Mohon tunggu...
Mar Sahid
Mar Sahid Mohon Tunggu... Guru - Profesiku pendidik dan penggiat literasi

Aku lahir di yogya 53 tahun lebih 5 bulan 7hari. Saat ini tinggal di pekanbaru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menata Suasana di Ujung Teja

11 Juli 2020   16:22 Diperbarui: 11 Juli 2020   16:12 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menata Suasana Di Ujung Teja

MaryatiArifudin, 11 Juli 2020

Menanti teja nan elok membuat hati ceria. Teja hadir menyapa tersenyum pertanda bersahabat. Kadang teja tersenyum semburat. Mengapa dikau teja tak bersahabat?

Teja di KBBI diartikan cahaya (awan) yang merah kekuning-kuningan kelihatan di kaki langit sebelah barat ketika matahari terbenam. Hadirnya teja sangat elok dipandang, namun kapan datangnya tak bisa ditebak. Siapakah teja sesungguhnya?

Kata orang jawa urip iki mung mampir ngombe  artinya hidup itu hanya singgah minum saja. Pepatah jawa ini, mengandung hikmah untuk hati-hati meniti hidup. Menyiapkan bekal untuk hari esok agar bermakna.

Sejatinya sistem tubuh telah mengatur kebutuhan air itu secukupnya saja. Tidak boleh berlebih tidak boleh kurang agar tetap terjaga kebugaran tubuh. Sistem kekekalan tubuh telah memberi rambu-rambu khusus. European Food Safety Authority menyatakan bahwa kebutuhan air putih perhari  minimal 2 liter laki-laki dan 1.6 liter bagi wanita.

Minum or ngombe di dunia hanya sebatas singgah. Hendaknya, hidup harus dipersiapkan dan menjaganya agar tetap prima. Pilih minuman bermanfaat demi menjaga kesehatan bukan minuman sembarangan. Setelah itu, jagalah adab bagaimana minum yang tepat.

Anas bin Malik radhiallahu'anhu menceritakan, "biasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bernafas tiga kali ketika minum. Dan beliau bersabda: 'Sesungguhnya dengan begini haus lebih hilang, lebih lepas dan lebih enak". (HR. Al Bukhari 5631, Muslim 2028)

Hadits diatas mengajarkan pada seluruh manusia, agar cerdas menyikapi cara berminum.  Teknik minum yang sehat ala Baginda Nabi SAW dengan cara diteguk bulan disruput, bukan diglontorkan. Hal-hal yang kecil ini, sering kita abaikan. Wajar saja, kondisi tubuh kita sering tidak prima.

Renungkan! Minum sesungguhnya kebutuhan setiap insan. Aturan minum terbaik adalah duduk dengan tangan kanan. Teguk tidak langsung sekali habis dalam satu bejana. Tarik nafas diluar bejana gelas baru minum kembali. Hidup itu ada aturan yang wajib  dijalankan, agar hadir keberkahan dalam menjalankannya.

Kiat-kiat agar mampu menjalani keberkahan hidup. Dalam surat Al Baqarah ayat 249 agar mengambil air seciduk saja. Hal ini, sesuai dengan falsafah jawa "Urip Iku Mung Mampir Ngombe".

Al Baqarah ayat 249 mengajarkan kehidupan yang berarti: Maka ketika Thalut membawa bala tentaranya, dia berkata, "Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Dan barangsiapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan." Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka.

Ajaran yang lurus ini, selalu mengingatkan hanya sedikit golongan yang mampu mengikuti aturan-Nya. Hanya orang-orang terpilih yang mampu menjalani dan menyakini akan berjumpa dengan Tuhannya. Berjumpa dengan Tuhan perlu persiapan khusus. Apa yang dapat diperbuat?

Perhatikan burung mampu mengepakkan sayapnya. Sayap yang begitu penting ia selalu merawatnya. Ia sadar tanpa sayap tak akan mampu menembus sejuknya  udara. Si burung selalu punya cerita, nah kita mau seperti apa untuk menyambut teja di ufuk barat saat usia senja. Mengingat usia kita masih tersedia dan tersisa untuk menata suasana di ujungTeja.

Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang kafir itulah orang yang zhalim. (Qs 2 : 254)

Memaknai di ujung teja agar hidup penuh dengan kebermaknaan. Berinfak tidak harus dengan harta, berinfak bisa dengan karya. Berkarya melibatkan seluruh potensi yang ada pasti banyak peluang terbuka. Tinggal memanfaatkan suatu peluang menata suasana di ujung teja.

Amal kebanggaan apa yang harus kita siapkan? Miniminal mampu mempersiapkan sisa hidup agar bermanfaat. Ambil peluang bermakna untuk sebuah karya agar mampu menyambut Taja di ufuk barat dengan ceria.

Tuliskan apa saja yang ada disekitarmu, tuliskan apa yang hendak engkau tulis. Buang ternak alasan gantikan dengan ternak tulisan yang bermanfaat untuk menyampaikan suatu pesan kebaikan. Buatlah karya berupa tulisan hingga nafas finis dan tebar kebaikan sampai habis.

Jazad telah tiada, namun kemanfaatannya berlangsung cukup lama bahkan untuk selamanya dengan membuat karya tulis nyata. Langkah utama mencari makna dengan membaca serta mengikat makna dengan tulisan. Tebarkan kebaikan buat orang lain dengan menulis sambil menunggu teja di ujung senja. Sehingga, wajah teja tidak terlihat semburat di ufuk senja.

Referensi: [1] [2]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun