Hadirnya digitalisasi memang cukup menguntungkan dalam hal berteknologi. Semua menjadi mudah dilakukan hanya dengan bantuan alat digital saja.Â
Digitalisasi juga turut memberi efek pada perkembangan dunia jurnalisme. Revolusi digital yang terjadi selama satu dekade terakhir mampu mengubah arus industri media di Indonesia secara signifikan.
Berkembangnya teknologi yang semakin pesat ini membuat kondisi kemerdekaan pers menjadi sangat bertolak belakang dibanding dengan kondisi saat awal teknologi masuk ke Indonesia.
Di awal internet hadir, ia menjadi alat utama untuk menyampaikan informasi secara cepat kepada seluruh masyarakat Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, khususnya era sekarang justru menjadi boomerang karena internet memengaruhi adanya disrupsi digital pada peran media massa.
Peran media massa tersebut kian bergeser dari penyedia informasi menjadi penyaring informasi. Dalam istilah lain bisa disebut sebagai clearing house of information. Kenapa bisa menjadi penyaring informasi? Karena dengan kemudahan mengakses media massa, banyak orang yang kemudian berbondong-bondong menyampaikan informasi tanpa adanya verifikasi.
Hasilnya, muncul banyak berita-berita hoaks di media massa. Hal ini tentu dapat memicu terjadinya kesalahpahaman dalam masyarakat. Ditambah lagi tingkat literasi masyarakat Indonesia masih terbilang kurang.
Oleh karena itu, di sini peran jurnalis sangat dibutuhkan. Sebagai seseorang yang menjadi jembatan informasi ke masyarakat, jurnalis perlu meningkatkan kualitasnya untuk menghindari banjirnya informasi yang tidak terverifikasi kebenarannya.
Selain itu, hal tersebut juga dilakukan sebagai bentuk persiapan jurnalisme di masa depan. Tentu yang semakin canggih dan banyak tantangan.
Apa yang Bisa dilakukan Jurnalis?
Untuk menyeimbangkan digitalisasi dan disrupsi teknologi media, jurnalis peru memegang teguh pada dua aturan yang sejalan dengan Undang-Undang. Pertama, jurnalis harus memberikan informasi kepada publik dengan mengingat tugasnya sebagai seorang jurnalis yang menjadi jembatan antara informasi dan masyarakat. Kedua, taat kepada Kode Etik Jurnalistik.
Dalam menghadapi jurnalisme masa depan, jurnalis perlu melaksanakan dua aturan tersebut dengan baik. Tak hanya itu, ada 8 keterampilan jurnalis masa depan yang harus dimiliki, antara lain:
- Cerdas Berbisnis dan Wirausaha
- Pemrogaman
- Berpikir Open Minded dan Eksperimen
- Multimedia storyteller
- Jurnalis Sosial dan Pembangun Komunitas
- Blogger dan Kurator
- Multitalenta
- Keterampilan Jurnalisme Fundamental
Untuk penjelasan lengkapnya, bisa tonton video di sini
Melihat realita pemberitaan saat ini, jika jurnalis hanya melakukan hal yang sama seperti pemberitaan informasi zaman dulu, maka ia tidak akan berumur panjang. Jurnalis perlu membuat inovasi baru dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
Jika hanya bertahan melakukan sama seperti satu setengah abad yang lalu, maka hal tersebut sudah tidak umum dilakukan oleh jurnalis. Terlebih, jika tetap dilakukan di masa depan maka sudah tidak lagi relevan dengan publik. Sebaiknya jurnalis bisa memanfaatkan teknologi begitu pun sebaliknya.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, jurnalis semakin dipermudah dalam membuat maupun memberikan informasi. Karena dengan kecanggihan fitur teknologi yang semakin mumpuni bisa memaksimalkan dalam memproduksi berita. Misalnya dalam hal editing, yang bisa dilakukan sekarang bukan lagi 5W + 1 H melainkan analisa isu.
Agar publik tidak merasa bosan karena melihat pemberitaan yang kerap menyampaikan informasi seragam, jurnalis perlu membuat ‘pembeda’ dari jurnalisme masa kini dengan masa depan. Di sini, peran media massa juga memengaruhi bagaimana perspektif publik nantinya terbentuk. Tak hanya itu, jurnalis juga harus mengingat fungsi dan peran media yakni edukasi, informasi, kontrol sosial, dan hiburan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H