Mohon tunggu...
MarsG
MarsG Mohon Tunggu... -

suka baca suka nulis suka makan suka tidur dan tidak suka macem-macem

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anomali Survei Indikator Burhanuddin Muhtadi: Ahok di KO Agus Harimurti Yudhoyono

24 November 2016   17:17 Diperbarui: 24 November 2016   17:26 1578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk pertama kalinya surveyor pendukung Ahok mengakui keunggulan Agus Harimurti Yudhoyono dalam rilis survey terbarunya. Seperti sudah menjadi rahasia umum beberapa surveyor selalu merangkap sebagai konsultan politik untuk memoles citra sekaligus mempengaruhi opini publik. Karena statusnya yang merangkap tersebut sehingga hasil surveinya pun menjadi bias dan diragukan validitasnya. Padahal metode surveynya sudah benar.

Misalnya LSI Denny JA, identik dengan konsultan politik Agus Harimurti Yudhoyono. Sehingga setiap survey LSI Denny JA  publik sudah bisa menyimpulkan akan menguntungkan Agus harimurti Yudhoyono. Begitu juga dengan Eep Saefullah Fatah dengan Polmark-nya, tak bisa lepas dari Anis Baswedan. Dan surveyor-surveyor kakap lainnya seperti Saeful Mujani Research Cencer (SMRC)-Saiful Mujani, Cyrus Network-Hasan Nasbi, Charta Politica-Yunarto Wijaya dan Indikator-Burhanuddin Muhtadi juga tak bisa lepas dari opini publik untuk menguntungkan Ahok.

Satu-satunya surveyor kakap nasional yang belum menunjukkan keberpihakannya hanyalah Hanta Yudha dengan Poltracking-nya. Dalam beberapa kali merilis hasil surveynya, Poltracking masih terlihat netral. Padahal dalam pilpres lalu Eep Saefullah Fatah, Saiful Mujani, Hasan Nasbi, Yunarto Wijaya dan Hanta Yudha merupakan tokoh-tokoh surveyor yang memenangkan Jokowi dari balik layar. Merekalah otak dibalik layar yang memoles citra dan mempengaruhi opini publik dan menjadikan Jokowi sebagai RI-1.

Selama ini keberpihakan surveyor dalam menggiring opini publik untuk memenangkan Ahok sangat kentara. Cyrus Network-Hasan Nasbi misalnya selalu memenangkan Ahok dengan angka survey yang fantastis di atas 40%. Padahal survey-survey lain menunjukkan tren Ahok yang terus menurun. Hasan Nasbi juga sudah identik dengan Teman Ahok, sehingga setiap survey yang dilakukan oleh Cyrus Network publik sudah menilainya sebagai survey abal-abal alias diragukan validitasnya.

Rupanya, kasus QS Al-Maidah ayat 51 seakan menyadarkan Survei Indikator Burhanuddin Muhtadi. Dalam rilisnya, Survei Indikator Burhanuddin Muhtadi menunjukkan bahwa Ahok dengan mudah bisa dikalahkan oleh Agus Harimurti Yudhoyono. Hasil terbaru survei Indikator menempatkan Agus Harimurti Yudhoyono diperingkat pertama dengan angka 30.4% disusul Ahok 26.2% dan Anis 24.5%.

Menurut Burhanuddin Muhtadi, hasil terbaru surveynya tersebut sangat mengejutkan karena Agus Harimurti Yudhoyono belum lama muncul ke publik. Tepatnya, Agus Harimurti Yudhoyono baru didaftarkan ke KPU di detik-detik akhir pendaftaran. Makanya sangat wajar kalo popularitas Agus Harimurti Yudhoyono masih kalah jauh dibandingkan Ahok. Jika popularitas Ahok sudah mencapai angka maksimal 98%, sedangkan popularitas Agus Harimurti Yudhoyono baru mencapai angka 77%. Maka bisa dibayangkan dengan angka popularitas yang hanya 77% saja sudah mampu mengalahkan Ahok yang merupakan petahana. Keunggulan Agus Harimurti Yudhoyono tidak pernah diprediksi sebelumnya. Baru 1 bulan kampanye langsung menempati posisi nomor 1. Sangat anomali.

Selain menggambarkan anomali keunggulan Agus Harimurti Yudhoyono, Burhanuddin Muhtadi juga memotret anomali kepuasan kinerja terhadap Ahok yang tidak berbanding lurus dengan elektabilitasnya. Dalam hasil terbaru surveynya, Burhanuddin Muhtadi menggambarkan bahwa kepuasan terhadap kinerja Ahok cukup tinggi, tapi masyarakat DKI Jakarta menolak memilih Ahok kembali. Mereka dengan tegas menyatakan tidak akan memilih Ahok meskipun secara kinerja mereka puas. Anomali inilah yang menyebabkan elektabilitas Ahok turun hingga 18.6% dari survey indikator sebelumnya. Sebuah penurunan elektabilitas yang sangat tajam dan berdasarkan data indikator belum pernah ada petahana yang elektabilitasnya turun sangat tajam.

Anomali inilah yang akan dijadikan topik disertasi Burhanuddin Muhtadi yang saat ini sedang menempuh studi S3 (studi doktoral). Burhanuddin Muhtadi mengakui sudah melakukan survey ribuan kali dan baru pertama kalinya menemukan fenomena yang dialami oleh Ahok. Selama ini berdasarkan surveynya, kinerja selalu berbanding lurus dengan elektabilitas. Jika kinerja tinggi maka secara otomatis elektabilitasnya juga tinggi. Tapi di kasus Ahok justru terjadi anomali, kinerja tinggi tapi elektabilitasnya jeblok.

Untuk sementara, Burhanuddin Muhtadi menyimpulkan rendahnya elektabilitas Ahok lebih dikarenakan kesalahan Ahok dan tim suksesnya sendiri, khususnya terkait blunder di kasus QS Al-Maidah ayat 51. Dan kesalahan dari Ahok dan tim suksesnya tersebut mampu dimanfaatkan dengan baik oleh Agus Harimurti Yudhoyono. Peluang Agus Harimurti Yudhoyono untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta memang sangat besar. Dengan popularitas yang baru mencapai angka 77%, dengan sisa waktu yang ada masih bisa menggenjot popularitasnya hingga angka maksimal 98%. Untuk kasus Agus Harimurti Yudhoyono popularitas berbanding lurus dengan elektabilitasnya. Apalagi hingga detik ini tidak ada isu-isu negatif yang dapat digunakan untuk menyerang Agus Harimurti Yudhoyono.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun