Mohon tunggu...
T. Marlina Pasaribu
T. Marlina Pasaribu Mohon Tunggu... Lainnya - T. Marlina Pasaribu / NIM : 55520110030

Halo... Saya Marlina

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 2 Prof Dr. Apollo - Tax Avoidance

18 Mei 2021   23:11 Diperbarui: 19 Mei 2021   13:27 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manajemen Perpajakan (Tax Management) adalah upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menerapkan fungsi-fungsi manajemen agar pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan berjalan efisien dengan tujuan untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan minimum, salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk mengoptimalkan beban pajak yaitu dengan melakukan Tax Avoidance

Lalu... apakah tax avoidance itu?

Tax avoidance dapat diartikan sebagai bagian dari perencanaan pajak (tax planning) yang dilakukan wajib pajak untuk meminimalkan jumlah pajak terutang perusahaan (penghematan pajak dengan memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara.

Mengapa Tax Avoidance dilakukan oleh wajib pajak?

 Tujuan wajib pajak melakukan Tax Avoidance adalah untuk dapat menghindari pajak, wajib pajak dapat memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang ada dalam undang-undang dan peraturan perpajakan, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Kita dapat melihat besarnya tax avoidance dari perbandingan kas yang dikeluarkan untuk biaya pajak dengan laba sebelum pajak.

Indikator Tax Avoidance

Indikator yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah wajib pajak menerapkan Tax Avoidance yaitu:

  • Wajib Pajak melakukan upaya untuk dapat membayar pajak lebih sedikit atau kurang dari yang seharusnya terutang dengan cara memanfaatkan/menginterprestasikan peraturan perpajakan dalam batas kewajaran.
  • Wajib Pajak melakukan upaya penundaan pembayaran pajak.
  • Wajib Pajak melakukan upaya pengenaan pajak bukan dari keuntungan yang diperoleh dengan sebenarnya.

Bagaimana upaya yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak dalam melakukan tax avoidance?

Skema-skema penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan wajib pajak adalah sebagai berikut :

1. Praktik Penghindaran Pajak Melalui Skema Transfer Pricing

gambar-tp-60a4aff28ede4830fc4a4562.jpg
gambar-tp-60a4aff28ede4830fc4a4562.jpg
  • Praktik Penggelembungan inter company cost adalah  yang biasanya dilakukan dalam praktik antara lain merupakan penggelembungan inter company cost melalui kewajiban membayar fee atas pemakaian jasa, seperti : jasa teknik, jasa manajemen dan jasa lainnya kepada induk perusahaan, dan induk perusahaan di luar negeri yang menentukan harga transaksi yang biasanya melebihi harga pasar wajar. Pembayaran wajib manajemen fee kepada induk perusahaan di luar negeri terasa ganjil bilamana struktur direksi dan komisaris telah berada lengkap di Indonesia. Praktik lainnya berupa pembayaran royalti atas pemakaian harta tidak berwujud yang wajib dibayarkan kepada induk perusahaan di luar negeri dan persentasenya ditentukan oleh induk perusahaan. Bahkan ketika anak perusahaan di Indonesia sedang mengalami kondisi merugipun, kewajiban membayar royalti tersebut tetap harus dilaksanakan. Bahkan biasanya, pada setiap periode tertentu, persentase royalti yang harus dibayar cenderung dinaikkan.
  • Praktik pembebanan biaya royalti atas pemakaian merek dagang milik induk perusahaan yang sebetulnya tidak perlu dilakukan.
  • Praktik meningkatkan biaya bahan baku dan/atau menurunkan jumlah penghasilan dari penjualan barang.
  • Praktik memperkecil omzet penjualan PT. PMA melalui transaksi maklon.
  • Praktik pinjaman pemegang saham melalui PT. PMA.

2. Praktik Penghindaran Pajak melalui Skema Thin Capitalization

gambar-thin-capitalization-60a4af9ed541df20f20aa942.jpg
gambar-thin-capitalization-60a4af9ed541df20f20aa942.jpg

Praktik Thin Capitalization adalah praktik penyetoran modal terselubung melalui pemberian pinjaman yang melampaui batas kewajaran. Dalam praktik Thin Capitalization ada tiga skema pemberian pinjaman yang dilakukan oleh wajib pajak badan yang berbentuk Penanaman modal asing di Indonesia, yaitu :

