Negara-negara yang ada di Asia Tenggara terkenal akan komoditas ekspornya yang berupa hasil sumber daya alam dan bahan pangan. Tingginya arus impor ekspor antar negara di Asia Tenggara dengan negara-negara mitra membuat negara-negara anggota ASEAN menandatangani beberapa kesepakatan dagang, seperti General Agreement Tariffs and Trade (2020), Asian Free Trade Area (2003), Asean China Free Trade Area (2011), dan juga Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP yang telah digagas sejak tahun 2013, namun setelah melalui perundingan panjang, RCEP baru disepakati dan ditandatangani pada tahun 2020.
Â
RCEP atau Regional Comprehensive Economic Partnership merupakan sebuah perjanjian perdagangan bebas yang dalam pembentukannya melibatkan negara-negara anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Myanmar, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Thailand untuk meningkatkan kerja sama dagang dengan enam negara mitra dagang utama ASEAN, yaitu Jepang, Korea Selatan, Australia, India, Tiongkok, dan Selandia Baru. Namun, pada konferensi terkait RCEP ke-3 yang diadakan tahun 2019, India memberikan pernyataan ketidaksediannya untuk bergabung dengan RCEP dikarenakan ada beberapa isu yang memiliki concern dengan India belum terselesaikan sepenuhnya. Pembentukan perjanjian dagang ini dilandasi oleh kerja sama negara-negara ASEAN dalam Free Trade Agreement untuk dapat membentuk kawasan perdagangan dalam kerangka kerja sama bilateral yang berpusat di Asia Timur dengan beberapa tujuan utama, yaitu: mempermudah akses pasar bagi negara-negara anggota, meningkatkan pertumbuhan nilai investasi modal asing untuk perkembangan industri, dan penurunan tarif impor-ekspor antar negara anggota.
Â
Perjanjian RCEP yang digagas sejak tahun 2013 ini mencerminkan negara-negara ASEAN yang terus berlomba-lomba untuk membentuk kerja sama perdagangan yang lebih sejalan dengan kebutuhan regional negaranya. Pembentukan perjanjian dagang RCEP ini membawa banyak keuntungan bagi negara-negara anggota ASEAN yang memiliki hubungan dagang yang kuat antara satu sama lain karena setiap negara  ASEAN memiliki komoditas dagang masing-masing yang menjadi unggulan tiap negara.
Â
Malaysia menjadi salah satu negara ASEAN yang memiliki komoditas ekspor unggulan berupa sumber daya alam dan beberapa barang industri lainnya, seperti produk elektronik dan kimia. Selain itu, dari komoditas ekspor sumber daya alam, Malaysia memiliki tiga komoditas ekspor utama, yaitu produk minyak bumi sebesar 7,0%, gas alam cair sebesar 6%, dan minyak kelapa sawit sebesar 5,1%.
Â
Malaysia yang tergabung dalam keanggotaan negara ASEAN sekaligus perjanjian RCEP memberikan banyak keuntungan bagi sektor perdagangan dan investasi di negaranya. Kegiatan ekspor yang sekaligus didukung oleh adanya investasi langsung asing menjadi satu dari beberapa faktor penting lainnya yang berperan untuk mendorong pertumbuhan GDP Malaysia.
Â
Hal tersebut sejalan dengan tujuan utama dari penggagasan perjanjian RCEP yang bertujuan untuk meningkatkan kelancaran kegiatan perdagangan negara-negara ASEAN dengan beberapa negara mitra. Malaysia sendiri memang sudah memiliki hubungan dagang yang baik dengan negara-negara yang menjadi mitra perdagangan ASEAN dalam perjanjian RCEP, seperti Cina dan Jepang.
Â
Ekspor minyak kelapa sawit pada dasarnya memang sudah lama memiliki peran utama sebagai kontributor terbesar untuk perekonomian Malaysia. Pasca pandemi covid-19 yang menyebar pada tahun 2019, banyak industri perdagangan di berbagai negara mengalami penurunan, tidak terkecuali ekspor minyak kelapa sawit Malaysia.
Â
Padahal, komoditas ekspor minyak kelapa sawit Malaysia memberikan progres yang cukup menjanjikan dilihat dari peningkatan yang signifikan sejak tahun 2011.
Â
Padahal, ekspor minyak kelapa sawit Malaysia pernah menyentuh angka 35.58% pada 2013 untuk ekspor minyak kelapa sawit dunia, tetapi mengalami penurunan sampai menyentuh angka 19.12% saja pada 2022. Sebagai salah satu pilar penting dalam perekonomian Malaysia, peningkatan potensi ekspor minyak kelapa sawit Malaysia akan membuka lebih banyak akses pasar internasional.
Â
Menjadi salah satu negara yang menandatangani perjanjian RCEP dapat membantu Malaysia mempromosikan kembali keunggulan ekspor minyak kelapa sawit yang mereka miliki kepada para negara mitra. Keuntungan ini dapat dilihat melalui nilai potensi perdagangan antara Malaysia dan negara mitra RCEP sebesar 0.92 yang menunjukkan potensi yang cukup besar dalam level perdagangan internasional.
Â
Perjanjian RCEP yang digagas oleh negara-negara ASEAN merupakan perwujudan dari diplomasi perdagangan yang merupakan salah satu dari bentuk diplomasi yang berperan penting dalam kerja sama antar negara. Pada awalnya, diplomasi perdagangan diartikan hanya sebatas ‘who get what and how’, tetapi seiring bertambahnya waktu, diplomasi perdagangan berkembang dan mulai memengaruhi sistem politik bahkan kebijakan luar negeri suatu negara.
Â
Diplomasi perdagangan memiliki kaitan yang sangat erat dengan kebijakan politik dan pasar suatu negara. Kepentingan pasar dapat menjadi tujuan diplomasi tersebut, tetapi kepentingan politik bisa menjadi pertimbangan dalam kepentingan perdagangan antarnegara.
Â
ASEAN merupakan salah satu organisasi multilateral yang pada awalnya dibuat untuk meningkatkan keamanan antar negara dan kemudian mengalami perkembangan dengan timbulnya kerja sama antar negara yang menjadi anggota untuk membantu satu sama lain dalam proses perdagangan internasional. Dimulai dengan pembuatan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992, ASEAN+3 yang digagas sejak tahun 1998 hingga 2006 yang merupakan hasil dari perjanjian perdagangan negara ASEAN dengan China pada tahun 2002, Jepang pada tahun 2003, dan Korea pada tahun 2006.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H