Mohon tunggu...
Marsha GiriAngelina
Marsha GiriAngelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Farmasi Universitas Sebelas Maret

Saya adalah seorang mahasiswa dengan hobi mendaki gunung, menulis, dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Krisis Kesehatan Mental di Era Generasi Z: Apa Saja Faktor Penyebabnya?

28 November 2024   18:47 Diperbarui: 28 November 2024   18:55 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : https://homeforlifeadvantage.com/mental-health-awareness-month/

Generasi Z yang biasa kita kenal juga dengan Gen Z adalah mereka yang lahir di antara tahun 1996 – 2012. Generasi Z saat ini merupakan generasi mayoritas penduduk Indonesia, data sensus BPS tahun 2020 menunjukkan sebanyak 27,94% penduduk Indonesia berada di kategori generasi Z. Para generasi Z ini yang dianggap rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Generasi Z ini sangat terbuka di era kemajuan digital dan sosial media. Namun, kemajuan digital yang menjadikan malapetaka terhadap kerentanan kesehatan mental para Gen Z ini. Sehingga, banyak sekali isu seperti stress, depresi, gelisah yang berlebihan, pola pikir yang pendek dan percobaan bunuh diri.

Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia pada usia 15 tahun keatas yang mengalami gangguan mental emosional adalah 6%. Riset ini menunjukkan bahwa usia Gen Z saat ini merupakan usia yang rentan untuk mengalami masalah kesehatan mental. Berikut beberapa faktor mengapa terjadi krisis kesehatan mental di era Gen Z ini.  

Kesepian

Salah satu alasan utama mengapa Gen Z ini krisis kesehatan mental adalah kesepian. Mengapa demikian? Kesepian merupakan perasaan atau keadaan dimana seseorang merasa sendirian atau ditinggalkan. Manusia memiliki ‘jaringan otak sosial’ khusus yang mengelola hubungan sosial dan interaksi kita dengan orang lain. Sosial media lah yang memicu banyak orang enggan berinteraksi secara langsung atau sekedar saling tegur sapa, sehingga banyak yang menyepelekan hubungan sosial secara langsung dan memilih berinteraksi di sosial media. Padahal, melalui media sosial kita belum tentu tahu bagaimana keadaan seseorang apakah sedang sedih atau bahkan sedang depresi. Sosial media dapat menyebabkan perasaan kosong meskipun secara teknis telah menghubungkan koneksi dengan dunia virtual.

Pola Asuh Orang tua

Pola asuh orang tua sangatlah penting di era kemajuan dunia ini. Pola asuh zaman dahulu tidak bisa dibawa ke zaman sekarang dimana pola asuh zaman dahulu seperti mengandalkan hukuman fisik untuk mendisiplinkan anak, terlalu mengawasi pergerakan anak sampai mengatur kehidupan pribadi dan seringkali orang tua mengabaikan kesehatan mental anak mereka sendiri. Hal ini jelas sangat berpengaruh untuk kesehatan mental terutama pada Gen Z. Pola asuh yang otoriter bukanlah pola asuh yang tepat untuk perkembangan generasi Z di era sekarang ini. Para Gen Z akan enggan menceritakan permasalahan pribadinya mengenai percintaan ataupun pertemanan sehingga mereka merasa menyimpan permasalahannya sendiri dan akhirnya menimbulkan kecemasan yang berlebih atau bahkan hendak melakukan aksi bunuh diri. Pola asuh yang ideal adalah pengasuhan yang menghargai privasi anaknya, menghargai keputusan anaknya dan bersikap secara terbuka agar para Gen Z dengan segudang permasalahannya mampu terbuka pula dengan orang tuanya.

Percintaan yang Tidak Sehat

Generasi Z mungkin adalah generasi yang kehidupan percintaannya paling banyak diekspos dan kisahnya sangat kompleks. Berbagai macam kisah yang kompleks seperti perselingkuhan, love bombing, ghosting atau yang paling parah adalah tindak obsesif terhadap pasangan. Hal ini karena adanya faktor fase eksplorasi yaitu dimana para Gen Z ini membutuhkan seseorang di luar orang tua yang memberikan rasa aman dan mulai tertarik membentuk ikatan emosional dengan pasangan. Namun, fase eksplorasi dengan kisah yang kompleks dapat menyebabkan kerentanan depresi yang berlebihan pada Gen Z ini. Apalagi, jika percintaan mereka gagal akan dapat memunculkan rasa malu dan ketidakberhargaan terhadap dirinya sehingga kesulitan dalam mengelola emosi dan berakibat untuk melakukan tindakan yang tidak diinginkan atau depresi berlebih. Dari faktor percintaan yang tidak sehat, para Gen Z dapat berubah mood secara drastis, sedih disertai rasa cemas, marah, dan hilangnya semangat untuk beraktivitas.

Kurangnya Akses Jiwa yang Memadai

Di US, masalah kesehatan mental jauh lebih umum daripada di Indonesia yang masih menjadikan kesehatan mental adalah hal yang tabu. Menurut Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, satu dari lima orang dewasa Amerika telah mengalami tantangan kesehatan mental dan satu dari 20 orang Amerika hidup dengan penyakit mental serius seperti skizofrenia, gangguan bipolar, atau depresi berat. Akses terhadap perawatan kesehatan mental sangat diperlukan untuk membantu banyak orang mengatasi masalah mental mereka. Namun, banyaknya akses tidak berarti jika kendala hambatan finansial masih menghantui para Gen Z. Banyak mereka generasi Z yang enggan berkomunikasi dengan orang tua untuk memeriksakan kesehatan mental mereka dengan alasan malu. Meskipun Undang – Undang Perawatan Terjangkau mengharuskan perusahaan asuransi kesehatan untuk menyediakan pertanggungan untuk perawatan kesehatan mental, biaya perawatan masih membatasi akses para gen Z. Layanan perawatan kesehatan mental bisa mahal bahkan dengan bantuan keuangan dari pemerintah sekalipun. Stigma sosial pada kondisi mental juga diyakini dapat mencegah seseorang untuk mencari pertolongan dan mengakui penyakit mental yang dialami. Penelitian telah menemukan bahwa stigma tentang penyakit mental—didefinisikan sebagai “merendahkan, mempermalukan, dan tidak disukai oleh masyarakat umum—“ sering kali mencegah orang mengakses pengobatan umum. Stigma bahwa pergi ke layanan umum jiwa adalah “orang gila” masih melekat pada stigma sosial di Indonesia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun