Mohon tunggu...
Marnida Tampubolon
Marnida Tampubolon Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ibu rumah tangga yang nyambi kerja jadi buruh. Keluargaku adalah hartaku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelarangan Jilbab di Bali (Ternyata Hanya Hoax?)

21 Agustus 2014   19:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:57 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu saya melihat status beberapa teman mengenai pelarangan Jilbab di Bali yang banyak dimuat beberapa media (atau blog berita?) online. Seperti :

http://news.fimadani.com/read/2014/08/12/hypermart-bali-resmi-larang-karyawati-berjilbab/

http://www.arrahmah.com/news/2014/08/14/atas-desakan-komunitas-hindu-bali-hypermart-larang-karyawati-berjilbab.html

http://www.pkspiyungan.org/2014/08/hypermart-bali-larang-karyawati.html

Saat melihat status-status tersebut saya belum terlalu menanggapi, karena saya juga belum tahu apakah berita itu sepenuhnya benar. Walaupun berikutnya saya membaca berita online lainnya yang membantah berita pelarangan jilbab tersebut.

Lalu saya juga membaca tulisan seorang kompasianer http://sosbud.kompasiana.com/2014/08/14/larangan-jilbab-di-bali-berpotensi-mengancam-integrasi-nasional-680132.html ; yang sebelumnya saya tertarik dengan tulisan beliau http://sosbud.kompasiana.com/2014/08/21/sara-sesuatu-yang-ada-dan-tak-perlu-diingkari-681667.html. Saya menjadi tergelitik untuk membuat tulisan ini, karena yang awalnya saya pikir dari tulisan mengenai ‘sara sesuatu yang ada dan tak perlu diingkari’, penulis adalah seseorang yang mendukung perbedaan namun menghargai keharmonisan yang dapat terjalin di atas perbedaan. Namun lalu saya melihat tulisan beliau mengenai ‘Larangan Jilbab di Bali berpotensi mengancam Integrasi Nasional’.

Lalu saya mencari kembali berita mengenai pelarangan pemakaian jilbab ini. Dari beberapa sumber di bawah ini saya mendapati alur yang berbeda dengan berita-berita online sebelumnya. Sepertinya awalnya ada surat edaran dari perusahaan-perusahaan BUMN kepada karyawannya pada Ramadan lalu, agar memakai pakaian muslim. Mungkin terjadi kesalahpahaman, mengingat di Bali mayoritas bukan muslim. Jadi dari karyawan yang non muslim keberatan jika diwajibkan menggunakan jilbab. Akhirnya ada gerakan dari The Hindu Center Of Indonesia dibawah pimpinan Dr.Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna yang meminta agar surat seperti itu tak berlaku di Bali. Dengan adanya keberatan dari The Hindu Center, akhirnya kepala BUMN di Bali meniadakan surat itu, akhirnya soal pemakaian busana muslim itu tidak wajib berlaku untuk semua. Tidak wajib bukan berarti tidak diperbolehkan. Jadi menurut Dirjen Bimas Hindu Kemenag Ida Bagus Yudha Triguna, yang terjadi di lapangan, umat Hindu Bali tetap menghormati kehidupan beragama yang lain.

Sumber : http://news.detik.com/read/2014/08/18/075556/2664720/10/soal-isu-jilbab-dirjen-bimas-hindu-kawan-hindu-di-bali-tetap-sangat-toleran


Lalu mengenai surat edaran yang dikeluarkan oleh hypermart yang dimuat di sumber sebelumnya, darisurat tersebut menurut saya kurang dapat disimpulkan apakah memang karyawan di hypermart ‘dilarang untuk memakai kerudung dan peci’ ataukah ‘pemakaian kerudung dan peci’ menjadi tidak diwajibkan. Tentunya 2 hal ini adalah hal yang jauh berbeda dan dapat dipelintir menjadi isu yang sangat sensitif. Jika memang karyawan di hypermart ‘dilarang untuk memakai kerudung dan peci’ hal ini kurang bijaksana dan tidak menghargai keyakinan orang lain. Namun jika ‘pemakaian kerudung dan peci’ menjadi tidak diwajibkan, ini adalah kebijakan untuk tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain.

Saya juga mendapat sumber berita lokal di Bali yang membahas mengenai pelarangan jilbab ini. http://metrobali.com/2014/08/07/pelarangan-jilbab-di-bali-jadi-topnews-di-fanpage-metro-bali/

Menurut saya toleransi antar suku, ras, agama dan golongan itu bukanlah sesuatu yang mudah dicapai. Bahkan Indonesia sendiri masih akan berproses untuk menghargai perbedaan. Namun sepertinya kurang bijak jika kita menjadi pihak yang turut menelan mentah-mentah isu yang dapat memecah belah bangsa, dan turut serta menyebarkan atau memberikan opini yang memperkeruh suasana. Mudah-mudahan Indonesia dapat mempertahankan predikat sebagai negara yang sangat menghargai perbedaan dan toleransi beragamanya sangat tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun