Salah satu restoran ternama di Sarinah mendapatkan teguran dan denda sebesar 10 juta rupiah. Pasalnya, penutupan restoran ini mengakibatkan banyaknya masyarakat berkumpul di satu titik yang sama (Umasugi, 2020).
Alih-alih menaati PSBB, beberapa orang justru lebih mementingkan nostalgia melalui seremoni penutupan gerai restoran tersebut.
Ironisnya, karier panjang restoran yang beroperasi selama 30 tahun itu tidak diakhiri dengan baik. Masyarakat yang patuh dan rela tinggal di rumah selama sejenak menjadi geram.
Bagaimana tidak, sekitar 1.9 juta pekerja di PHK dan dirumahkan akibat Covid-19 di sebelas daerah di Indonesia. Hingga Kamis 16 April 2020, 229.789 orang terdampak virus ini. Sementara itu, 1.270.367 orang dirumahkan karena Covid-19 (Shalihah, 2020).
Patah Arang Melawan Kedunguan Impulsif
Belakangan ini, muncul kata “Indonesia Terserah” yang diramaikan di berbagai platform sosial media. Kebencian yang mendalam lahir dari garda terdepan (masyarakat) hingga garda terbelakang (petugas medis).
Wajar rasanya jika beberapa dari masyarakat dan petugas medis putus asa. Angka kematian yang mencapai 1.242 orang menyisakan duka yang mendalam. Ditambah lagi oleh banyaknya petugas medis yang gugur dalam bertugas.
Jika hal ini terus berlangsung di Indonesia, maka kemungkinan terburuknya adalah PSBB yang tidak berkesudahan.
Meredam Ego Untuk Bangkit
Hal ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia. Bahwa sifat impulsif dan reaktif harus dihilangkan untuk dapat menang melawan virus ini.
Contoh kasus di atas merupakan satu dari beberapa kendala PSBB di Indonesia. Seperti halnya di Jakarta, Bogor juga masih diramaikan oleh kerumunan di pasar menjelang Idul Fitri di penghujung Ramadhan (Aprilin, 2020).
Di tengah situasi kalut seperti ini, ada baiknya untuk tidak saling menyalahkan satu sama lain. Kebutuhan masyarakat untuk keluar rumah banyak memiliki perbedaan.