriman dan logistik itu membuka lowongan pekerjaan untuk beberapa posisi. Dengan gelar S.Kom dan pemahamannya mengani OS Windows, hardware komputer dan pengalamannya yang pernah magang di bidang IT sebelum menjadi wartawan, Nabila membulatkan tekad untuk mencoba melamar. Siapa sangka, pihak JNE memberi kesempatan untuk Nabila menempati posisi IT Support Officer dengan keterbatasan yang Nabila punya.
"Bisa bekerja di JNE adalah sebuah anugerah dan kesempatan yang sangat saya syukuri. Bahkan dengan kondisi saya yang seperti ini, saya merasa diterima dengan baik dari teman-teman disini," kata Nabila.