Mohon tunggu...
Marsha Bremanda TR
Marsha Bremanda TR Mohon Tunggu... Lainnya - A learner, Dreamer, Achiever

Journalism and Digital Media Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemeran Utama Film Dilan 1990 (2018) Tuai Pro Kontra Netizen

10 Desember 2021   15:56 Diperbarui: 10 Desember 2021   16:02 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iqbaal Ramadhan, pemeran tokoh Dilan 1990. Sumber: TheJakartaPost

Halo Sobat Kompasiana!

Siapa yang sudah nonton film Dilan 1990?

Mungkin hampir semuanya sudah pernah menonton film ini ya. Rilis pada tanggal 25 Januari 2018, Film Dilan 1990 (2018) berhasil memborong penghargaan dalam ajang Indonesia Movie Actors (IMA) Awards 2018.

Sukses dipilih sebagai film tervaforit, pemeran utama film ini juga mendapatkan penghargaan serupa. Iqbaal Ramadhan sebagai Dilan dan Vanesha Prescilla (Milea) berhasil mendapatkan pengharagaan sebagai pemeran pasangan terbaik pada IMA Awards 2018.

Namun, di balik kesuksesan film ini, pada awalnya sempat menuai pro dan kontra khususnya pada Iqbaal Ramadhan sebagai pemeran utama.

Dianggap Tidak Cocok Berperan Sebagai Dilan

Iqbaal Ramadhan, pemeran tokoh Dilan 1990. Sumber: TheJakartaPost
Iqbaal Ramadhan, pemeran tokoh Dilan 1990. Sumber: TheJakartaPost

Saat dikabarkan bahwa novel Dilan 1990 akan diadaptasi menjadi sebuah film, ramai pecinta novel ini bertanya-tanya siapa yang akan memerankan tokoh Dilan dan Milea. Masing-masing pembaca memiliki imajinasinya sendiri. Mereka mengkreasikan Dilan dan Milea versi imajinasi masing-masing.

Alhasil, ketika diumumkan bahwa Iqbal Ramadhan yang memerankan tokoh Dilan, banyak pencinta novel karya Pidi Baiq ini mengutarakan pendapatnya. Ada yang pro dan kontra.

Ketika mengadaptasi sebuah novel ke dalam film, banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan. Mulai dari segi tokoh, pengambilan latar, durasi, properti, dan lain sebagainya.

Dilansir dari Bernas.Id, sutradara film Dilan 1990, Fajar Bustomi mengungkapkan bahwa untuk menguraikan sebuah novel sebanyak 300 halaman kemudian dijadikan film yang durasinya pendek, kemungkinan diubahnya banyak. Akan ada beberapa bagian yang harus diikhlaskan agar bisa dibuat lebih sinematografi.

Pembaca yang pro merasa bahwa Iqbaal sangat cocok untuk memerankan tokoh Dilan, karena wajahnya yang tampan dan juga romantis. Namun, di sisi lain, para pembaca yang kontra merasa bahwa Iqbaal sangat tidak cocok. Akibat wajahnya yang terlalu kalem, dirasa bahwa sangat jauh berbeda dengan penggambaran tokoh Dilan dalam novel.

Tak sedikit pembaca yang kecewa akibat imajinasi mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari penggambaran di novel dan visual dalam film.

Adaptasi Novel Menjadi Film

Cover Novel Dilan 1990. Sumber: ebooks.gramedia.com
Cover Novel Dilan 1990. Sumber: ebooks.gramedia.com

George Bluestone, seroang pelopor studi tentang film adaptasi, melalui bukunya Novels into Film (1957) mengatakan bahwa terdapat Two Ways of Seeing atau dua cara melihat dalam mempertanyakan persamaan dan perbedaan mendasar dalam melihat sebuah film dan bentuk karya sastranya.

Bluestone berasumsi dan berusaha untuk menunjukkan ciri-ciri dasar yang membedakan secara genetika novel dengan film. Novel merupakan medium dengan pendekatan lingustik, sementara film merupakan medium dengan pendekatan visual.

Meskipun terdapat beberapa kesamaan di antara keduanya, tetapi pada kenyataannya, perbedaan jauh lebih terlihat. Perbedaan inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi filmmaker untuk menampilkan yang terbaik.

Sementara Linda Seger dalam The Art of Adaptation Turning Fact and Fiction into Film, menuliskan bahwa adaptasi merupakan sebuah proses transisi, pengubahan, atau konversi dari satu medium ke medium lainnya. Sehingga ketika dipersatukan sudah dipastikan akan menghasilkan suatu perubahan.

Tentunya perubahan tersebut tidak akan sama dengan imajinasi dari penggambaran tokoh, teks, alur, latar, dalam novel. Oleh karena itu, dalam mengadaptasi sebuah novel menjadi film, tentu akan memunculkan tantangan yang besar.

Meski menuai pro dan kontra, tetapi film Dilan 1990 (2018) berhasil menarik perhatian seluruh Indonesia. Selain unik dari film lainnya, film in juga cocok untuk ditonton oleh generasi manapun.

Berbedanya versi novel dan film dalam Dilan 1990 (2018) ini tentu cukup mengecewakan pembaca yang sudah berekspektasi dan tidak sesuai. Namun, apa yang digambarkan dan jelaskan dalam buku, tidak sepenuhnya bisa sama dan seusai bila dibuat film. Hal ini dikarenakan, ketika membuat film, perlu elemen-elemen lain yang berada di luar buku.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, D. T. (2014). Dari Novel ke Film: Kajian Teori Adaptasi sebagai Pendekatan dalam Penciptaan Film. Panggung, 16-24.

Juntany, L. (2018, Januari 19). BERNAS.id. Retrieved from bernas.id: https://www.bernas.id/58535-kontra-film-dilan-itu-semua-hanya-perbedaan-sudut-pandang-dan-imajinasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun