Usia remaja, kalau sudah diterpa rasa cinta, bablas. Sudah makan atau belum hari ini, tidak penting, yang penting bisa melihat doi satu hari saja sudah cukup. Apalagi kalau sudah galau, haduh, keluar semua kata-kata galau di statusnya. Eh, seperti saya dulu, dong?Â
Kurang tahu "sumbernya" dari mana, yang jelas waktu itu saya merasa ada yang kurang kalau tidak menulis apa yang saya rasakan. Mungkin ini lah awalnya saya menulis: pengalaman jatuh cinta dan rasa sakitnya.
Oh iya, status saya ini hanya untuk saya sendiri. Ya... zaman dulu saya masih malu-malu, takut dikira alay (walaupun sebenarnya memang alay). Saya juga tidak merasa perlu tulisan saya ini dibaca banyak orang, hanya untuk membebaskan rasa sesak diri sendiri.Â
Saya sadar, rasa sesak itu adalah teman perjalanan hidup manusia. Kita akan selalu merasakannya sampai nanti kita tua. Tak hanya sesak, tapi emosi-emosi yang lain seperti bahagia, kecewa, disayangi, puas, dan lain-lain. Sehingga pasti akan selalu ada inspirasi tulisan di hidup ini.
Belajar Konsisten
Saat saya menginjak jenjang SMA di sebuah sekolah yang baru berdiri (waktu itu tahun 2018, saya adalah angkatan pertama), saya menyadari bahwa kesempatan ini merupakan momen penting yang perlu diabadikan.
Jarang-jarang loh ada yang mendapat kesempatan bersekolah di boarding school (sekolah berasrama) baru dan bergengsi. Terbesit pikiran untuk menulis karena bagi saya satu-satunya yang dapat mengabadikan pengalaman dengan presisi kala itu adalah melalui tulisan. Saya akhirnya bertekad menulis setiap hari di buku diary yang saya namai Journey.Â
Gaya tulisan yang saya pilih adalah sajak. Kejadian satu hari dirangkum menjadi sebuah sajak, syukur -syukur bisa melahirkan dua atau bahkan tiga.
Ternyata, menulis tiap hari tidak semudah itu kawan. Di samping kesibukan bersekolah setiap hari, kewajiban berasrama, dan mengerjakan tugas harian, saya masih harus meluangkan waktu untuk buku notes ini.Â
Sebenarnya cukup ringan, materi yang ditulis hanya seputar kegiatan satu hari, tetapi merangkai kata-kata yang lebih puitis sungguh menguras tenaga. Pernah waktu itu, saya menunda 1 minggu. Akhirnya jadi terbebani sendiri. Mau tidak mau ya tetap harus menulis karena itu sudah menjadi komitmen awal.