Halo Sobat Kompasiana!
Kevin (Kevin Anggara), siswa SMA yang tengah berkutat dengan segala keresahannya. Berusaha keluar dan mencari hal yang menyenangkan agar tahun terakhir di sekolahnya tidak membosankan.
Hanya sekelas berempat, teman-teman Kevin ada Bonbon (Teuku Ryzki), Dimas (Joshua Suherman), dan Johanna (Kamasean Matthews).
Berawal dari Kevin yang menemukan sebuah situs berisikan tantangan, ia bersama ketiga temannya melakukan beragam kejahilan di sekolah baik kepada teman maupun gurunya.
Tingkah Kevin dan teman-temannya ini justru membawa banyak masalah termasuk persahabatan mereka sendiri.
Di artikel ini, penulis akan membahas bagaimana keresahan yang dialami oleh para milenial lewat film Generasi Micin vs Kevin (2018) ini.
Menggunakan teori psikoanalisis Sigmun Freud, penulis akan mengulik bagaimana representasi konflik perilaku tokoh dan film tersebut ditampilkan.
Berawal Dari Rasa Bosan, Sampai Join Tantangan
Generasi Micin vs Kevin (2018) merupakan film dengan genre komedi yang menghadirkan beragam adegan lucu di setiap adegannya. Kelucuan ini juga tak lepas dari performa akting para pemainnya, yang berhasil menghidupkan masing-masing karakter tokoh dalam film.
Setiap adegan, shot, dan dialog yang ditampilkan terlihat apik sehingga representasi karakter masing-masing tokoh tersampaikan dengan baik. Mulai dari awal sampai masuk ke konflik dan akhir film, semuanya tersusun dengan rapi.
Meskipun didominasi oleh komedi, Fajar Nugros sebagai sutradara film ini berhasil menyisipkan moral value yang sangat sesuai dengan kondisi saat ini.