Mohon tunggu...
Marlina Wijayanti
Marlina Wijayanti Mohon Tunggu... -

sadar, ini mimpi hidup di dalam mimpi|namun, jadilah pemimpi yang profesional|layaknya burung yang terbang bebas, menguasai hamparan langit|BIOLOGI hijau.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Percayalah, kampung kesedihan selalu berlalu.

15 Januari 2014   21:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Percayalah, kampung kesedihan selalu berlalu.

Subhanallah, menghargai sesuatu termasuk hal yang teramat sulit juga(ternyata). Karena di dalam kata menghargai terselip satu kata, adalah “IKHLAS”. Bagaimana mungkin tidak sulit, ikhlas menerima harus selalu mencoba berdamai dengan ego kita. Sungguh, saya tidak menyalahkan siapapun dalam berpendapat, merancang kegiatan. Saya juga tidak ingin selalu mementingkan ego. Saya menulis ini, supaya hati ataupun rasa ingin yang besar ini terbalut kelegaan. Barangkali, teman saya membaca ini, sungguh saya menyayangi kalian semua. Waktu memang terus berjalan, bukan? Membawa kita dari satu tempat ke tempat lain. Memisahkan raga yang telah lama bersama. Membuat kita mengerti betapa, ketika kita telah nyaman dengan seorang sahabat dan harus berpisah mengisahkan kenangan yang termat indah. Kenangan yang jika dikenang membuat gundukan rasa “kangen”. Baiklah, saya hanya merasa tidak seberuntung kalian, sahabat. Bergelut dengan keadaan?sungguh, Saya tidak akan menang. Menelan ketidakbisaanku menikmati setiap candaan bersama kalian berarti aku harus menghargai keadaan skenario dari Tuhan. Belajar memahami makna kata ikhlas. Pun jika memang saya tidak bisa hadir, saya sungguh menginginkan bisa hadir, bercerita dengan kalian di lain waktu. Karena rasa rindu yang termat besar sehingga ego ini berkontraksi pada keadaan yang terhalang. Meski pertemuan yang terencana ini untuk kedua kalinya saya tidak bisa hadir, saya sungguh berdoa dalam hati. Semoga ego ini selalu luruh karena kenangan yang terukir amat indah. Semoga untuk pertemuan kesekian kali, saya dapat hadir menikmati candaan, senyum, dan cerita bersama kalian. Karena kampung kita tak akan pernah sepi. Kampung yang dihuni beragam senyum,dan semangat yang luar biasa. Dimana ketika kesediahan merenggut kebahagiaan maka akan ada kebahagiaan lain yang menunggu. Percayalah, kampung kesedihan hanyalah ilusi, akan terus berlalu seiring penghuni selau tersenyum. saya hanya percaya pada Tuhan, jikalau hari ini banyak kesedihan yang membalut maka suatu hari nanti kebahagiaanlah yang akan merobek balut kesediahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun