Sebagi pemeran utama, Kevin (Kevin Anggara) berkarakter sebagai generasi Z yang tertuduh micin. Micin dalam hal ini yaitu generasi yang ingin semuanya serba instan.
Kevin sering dianggap pemalas karena kesenangannya bermain game online secara terus menerus. Hal inilah yang membuat keluarganya kerap memarahi Kevin.
Di sekolah, karena hanya berempat dalam satu kelas, Kevin merasa bosan. Untuk mengatasi rasa bosannya itu, ia mengikuti tantangan dari sebuah website.
Adegan Kevin jika disesuaikan dengan teori Sigmun Freud terdiri dari tiga komponen penyusun psikoanalisis dalam diri manusia. Ada id, ego, dan superego.
Id, Ego, dan Superego dalam Film Generasi Micin vs Kevin (2018)
Id merupakan ketidaksadaran diri. Id lebih merujuk pada keinginan, perasaan yang ingin dipenuhi kesenangannya. Kevin, saat itu ingin sekali agar tahun terakhirnya di sekolah bisa menyenangkan.
Ia menemukan website tersebut dan merasa tertarik sehingga mengunjungi laman website dan mencobanya. Di situ, id Kevin tengah berproses. Keinginannya akan hal tersebut sangat menggebu-gebu sehingga ia mencoba berbagai cara agar bisa mewujudkan keinginan segera mungkin.
Berdasarkan teori psikoanalisis Sigmun Freud ini, id yang muncul dalam diri Kevin semata-mata hanya untuk mencari kesenangan (Ryan, 2012).
Superego merujuk pada aturan-aturan moral, norma-norma, hal yang buruk atau baik. Superego juga berada di bawah ketidaksadaran kita, hanya saja kita sudah tahu dan paham yang benar atau salah.
Superego dalam film Generasi Micin vs Kevin (2018) terjadi saat adegan Papa Kevin (Ferry Salim) tengah menasihati Kevin saat ia terkena masalah.Â
Dengan melontarkan nasihat agar Kevin dapat bertingkah lebih baik lagi kedepannya, sang Papa resah akan masa depan anaknya. Oleh karena itu ia memberitahu hal mana yang baik dan buruk untuk dilakukan. Film ini juga menghadirkan beragam konflik antar tokoh-tokohnya.