Mulai saat itu, perkembangan jurnalisme dan surat kabar di Indonesia kian menanjak. Tercatat, ada sekitar 30 surat kabar berbahasa Belanda, 27 surat kabar berbahasa Indonesia, serta satu surat kabar berbahasa Jawa di pertengahan abad ke-19.
Pada 7 September 1931, pemerintah kolonial Belanda sempat menerbitkan presbreidel ordonantie atau peraturan yang membolehkan penguasa melakukan penutupan terhadap media yang dianggap mengganggu ketertiban umum.
Namun, adanya peraturan tersebut tidak membuat pribumi tersudut. Justru semakin semangat untuk menerbitkan media sebagai alat perjuangan.
Beralih Ke Masa Penjajahan Jepang
Setelah Belanda pergi, Jepang datang dan mulai menjajah Indonesia. Dunia jurnalisme di Indonesia mengalami perubahan secara besar-besaran. Saat itu, semua surat kabar diwajibkan untuk bergabung dan isi pemberitaan harus menyesuaikan dengan rencana dan tujuan Jepang dalam.
Kala itu, perjalanan jurnalisme di masa penjajahan Jepang sangat mengalami kesulitan. Kebebasan pers dibatasi, ditekan, dan harus mengikuti kepengtinan pemerintahan Jepang. Hal ini ditujukkan dengan isi surat kabar yang hampir semuanya pro pemerintahan Jepang.
Media Pembawa Suara Rakyat
Beberapa media yang terbit di Indonesia pada tahun 1900-an serta menjelang kemerdekaan RI, memiliki kesamaan fungsi yakni sebagai media pembawa suara rakyat dan perjuangan. Dalam sejarah mencatat ada beberapa nama besar pemimpin bangsa yang dulunya merupakan wartawan atau pengelola media berita, diantaranya:
- Ir. Soekarno
- Moh. Hatta
- Tirto Adhi Soerjo
- Ki Hajar Dewantara
- Tan Malaka
- Tjipto Mangoenkoesoemo
Pasca kemerdekaan Indonesia, fungsi media kian beralih dari media perjuangan menjadi media partisipan. Meskipun di masa penjajahan Jepang sudah dilaksanakan, tetapi di era ini media dikatakan sebagai perwakilan dari kelompok atau partai politik tertentu. Tak hanya itu, di era ini media juga digunakan sebagai saluran menyebarkan ideologi tertentu.
Masa-masa awal kemerdekaan ini media juga berfungsi sebagai sarana informasi proses pembangunan dan politik di Indonesia.
Media di Era Pasca Kemerdekaan dan Orde Baru
Era kepemimpinan Soekarno, menjadi penanda media berada di situasi tidak menguntungkan. Dalam hal ini, selain menjalankan fungsi sebagai sarana informasi, tetapi fungsi pengawasan media menjadi semakin dipersempit.
Salah satunya adalah dilakukannya pembredelan terhadap media.