Saya adalah pengguna setia Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line relasi Solo-Jogja. Bahkan sebelum ada KRL, saya sudah sering menggunakan KA Prambanan Ekspress (Prameks) sebagai moda perjalanan saya. Inilah cerita pengalaman saya selama menjadi #RekanCommuter
Orang akan bilang saya aneh. Bagaimana tidak? Saya berdomisili di Kota Pendidikan, Yogyakarta. Akan tetapi, sejak lima tahun lalu, saya justru memilih kota Solo sebagai tempat yang tepat bagi pendidikan saya. Bagi saya, Solo adalah tempat belajar merantau yang ideal karena jaraknya yang terbilang cukup jauh, tetapi masih bisa dijangkau.
Saya menghabiskan masa SMA di kota "The Spirit of Java" ini sejak tahun 2018. Moda transportasi yang tersedia waktu itu adalah Prameks. Saya sering kehabisan tiket, sehingga lebih memilih membeli tiket melalui calo meski harganya menjadi 15.000 dari 8.000. Di dalam gerbong pun, saya pasti menggelar koran dan duduk di lantai kereta karena tidak ada kursi kosong lagi. Aduh, masa-masa itu.
Setelah lulus SMA, saya masih belum puas menyelami Solo. Kebetulan jurusan yang saya inginkan ada di Solo sehingga saya memutuskan kuliah di Solo. Sayangnya, pengalaman yang kurang menyenangkan di era Prameks, menjadikan saya selalu menggunakan motor untuk mengakomodasi perjalanan Solo-Jogja.Â
Waktu dan tenaga saya habis di jalan, begitulah kira-kira. Saya harus menempuh jarak 63 kilometer selama 2 jam. Belum lagi, ada banyak potensi bahaya di jalan, seperti lalu lintas yang padat, jalan rusak, serta cuaca yang tidak menentu: panas terik sampai hujan badai. Â
Semua berubah setelah KAI Commuter Line mengambil alih manajemen kereta api relasi Solo-Jogja. Awalnya saya hanya coba-coba karena promosi di media sosial yang menarik. Hingga akhirnya saya benar-benar jatuh hati dengan pelayanan KAI Commuter Line Solo-Jogja!
Ramah untuk "Kaum Lajon"Â
Kaum Lajon adalah kelompok orang yang menempuh perjalanan pulang dan pergi dalam sehari. Terkadang, orang yang sering bolak-balik Solo-Jogja meski tidak dalam hari yang sama juga dapat dikatakan sebagai kaum lajon.
Potensi bahaya seperti kelelahan, macet, kecelakaan lalu lintas, dapat diminimalisasi melalui adanya moda transportasi kereta api. Hal ini sudah dibuktikan bahwa kereta api memegang peringkat paling rendah korban kecelakaan. Para kaum lajon juga dapat beristirahat kurang lebih 1 jam di kereta. Hal ini jelas menjaga stamina agar tetap prima.
Sehubungan dengan jumlah penumpang kereta yang memuncak pada pagi dan sore hari, PT. KAI Commuter Line juga sudah menyesuaikan jadwal dengan arus perjalanan masyarakat Solo-Jogja dan sekitarnya.Â
Kelompok Prioritas Memang Prioritas Utama
Ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas merupakan kelompok prioritas
Saya tidak termasuk kelompok prioritas. Meski demikian, dengan penuh semangat saya mencantumkan ini karena saya mengalaminya.
Pada suatu waktu, saya demam selama 3 hari berturut-turut. Meskipun telah mengonsumsi obat pribadi, kondisi badan saya tidak kunjung membaik. Sayangnya kartu BPJS masih tertaut dengan fasilitas kesehatan di Yogyakarta, sehingga saya harus kembali ke sana sesegera mungkin untuk berobat di faskes pertama.
Saya lebih memilih naik kereta daripada naik motor, itu adalah pilihan yang mutlak bagi siapapun yang tidak sehat. Di dalam gerbong, saya merasa sesak dan demam tinggi. Entah mengapa, satpam KRL sigap melihat penumpangnya yang membutuhkan bantuan. Saya dihampiri kemudian ditanyai apakah masih sanggup melanjutkan perjalanan atau hendak turun ke stasiun terdekat. Saya mantap dengan pilihan turun di stasiun tujuan saya, stasiun Lempuyangan.
Beberapa menit kemudian, satpam menilai kondisi saya semakin buruk. Sembari berkoordinasi dengan rekan yang bertugas di Stasiun Lempuyangan, beliau menawarkan kursi roda pada saya. Satpam meyakinkan saya untuk mau diantar sampai keluar gerbang stasiun menggunakan kursi roda.
Saya menolak, sangat menolak. Saya merasa masih memiliki fungsi tubuh yang baik dan dapat berjalan. Tetapi lagi, satpam dengan penuh kesabaran meluluhkan keputusan saya.
"Mbak, kursi roda bukan hanya untuk orang yang terlihat secara fisik punya disabilitas. Anggota badan yang kurang lengkap seperti yang Mbak pikirkan. Kursi ini juga diperuntukkan orang yang sakit, salah satunya mbak. Kan engga enak kalau turun desak-desakan dengan yang lain. Nanti saya antar sampai gerbang depan ya?"
Setelah semua penumpang turun, satpam di Stasiun Lempuyangan masuk ke dalam gerbong membawa kursi roda dan saya dinaikkan ke atasnya. Petugas satpam terlebih dahulu membawa saya periksa di Medis KA, kemudian diantar oleh satpam sampai depan gerbang stasiun.Â
Saya bukan penyandang disabilitas, tetapi saya benar-benar merasa mendapat perlakuan yang prioritas. Begitu pula dengan ibu hamil dan lansia. KAI Commuter Line menyediakan pin penanda Ibu Hamil bagi penggunanya agar mendapat kursi prioritas, karena banyak kejadian perempuan yang sedang hamil muda tidak terlihat dan tidak melapor. Tidak diragukan lagi bahwa KAI Commuter Line adalah transportasi yang inklusif.Â
Keberpihakan pada Korban Pelecehan Seksual
Gerbong kereta menjadi sarana bagi para pelaku pelecehan seksual melancarkan aksinya. Semua orang sibuk dengan urusannya sendiri dan penuh sehingga tidak akan ada yang menyadari. Â Akan tetapi, KAI Commuter Line selalu memberi imbauan kepada para penumpang untuk selalu hati hati dan melaporkan apabila ada dugaan pelecehan seksual.Â
Baru tadi malam, saya menemukan kasus dugaan pelecehan yang dialami oleh salah satu penumpang perempuan. Korban diarahkan oleh satpam untuk duduk di sebelah saya. Dengan penuh hati-hati, satpam mencoba menenangkan dan menjelaskan prosedur yang sekiranya dapat menjadi solusi atas permasalahan ini.Â
Korban dijauhkan dari dugaan pelaku dan dibujuk untuk turun ke stasiun terdekat guna memproses permasalahan ini bersama. Satpam tidak menanyakan kronologi di gerbong kereta. Hal ini untuk menjaga kenyamanan dan kerahasiaan korban. Hanya saja karena di dalam kereta tidak ada ruang rahasia, maka seluruh orang yang berada di gerbong langsung mengetahui kejadian ini. Menurut saya akan lebih baik apabila ada prosedur yang tidak terlalu mengundang mata untuk melihat kasus ini.
Akhirnya, penumpang yang menjadi korban turun di Stasiun Solo Balapan bersama terduga pelaku. Saya tidak mengetahui kelanjutannya, tetapi cara satpam menyelesaikan permasalahan ini tanpa menghakimi korban adalah hal yang patut diapresiasi.Â
Setelah merefleksikan pengalaman saya bersama KAI Commuter Line saya menyadari satu hal. Jika kereta api jarak jauh punya kondektur, maka KAI Commuter Line punya satpam yang senantiasa menjamin keamanan dan kenyamanan #RekanCommuters.
Terima kasih PT. KAI Commuter Line dan segenap staff yang bertugas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H