Saat itu, banyak surat kabar yang dibredel sebab dianggap melawan pemerintah. Tak sedikit pula wartawan yang ditangkap karena dianggap mengancam pemerintahan, walaupun sebenarnya mereka hanya menyuarakan kebenaran.
Saking buruknya kondisi jurnalisme dan pers saat itu, di tanggal 1 Oktober 1958 ditandai sebagai tanggal matinya kebebasan pers di Indonesia. Ditambah lagi Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang justru makin mempersempit ruang gerak jurnalisme di Indonesia.
Pengeluaran peraturan baru oleh Departemen Penerangan turut menyebabkan surat kabar tidak ada yang bersifat netral. Masing-masing surat kabar dan majalah harus didukung oleh minimal satu partai politik atau tiga organisasi massa.
Peralihan kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto, berpengaruh besar kepada kebebasan pers di Indonesia. Kala itu, siapapun yang memiliki modal diperbolehkan menerbitkan surat kabar atau majalah tanpa harus meminta pengesahan dari pihak tertentu.
Namun, karena hal tersebut akhirnya banyak media yang mengesampingkan mutu dan kualitas berita. Tak hanya itu, pada masa orde baru ini muncul masalah baru yakni beredarnya konten pornografi karena tidak adanya pembatasan terkait hal tersebut. Karena situasi yang kian memburuk, terjadilah perang pena dan fitnah dimana-mana.
Akhirnya pemerintah pun turun tangan dan membuat peraturan terkait dunia jurnalistik yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah mengeluarkan Tap MPRS No. XXXII/MPRS/1966Â pada tanggal 6 Juli 1966.
Keluarnya peraturan in disambut hangat oleh kalangan wartawan dengan Deklarasi Wartawan Indonesia hasil dari konferensi kerja PWI di Jawa Timur.
Masa Reformasi
Perkembangan di masa reformasi ini ditandai dengan pesatnya teknologi yang hadir. Mulai bermunculan radio, televisi, bahkan internet yang bisa digunakan untuk mnegakses berita lebih cepat dan mudah. Di masa ini, jurnalisme di Indonesia terus berkembang baik cetak, elektronik, maupun digital.
Sampai di tahun 2021 ini, jurnalisme juga masih mengalami perkembangan. Akses berita yang cepat tentu memudahkan siapapun untuk mendapat berita maupun peristiwa yang terjadi di berbagai pelosok secara real-time.
Secara keseluruhan, perkembangan jurnalisme di Indonesia mengalami banyak rintangan untuk sampai di titik saat ini. Dulu pemberitaan ditulis secara manual, kini hanya menggunakan mesin saja sudah bisa disebarluaskan. Bahkan, tidak perlu dicetak kita juga bisa menyebarkan melalui internet. Sangat mudah bukan?