Hingga saat ini, akses internet belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai contoh, seorang guru asal Bogor, Jawa Barat harus rela mendatangi rumah anak didiknya satu persatu secara estafet dalam menyampaikan materi. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses internet dan fasilitas yang dimiliki oleh peserta didiknya (Ikhsan & Gabrillin).
Tidak meratanya akses internet di Indonesia memperkeruh situasi dimasa pandemi. Regulasi baru seolah menjadi batu sandungan bagi peserta didik yang kurang mampu.
Pada pelaksanaannya, kebijakan pembelajaran secara daring memiliki pro dan kontra tersendiri. Kritik dan masukan telah dilontarkan terutama untuk masyarakat yang terdampak.
Salah satunya adalah Ricky Aditya. Siswa kelas 12 SMAN 2 Wonosobo tersebut mengatakan bahwa seorang temannya harus terpaksa pulang kampung ke kawasan pegunungan karena ditiadakannya sekolah offline (Farasonalia & Khairina, 2020).
Terlebih lagi dengan keadaan ekonomi yang terseok-seok. Regulasi yang awalnya ditujukan sebagai solusi kini menimbulkan masalah baru bagi masyarakat terdampak.
Pendidikan yang Tajam ke Bawah
Jika dilihat dari dampaknya, sistem belajar daring akan semakin membebani masyarakat kecil. Terutama jika tidak ada upaya konkret dalam pemerataan akses internet secepatnya.
Dengan demikian pembelajaran daring saat ini telah menimbulkan masalah baru. Komponen pengajar dituntut untuk lebih kreatif dan interaktif dalam menyampaikan materi.Â
Supaya pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa pandang bulu. [MLN]
Further Readings
Bahagia, I., & Gabrillin, A. (2020). Murid di Pedalaman Aceh Harus Naik ke Bukit untuk Belajar Online. Takengon: KOMPAS.com.
Farasonalia, R., & Khairina. (2020). Curhat Siswa di Jateng Soal Belajar Daring, Mulai Sulit Sinyal hingga Tak Ada Kuota. Semarang: KOMPAS.com.
Ikhsan, A., & Gabrillin, A. (2020). Tak Semua Bisa Belajar Online, Guru di Kabupaten Bogor Punya Metode Sendiri. Kabupaten Bogor: KOMPAS.com.