Pada tahun 1855, Kuyper melanjutkan studinya di Universitas Leiden, di mana dia mempelajari teologi. Di sini, dia dipengaruhi oleh pemikiran teologis Calvinisme yang kuat, yang kemudian membentuk dasar pemikirannya dalam mengembangkan pandangan dunia yang holistik dan menyeluruh. Selama masa kuliahnya, Kuyper juga aktif dalam kegiatan mahasiswa dan terlibat dalam berbagai diskusi intelektual yang memperdalam pemahamannya tentang teologi dan filsafat.
Setelah menyelesaikan studinya, Kuyper ditahbiskan sebagai seorang pendeta pada tahun 1863. Namun, minatnya tidak terbatas pada pelayanan gerejawi semata. Dia juga tertarik pada bidang politik dan jurnalisme, dan segera mulai menulis artikel tentang berbagai isu sosial, politik, dan agama yang memengaruhi masyarakat Belanda pada saat itu.
Pada tahun 1874, Kuyper mendirikan surat kabar harian yang berpengaruh, "De Standaard" ("The Standard"), yang menjadi platform bagi pemikirannya yang semakin berkembang tentang hubungan antara iman Kristen dan kehidupan sehari-hari. Melalui tulisannya, Kuyper membela prinsip-prinsip Calvinisme Neoreformasi dan menyerukan untuk memperkuat kedudukan agama dalam masyarakat.
Puncak karir politik Kuyper adalah ketika dia terpilih sebagai perdana menteri Belanda pada tahun 1901. Sebagai seorang politisi, dia memperjuangkan hak-hak agama dan kebebasan beragama, serta mendorong reformasi sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi rakyat .
Namun, inti pemikiran Kuyper terletak pada pandangannya tentang kedaulatan Allah atas semua bidang kehidupan. Kuyper percaya bahwa tidak hanya gereja yang berada di bawah otoritas Allah, tetapi juga institusi-institusi lain seperti keluarga, pemerintahan, dan bisnis. Konsep "spheres" atau bidang-bidang kehidupan ini menjadi dasar bagi pemikirannya tentang hubungan antara agama dan dunia, termasuk dalam konteks ekonomi dan bisnis.
Pemikiran Kuyper tentang ekonomi dan bisnis menekankan pentingnya moralitas, keadilan, dan tanggung jawab sosial sebagai bagian integral dari tata kelola ekonomi yang baik. Baginya, ekonomi dan bisnis bukan hanya masalah teknis atau finansial, tetapi juga dimensi moral yang membutuhkan perhatian serius.
Oleh karena itu, konsep-konsep seperti tanggung jawab sosial perusahaan, keadilan ekonomi, dan kerja sama antar bidang kehidupan menjadi sentral dalam pemikirannya tentang bagaimana kita harus menjalankan ekonomi dan bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam nilai nilai Kristiani.
Pemikiran Abraham Kuyper, seorang teolog, politisi, jurnalis dan filsuf Belanda abad ke-19ini  memiliki relevansi yang luar biasa dalam konteks ekonomi dan bisnis, terutama ketika diterapkan pada kondisi sosial-ekonomi Indonesia saat ini. Kuyper, sebagai tokoh terkemuka dalam aliran Neo-Calvinisme membawa konsep-konsep teologis ke dalam domain publik, termasuk dalam pemahaman tentang ekonomi dan bisnis.
Di Indonesia, di mana agama, politik, dan ekonomi seringkali saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, memahami pemikiran inti Kuyper dapat memberikan wawasan yang berharga bagi para pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan dan mengelola sektor ekonomi.
Salah satu konsep sentral dalam pemikiran Kuyper adalah konsep "spheres" atau bidang-bidang kehidupan yang berbeda yang semuanya berada di bawah kedaulatan Allah. Kuyper memandang bahwa tidak hanya gereja yang berada di bawah otoritas Allah, tetapi juga institusi-institusi lain seperti keluarga, pemerintahan, dan juga bisnis dan ekonomi.
Dalam konteks ekonomi dan bisnis, pandangan Kuyper menekankan pentingnya moralitas, keadilan, dan tanggung jawab sosial sebagai bagian integral dari tata kelola ekonomi yang baik. Bagaimana konsep-konsep ini dapat diaplikasikan dalam konteks Indonesia modern?