Terdengar merdu tanpa jeda..
Telingaku mengawasi, suara apa gerangan mengusikku
Tak berbatas, terus berirama tanpa nadaÂ
Namun bukan pula suara lagu tanpa rima
Ah angin sepoi-sepoi membawa dedaunan kering  menggelinding
Menari-nari liukkan tubuh mereka bercampur rasa
mereka adalah daun-daun yang tercabut dari ranting
rapuh dan pasrah merelakan diri terbawa angin yang menggila
Owh... seperti itukah kawanan fakir yang dhuafa
merelakan tubuh mereka lapar walau telah berusaha
Akhir kata mereka pasrah atau main gila
merampas, mencuri, meminta-minta
Demi perut yang lapar, demi anak yang menangis
Demi melanjutkan perjalanan hidup yang tragis
Teh  hangatkupun kini menjadi dingin
sedingin hatiku membayangkan kesakitan
Bagaimana tidak, yang lapar semakin lapar
Yang kaya semakin kaya dan memancar
Terang bagaikan lampu yang takkan mati
Dan bangga tanpa ada rasa perduliÂ
Ah...teh manisku
Cukup kau yang pahami jiwaku...
*
@Lina_Hafs
Lombok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H