Mohon tunggu...
Marsha Ranti
Marsha Ranti Mohon Tunggu... -

sederhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

“Pemurnian” NKRI, Mungkinkah?

16 Juli 2014   00:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:13 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya rasa kita semua masih ingat pada saat kampanye pemilu presiden 2014 lalu terdapat wacana “pemurnian” di Indonesia yang akan dilakukan oleh salah satu calon presiden. Bukan bermaksud untuk mengungkit kampanye itu, hanya ingin membahas mengenai pemurnian itu sendiri.

Tentunya kita masih ingat dengan pelajaran sejarah disaat kita masih duduk di bangku sekolah. Ingatkah anda akan Nazi? Tujuan utama Nazi pada saat itu bukanlah untuk memusnahkan Yahudi, tapi untuk memurnikan bangsa Arya dan keturunannya. Jika anda belajar lebih dalam mengenai hal ini, maka anda akan menemukan fakta bahwa Nazi tidak hanya membantai Yahudi, namun juga beberapa suku lainnya. Pada saat itu Hitler melihat bahwa terdapat suatu ancaman jika terdapat bangsa lain diluar bangsa Arya dan oleh karenanya, ide pemurnian itu lahir.

Bayangkan jika presiden terpilih nanti menjalankan wacana pemurnian tersebut, tentunya bukan seorang pemimpin yang kita miliki, melainkan reinkarnasi Hitler. Tidak dapat kita pungkiri bahwa bangsa Indonesia ini sudah terlahir berbeda. Kita terlahir dari berbagai macam suku. Anda bisa jadi keturunan Jawa, dia bisa jadi keturunan Ambon, saya bisa jadi keturunan Manado. Kita berbicara dengan bahasa yang berbeda, dengan aksen yang berbeda, di tempat yang berbeda. Jika saya pergi ke Jawa, saya akan menggunakan sebutan “mas” atau “mbak” sebelum nama anda. Jika anda pergi ke Bandung, anda akan menggunakan sebutan “aa” atau “teteh”. Jika saya ingin masuk ke masjid, saya harus membersihkan diri dengan melakukan ritual wudhu. Jika anda ingin masuk ke gereja, anda harus mengambil air suci terlebih dahulu. Bukankah ini yang menyebabkan Indonesia itu berwarna? Haruskah keberagaman ini “dimurnikan”? Haruskah pelangi itu menjadi hitam dan putih? Lantas bagaimana caranya saya belajar menghormati keberagaman bangsa ini? Bagaimana saya harus mengajarkan anak cucu saya mengenai toleransi?

Kita semua adalah keturunan dari mereka yang berjuang mengorbankan nyawa untuk Indonesia yang merdeka. Mereka dikenang dalam sejarah sebagai orang-orang yang mempersatukan Indonesia. Saya ingin bangsa dan negara tetap dikenang sebagai bangsa dan negara dengan tingkat toleransi tertinggi. Saya tidak mau dan tidak akan pernah rela jika dunia akhirnya mengenang Indonesia seperti kita mengenang Nazi karena ide pemurninan dari sekelompok orang. Saya menolak Indonesia menjadi bagian kelam dalam sejarah dunia dan saya harap anda juga menolaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun