Mohon tunggu...
Marsellia Claudia
Marsellia Claudia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Turn everything into love

Everything is served honestly

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjalanan Memerdekakan Emosi Diri

28 Mei 2021   04:30 Diperbarui: 28 Mei 2021   04:33 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak pernah membayangkan  saya hari ini menulis di Kompasiana. Ya, meskipun masih ecek-ecek, tetapi ini pencapaian yang cukup bisa saya banggakan.

"Halah! Padahal menulis saja menunggu mood, views masih kecil, profil pun masih debutan. Capek deh, ngaku-ngaku pencapaian yang bisa dibanggakan."

Eits, bukan begitu sobat. Saya tahu betul bahwa tulisan saya di Kompasiana masih jauh dari kata bagus. Saya akui menulis dengan konsisten itu sangat sulit. Akan tetapi, berani menulis dan membaginya ke orang banyak bukanlah perkara enteng untuk remaja seusia saya (Generasi Z). 

Kami tumbuh besar di era Instagram, Whatsapp, dan Facebook menjadi ajang unjuk diri. Perasaan minder dan insecure terus menghimpit setiap hari; setiap kali membuka handphone. Suguhan harian media sosial kami adalah foto-foto aesthetic, quotes-quotes galau tapi cool, playlist lagu Spotify, dance TikTok, konten budak cinta, dan masih banyak lagi kepameran yang lain. 

Sedangkan saya? Boro-boro punya foto aesthetic, HP saja sangat kentank. (Istilah HP kentank merujuk pada perangkat seluler yang dipercaya kurang bisa menghasilkan foto atau video apik nan jernih). 

Jadi ya sah-sah saja jika saya mengatakan ini merupakan sesuatu yang luar biasa di dalam perkembangan diri saya. Setidaknya saya berani unjuk diri lewat pikiran-pikiran yang saya tuangkan di sini. Tentu keberanian itu semua tidak dicapai oleh waktu sehari dua hari.

Awalnya Penikmat Saja

Saya pertama kali mempunyai handphone waktu duduk di kelas 5 SD. Kala itu dapat lungsuran Samsung Galaxy dari kakak. 

Saya masih ingat betul, aplikasi yang saya unduh adalah Blackberry Messenger. Di sana terdapat pembaruan status kontak yang biasanya teman-teman mengunggah quotes ringan. Macam-macam. Di media sosial lain, Instagram, justru lebih banyak dan variatif. Kurang lebih seperti ini:

Hasil tangkapan layar sebuah quotes, sumber: koleksi pribadi
Hasil tangkapan layar sebuah quotes, sumber: koleksi pribadi

Dari foto di atas sudah dapat dilihat kan, ya, bahwa saya suka mengoleksi quotes-quotes terutama yang menggambarkan perasaan saya.

Lama Lama Nulis Juga

Usia remaja, kalau sudah diterpa rasa cinta, bablas. Sudah makan atau belum hari ini, tidak penting, yang penting bisa melihat doi satu hari saja sudah cukup. Apalagi kalau sudah galau, haduh, keluar semua kata-kata galau di statusnya. Eh, seperti saya dulu, dong? 

Kurang tahu "sumbernya" dari mana, yang jelas waktu itu saya merasa ada yang kurang kalau tidak menulis apa yang saya rasakan. Mungkin ini lah awalnya saya menulis: pengalaman jatuh cinta dan rasa sakitnya.

Status Saya di Tahun 2017, dokumen pribadi
Status Saya di Tahun 2017, dokumen pribadi

Oh iya, status saya ini hanya untuk saya sendiri. Ya... zaman dulu saya masih malu-malu, takut dikira alay (walaupun sebenarnya memang alay). Saya juga tidak merasa perlu tulisan saya ini dibaca banyak orang, hanya untuk membebaskan rasa sesak diri sendiri. 

Saya sadar, rasa sesak itu adalah teman perjalanan hidup manusia. Kita akan selalu merasakannya sampai nanti kita tua. Tak hanya sesak, tapi emosi-emosi yang lain seperti bahagia, kecewa, disayangi, puas, dan lain-lain. Sehingga pasti akan selalu ada inspirasi tulisan di hidup ini.

Belajar Konsisten

Saat saya menginjak jenjang SMA di sebuah sekolah yang baru berdiri (waktu itu tahun 2018, saya adalah angkatan pertama), saya menyadari bahwa kesempatan ini merupakan momen penting yang perlu diabadikan.

Jarang-jarang loh ada yang mendapat kesempatan bersekolah di boarding school (sekolah berasrama) baru dan bergengsi. Terbesit pikiran untuk menulis karena bagi saya satu-satunya yang dapat mengabadikan pengalaman dengan presisi kala itu adalah melalui tulisan. Saya akhirnya bertekad menulis setiap hari di buku diary yang saya namai Journey. 

Buku Journey, dokumen pribadi
Buku Journey, dokumen pribadi

Gaya tulisan yang saya pilih adalah sajak. Kejadian satu hari dirangkum menjadi sebuah sajak, syukur -syukur bisa melahirkan dua atau bahkan tiga.

Ternyata, menulis tiap hari tidak semudah itu kawan. Di samping kesibukan bersekolah setiap hari, kewajiban berasrama, dan mengerjakan tugas harian, saya masih harus meluangkan waktu untuk buku notes ini. 

Sebenarnya cukup ringan, materi yang ditulis hanya seputar kegiatan satu hari, tetapi merangkai kata-kata yang lebih puitis sungguh menguras tenaga. Pernah waktu itu, saya menunda 1 minggu. Akhirnya jadi terbebani sendiri. Mau tidak mau ya tetap harus menulis karena itu sudah menjadi komitmen awal.

Ukuran buku ini kecil, bisa dimasukkan saku rok. Jadi saya kemana-mana pasti mengantongi buku ini. Dulu saya sangat marah ketika ada yang merampas buku ini sewaktu saya secara sembarangan meletakkan di atas meja. 

Mereka membacanya keras-keras di depan teman-teman yang lain. Bahkan ada yang membocorkan ke guru, ia bilang saya bisa bikin puisi. Padahal, saya saja geli baca tulisan sendiri.

Journey #1 dan Journey #2, dokumen pribadi
Journey #1 dan Journey #2, dokumen pribadi

Sampai hari ini, saya punya 3 buku Journey. Saya berhenti menulis tatkala berada di sebuah toxic relationship. Maklum, sudah tidak memiliki tenaga untuk menulis.

Bertemu Kompasiana

Menginjak bulan terakhir di SMA, kakak saya memperkenalkan Kompasiana. Ia adalah kompasianer yang sudah cukup lama bergabung. Tulisan-tulisannya sering dibagikan di grup Whatsapp keluarga, tapi saya lebih sering membaca judulnya saja, lalu skip, malas membaca (Jika kakak saya membaca: maaf ya Mas, sekarang sudah tidak kok). 

Saya pikir platform ini seru juga, saya bisa menulis "sajak receh" milik pribadi tanpa takut dihakimi oleh teman-teman saya. Tulisan pertama saya di Kompasiana langsung mendapat label pilihan (klik di sini). Langsung ketagihan deh untuk menulis lagi sampai bisa tembus artikel utama.

Sialnya, setelah menulis beberapa artikel di kemudian hari saya tak kunjung mendapat label yang diincar. Justru ada yang tidak mendapat label apapun. 

Sajak The Universe yang Tidak Mendapat Label Apapun, dokumen pribadi
Sajak The Universe yang Tidak Mendapat Label Apapun, dokumen pribadi

Syukurlah baru kemarin artikel saya tembus label artikel utama. Benar-benar dream come true! (Bisa dibaca di sini). Tembus satu saja sudah sujud syukur, apalagi kalau banyak kan ya? Xixixi.

Meski belum bisa mendapat label-label "dewa", K-Rewards, maupun juara menulis dari acara manapun, saya sudah sangat bersyukur hari ini bisa membagikan isi hati di Kompasiana dan dibaca oleh banyak orang. 

Saya menjadi semakin berani menulis di Kompasiana karena kemarin baru saja dikomentari oleh pujangga idola saya, sebut saja Mas SC. Katanya puisi saya yang ini bagus. Wah, apa engga meleleh itu? Dipuji langsung oleh Sang Maestro. 

Ya begitulah kira-kira perjalanan saya mengolah rasa menjadi karya. Semoga cerita perjalanan saya ini bisa memberi sedikit inspirasi dan hiburan bagi pembaca sekalian.

Belum dapat pencapaian yang "Wah"? Jalan terus saja, siapa tahu besok menerbitkan buku sendiri. Amin.

Pokoknya gas terus saja. Dikatai jelek ya coba lagi. Dikatai kurang pas ya tulis lagi. Toh tulisan ga akan jadi usang. 

Yuk belajar nulis tipis-tipis supaya besok waktu skripsian lancar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun