Secara etimologi dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu d`a,yad`, da`wan, du`, yang diartikan dengan mengajak, menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan. Berbeda dengan khutbah dan tabligh. Tabligh yang berarti penyampaian atau menyampaikan, dan khutbah yang berarti ceramah atau pidato. Tapi ketiganya memiliki tujuan yang sama yaitu, untuk mengajarkan umat tentang Islam, memberi nasihat dan peringatan, serta menyeru ke jalan Allah SWT.Â
Dalam pembahasan kali ini, akan membahas tentang metode-metode dakwah dalam surat Ali-Imran ayat 104 dan Al-Nahl ayat 125. Sebelum itu, para dai dan organisasi Islam di Indonesia menggunakan berbagai metode dakwah untuk menyampaikan pesan mereka. Ada yang berbicara dengan lemah lembut, tegas, atau terkesan memaksa. Dalam surat Al-Nahl ayat 125 yang berbunyi:Â
Â
Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."Â
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa, ada metode berdakwah yaitu al-hikmah, al-mau`izhah al-Hasanah.
1. Al-Hikmah
Ditinjau dari segi terminologi, hikmah merujuk kepada pengertian ketepatan berkata dan bertindak dan memperlakukan sesuatu secara bijaksana. Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilaksanakan atas dasar persuasif yaitu menurut KBBI bersifat membujuk secara halus (supaya menjadi yakin).Â
Al-Qahtany menyatakan bahwa dalam hal metode dakwah, hikmah tidak terbatas pada dakwah dengan ucapan yang lembut, targhb (nasihat motivasi), kelembutan, dan amnesti, seperti yang selama ini dipahami banyak orang. Sebaliknya, hikmah adalah metode dakwah dengan kedalaman rasio, pendidikan, nasihat yang baik, dan dialog yang baik dengan para penentang zalim, hingga mencakup kecaman, dan ancaman. Ini menunjukkan bahwa pendekatan hikmah adalah dasar dari semua metode dakwah, dengan fokus utama pada penentuan pendekatan terkait dengan kelompok mad'u yang dihadapi.Â
Dengan demikian hikmah itu mengandung arti menjaga kondisi dan keadaan manusia, sehingga seorang dai harus menggunakan cara yang sesuai dengan kondisi dan keadaan orang yang didakwahinya, karena manusia memiliki pemahaman dan keilmuan yang berbeda, emosi yang berbeda, dan cara mereka melihat kebenaran.Â
2. Al-mau`izhah al-Hasanah. Â