Iya betul,ini tentang grup sebelah yang sangat ramai itu. Isinya pedagang semua,semua berusaha menjual produknya masing-masing. Pada saat tertentu, anggota grup super sibuk itu mengupload produknya masing-masing. Apakah itu yang kita inginkan?
Kebebasan Pribadi
Teknologi telah membawa kita sejauh ini. Menyeret kita bahkan, dari ruang privat menuju ruang publik. Sebagian wajar, sebagian lagi keblinger. Seorang teman mengupload (maaf) daleman seorang perempuan yang secara tidak sengaja menyangkut di tas bawaannya. Si perempuan ini naik sepeda motor. Dengan sosial media, taraaa jadilah pergunjingan. Terakhir, tentang seorang anak (kabarnya masih SD) yang mengupload foto pribadinya bersama seorang anak laki-laki di media sosial. Akhirnya jadi pembicaraan hangat di media sosial. Update sih, tapi apakah ini yang kita inginkan?
Jujur saya sudah buka wikipedia tentang definisi hak asasi, tapi bikin bingung,maklum faktor U: umur, hehehe.
Udah,gampangnya begini. Hukum mengatur kita memiliki hak asasi, salahsatunya adalah hak asasi pribadi, yaitu hak yang berkaitan dengan dengan kehidupan pribadi anda. Nah,kita memang berhak untuk mengupload,men-share sesuatu disekitar kita. Tapi jangan berlebihan. Sebelum menggunakan hak,coba pahami dulu soal kewajiban. Bagaimana kewajiban kita terhadap sesama manusia, kepada yang lebih kecil, kepada sesama pengguna jalan umum, dan lainnya.
Sebagian literatur soal hak dan kewajiban ini kosong, ga ada komentar, hehehe. Artinya definisinya mungkin bikin bingung atau pointnya kebanyakan, lebih banyak dari point kesepakatan renville. Mau tau? Ini nih literaturnya:
Menurut Prof. Notonagoro, Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melalui oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain manapun juga yang pada prisnsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.Â
Teknologi Pribadi
Saya bikin istilah sendiri,kalau nggak setuju nggak apa-apa. Intinya yang saya maksud begini; Teknologi sudah menyentuh ruang-ruang pribadi dan terus menjejali kita dengan informasi. Sebagian bernas sebagian hoax, yang sayangnya tersebar massif karena ada peran pihak ketiga; media sosial. Media ini baik untuk kontrol publik, tapi bisa jadi senjata ampuh membunuh ruang interaksi sosial.
Coba cek grup whatsapp, blackberry messenger, line, wechat atau media lainnya. Orang-orang saling bertukar informasi, berebut mengemukakan pendapat. Apa yang didapat? Kadang bernas dan banyak buang-buang waktunya, hehehe. Jangan baper ahh.
Di grup WA Â yang semula saya ikuti misalnya, semula ok dan no problem. Kian lama kian massif dan anggota grup semakin banyak. Setengah hari ditinggal beraktivitas, pending chat mencapai 300. Sebagai anggota grup saya akan penasaran membaca pembicaraan apa yang saya lewatkan, yang waktu untuk membacanya bisa lebih lama dari perjalanan kendaraan 20km. Infonya banyak, tapi sebagian besar tidak saya butuhkan.
Media facebook juga misalnya. Berapa waktu yang anda habiskan untuk ‘sekedar’ membaca status teman (yang bisa saja tidak anda kenal di dunia nyata) dan mengomentarinya. Sebagian kontennya sekarang share info dari media massa non mainstream yang kebenarannya diragukan. Lucunya, sebagian besar penyebar info tersebut bahkan tidak membaca apa isi berita sesungguhnya dari status yang mereka share.
Media War
Perang media memang tidak bisa dielakkan. Berebut menyebarkan informasi pertama kali, mengomentari status orang penting dengan komentar yang samasekali tidak penting. Menyebarkan kebencian, dan sebagainya. Bijaklah dengan senjata ditangan anda, gadget anda. Iya anda :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H