  • Skema Direct Loan : Skema dengan memberikan pendanaan langsung berupa pinjaman (bukan penyetoran modal tambahan) dari perusahaan induk kepada anak perusahaan (PT. DX) di Indonesia, yang mana anak perusahaan tersebut dalam kondisi merugi. Atas pinjaman tersebut anak perusahaan yang ada di Indonesia diharuskan membayar bunga kepada induk perusahaan di luar negeri. Beban bunga tersebut dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto PT.DX yang mengakibatkan keuntungan perusahaan tersebut akan menurun. Pendanaan yang diberikan dalam bentuk pinjaman tersebut menyebabkan perbandingan antara hutang dengan modal PT. DX menjadi tidak wajar.
  • Skema Paralel Loan : Skema pemberian pinjaman oleh perusahaan induk di Luar negeri dilakukan dengan cara tidak secara langsung diberikan kepada anak perusahaannya yang berada di Indonesia, tetapi dengan cara memberikan pinjaman kepada anak perusahaan dari induk perusahaan lain yang berada di Indonesia begitu juga sebaliknya.
  • Contoh : DX Ltd. yang merupakan induk perusahaan dari PT. DX Indonesia,  RM Ltd merupakan induk perusahaan dari PT. RM Indonesia, DX Ltd memberikan pinjaman kepada PT. RM Indonesia dan RM Ltd memberikan pinjaman ke PT. DX Indonesia. Dalam hal ini DX Ltd dan RM Ltd dimiliki oleh orang yang sama dari perusahaan di luar negeri.  Dengan menggunakan skema paralel loan merupakan cara yang lebih aman untuk dilakukan  karena pinjaman yang diberikan tidak langsung berasal dari induk perusahaannya, dengan skema ini  pihak kantor pajak tidak mengetahui adanya hubungan istimewa antara PT. DX Indonesia dengan RM Ltd. atau antara PT. RM Indonesia dengan  DX Ltd sehingga pihak kantor pajak tidak akan melakukan koreksi kewajaran tingkat bunga yang diperhitungkan.
  • Skema Back to Back Loan :  merupakan pendanaan dalam bentuk pinjaman secara tidak langsung yang diberikan dari induk perusahaan di luar negeri kepada anak perusahaan yang ada di Indonesia dengan cara induk perusahaan di luar negeri membentuk deposit di Bank yang berdomisili di Indonesia, lalu Bank dimana induk perusahaan yang menyimpan dananya di bank tersebut memberikan pinjaman kepada anak perusahaannya yang berada di Indonesia, dari skema ini  anak perusahaan yang berada di Indonesia tersebut akan membayar bunga kepada Bank yang memberikan pinjaman tersebut. Skema back to back loan ini merupakan skema yang lebih aman untuk dilakukan sama seperti skema paralel loan dikarenakan bunga yang dibayarkan oleh anak perusahaan yang berdomisi di Indonesia tersebut tidak akan dilakukan koreksi dikarenakan pihak kantor pajak tidak mengetahui dana yang dipinjamkan oleh Bank kepada anak perusahaan yang berdomisili di Indonesia tersebut merupakan dana deposit dari induk perusahaan di luar negeri.

3. Praktik Penghindaran Pajak Melalui Skema Treaty Shopping

gambar-ts-60a4afb4d541df20c64cb072.jpg
gambar-ts-60a4afb4d541df20c64cb072.jpg

Wajib pajak melakukan praktik treaty shopping agar dapat menikmati tarif pajak yang rendah dan fasilitas perpajakan lainnya yang terdapat dalam tax treaty. Penerapan praktik treaty shopping yang dilakukan oleh perusahaan penanaman modal asing yang berada di Indonesia yaitu dengan melakukan pendirian Special Purpose Vehicle (SPV) di negara yang memiliki tax haven.

Contoh

Sebuah perusahaan penanaman modal asing PT. IF Indonesia  mendirikan anak perusahaan di Netherland, Belanda yaitu I Finance Belanda merupakan salah satu negara yang masuk dalam category "treaty haven"). I Finance menerbitkan surat obligasi di Belanda atas obligasi yang diterbitkan I Finance mendapatkan dana dari obligor dan dana tersebut kemudian dipinjamkan ke PT IF Indonesia dengan menimbulkan kewajiban membayar bunga pinjaman. I Finance Belanda sebuah anak perusahaan yang didirikan oleh PT. IF Indonesia secara otomatis telah memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak dalam negeri /resident di negara Belanda. Atas skema yang dilakukan I Finance Belanda dapat memanfaatkan tariff pajak yang rendah dan fasilitas lainnya yang telah ditetapkan dalam Tax Treaty Indonesia-Belanda. Berdasarkan tax treaty  pasal 11 ayat (4) bahwa atas transaksi pembayaran bunga pinjaman lebih dari dua tahun dari PT. IF Indonesia kepada IF Belanda tidak terhutang PPh Pasal 26.

4. Praktik Penghindaran Pajak Melalui Skema Control Foreign Corporation (CFC).

gambar-cfc-60a4b0348ede48451e342472.jpg
gambar-cfc-60a4b0348ede48451e342472.jpg

Penghindaran pajak/ tax avoidance melalui skema Control Foreign Corporation (CFC) yang dilakukan dengan cara melakukan penundaan pengakuan penghasilan dari modal yang diperoleh atau bersumber dari luar negeri khususnya di negara yang berada dalam wilayah tax haven agar tidak terhutang pajak di dalam negeri.

5. Praktik Pemanfaatan Negara Tax Haven

gambar-tax-haven-60a4afdad541df31be4b8ef2.jpeg
gambar-tax-haven-60a4afdad541df31be4b8ef2.jpeg

Pemanfaatan Negara tax haven yang memiliki fasilias-fasilitas yang dapat digunakan untuk melakukan penghindaran pajak yaitu diberikannya diversifikasi investasi,strategi dalam menangguhkan beban pajak, pemberian perlindungan asset yang kuat, hasil investasai yang dibebaskan dari pengenaan pajak, pemberian fasilitas offshore banding atas keleluasaan serta privasi dan penghindaran restriksi mata uang.  

Kebijakan Anti Penghindaran Pajak di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah membuatkan payung hukum untuk melakukan pencegahan praktik penghindaran pajak yang sering dilakukan oleh pihak yang memiliki hubungan istimewa diatur dalam Undang Undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008 pada  pasal l8  yaitu:

1. Kebijakan Thin Capitalization

Upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk dapat mengurangi beban pajak dengan memperbesar nilai pinjamannya hal ini dilakukan agar dapat membebankan biaya bunga untuk dapat mengecilkan laba/keuntungan, Peraturan tentang penentuan besarnya perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Penghitungan Pajak penghasilan (Debt to Equity Ratio) diatur dalam UU PPh pada pasal 18 ayat 1 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.03/2015

2. Kebijakan pemanfaatan Tax Haven dan Controlled Foreign Corporation (CFC)

Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 650/KMK.04/1994 yaitu dalam hal pemanfaatan Tax Haven dan Controlled Foreign Corporation khusus dalam menetapkan saat kapan diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal  dari  badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

3. Kebijakan Transfer Pricing

Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa berdasarkan tingkat kewajaran/  arm's length princip serta menentukan besarnya utang sebagai modal.

4. Kebijakan Treaty Shopping

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan payung hukum yang dapat digunakan pihak kantor pajak dalam mengantisipasi praktik treaty shopping diatur dalam :

  • Surat Edaran DJP Nomor. 01/PJ.10/1994 mengenai peraturan tentang Surat Keterangan Domisili, tanggal 29 januari l994
  • Surat Edaran DJP  Nomor. 04/PJ.34/2005, tentang Penetapan Kriteria Beneficial Owner,  tanggal 7 juli 2005

5. Kebijakan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Kebijakan ini diatur dalam PER-32/PJ/2011 tentang penetapan Penerapan Prinsip Kewajaran/ arm's length principle atas Transaksi wajib pajak yang memiliki Hubungan Istimewa.

Daftar Pustaka/Lampiran:

  • Undang-Undang PPh No 36 Tahun 2008
  • PER No. 32/PJ/2011 Penerapan Prinsip Kewajaran/arm's length principle dalam transaksi  yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang Memiliki Hubungan Istimewa.
  • PMK Nomor 169/PMK.03/2015 tentang Penghitungan Pajak Penghasilan atas Penentuan Besarnya Debt to Equity Ratio.
  • Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 650/KMK.04/l994 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha di Luar Negeri yang Sahamnya Tidak Diperdagangkan di Bursa Efek.
  • KMK nomor l002/KMK.04/l984 Penentuan Pajak Penghasilan atas Perbandingan Hutang dan Modal Sendiri.
  • SE-22/PJ.4/l995, tanggal 26 April l995 tentang Dividen Dari Penyertaan Modal Pada Badan Usaha di Luar Negeri Yang Sahamnya Tidak Diperdagangkan di Bursa Efek
  • Surat Edaran DJP No.35/PJ.4/l995, Penegasan Lebih Lanjut Atas Penerimaan Dividen Dari Penyertaan Modal Badan Usaha dari Luar Negeri Yang Kepemilikan Sahamnya Tidak Diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, tanggal 7 Juli l995.
  • SE No.04/PJ.7/l993, Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing, tanggal 9 Maret l993
  • SE No.01/PJ.10/199, mengenai peraturan tentang Surat Keterangan Domisili, tanggal 29 Januari l994
  • SE No.04/PJ.34/2005, tentang  Penetapan Kriteria Beneficial Owner, tanggal 7 juli 2005

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun