Mohon tunggu...
Lina Hafs
Lina Hafs Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Hanya seorang wanita sederhana yang senang menulis walau tak ada yang membaca...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mudik, Ngedumel karena Macet

19 April 2023   23:10 Diperbarui: 21 April 2023   17:10 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim mudik telah tiba...

"Ah ramai sekali jalanan tadi" kata Yayan menggerutu setibanya di rumah. Jalanan macet sebab hari ini ribuan orang mudik untuk berlebaran di kampung masing-masing. Yayan sendiri adalah seorang pemuda yang hidup sendiri di kota Mataram, 60 km dari rumah orang tuanya. Di kota Mataram Lombok Barat, ia memiliki rumah mungil yang di tempati sendiri, karena Yayan memang masih bujang. Terpisah dengan orang tua dan dua adiknya adalah pilihan yang di sebabkan faktor pekerjaan, Yayan adalah seorang konsultan yang kini bekerja di kota. Sementara orang tuanya tinggal di desa, perjalanannya tak begitu lama, jika normal hanya 45 menit saja sudah sampai. Tapi hari ini tak seperti biasa, "jalanan padat merayap pak, Yayan sampe stress di jalan" gumamnya pada bapaknya yang sedang asyik nonton tiktok dengan HP lebarannya. Si bapak hanya tersenyum dan tetap menonton, karena kehadiran anaknya adalah hal biasa, begitu juga saat Yayan akan pergi. 

Walau jarak tempuhnya tak jauh, tapi judulnya tetap mudik. Meninggalkan rumah tanpa penghuni, dalam jangka waktu yang lumayan lama. Bapaknya melirik Yayan yang melepas tas ranselnya dan membuka jaket kulitnya dengan wajah yang malas dan terlihat lelah. Yayan menyambung keluhannya "Bayangkan saja, biasanya Yayan sampe rumah hanya 1 jam, Nah ini... berangkat sejak siang tadi abis shalat dzuhur loh pak, dan baru nyampek sekarang" ... diam-diam dengan ekspresi tetap tenang bapak melirik jam di ponselnya dan saat itu sudah pukul 17 : 12 artinya jika Yayan berangkat pukul 13 : 00 dan sampai pukul 17 : 12 dia dalam perjalanannya 4 jam 12 menit, wadduch gawat juga yaa... 

Tak berhenti ngedumel, Yayan yang belum di balas sedikitpun oleh sang bapak bergegas ke kamar mandi sambil ngedumel lagi "udah rame, nggak ada yang mau ngalah, pada main serobot, kalau batal lebarankan mereka sendiri yang rugi" Yayan sambil menarik handuk milik adeknya yang sedang melambai-lambai di jemuran " Hush Yayan" tegur Ibunya "Bukannya kalau sampai rumah salaman yang sopan, wajahnya yang ceria ketemu orang tua, ini malah ngomel melulu sampe ngomong yang tidak baik" . Yayan sepertinya memang sangat kesal, ia berlalu begitu saja masuk ke kamar mandi. Ibunya tak menahannya, mungkin dengan dia mandi akan membuatnya lebih tenang, bukankah air adalah salah satu media yang menenangkan. 

Adzan magrib tiba, semua berkumpul di meja makan untuk berbuka kecuali Yayan yang terdengar sedang mandi. Keluarga kecil yang hanya terdiri dari ibu, bapak dan tiga anak itu menikmati berbuka dengan tenang dan kenyang. Tak lama, Yayan keluar dengan tubuh yang sudah segar, hanya menggunakan handuk saja dia berlari kecil ke arah kamarnya. Menaiki anak tangga dengan langkah sedikit bergegas karena waktu buka sudah lumayan lama, bahkan adiknya yang sulung sudah menghabiskan satu piring nasinya, bapak juga sudah selesai tapi masih menikmati sayur bening sebagai cuci mulutnya dan itu kebiasaan bapak. Yayan segera mengganti bajunya dan turun dengan rambut basah yang tak sempat di sisir, dia hanya menyisir rambutnya yang sedikit gondrong itu dengan jari tangannya dan sudah cukup baginya, yaaa...dia memang cowok yang sering merasa PD kalau sudah ganteng walau tak sisiran. Ah...Yayan

Wajahnya sudah tak berlipat-lipat lagi seperti saat baru datang, senyumnya sudah merekah dan nada bicaranya mulai nyaman di dengar. Assalamu'alaikum pak, dia menarik tangan bapaknya yang masih menyendok sayur bening. Lalu ia menemui ibunya di kursi sebelah dan mencium tangan ibunya, datangnya tadi salamannya sekarang..hmmm Yayan, gitu amat ya..

Dia mengambil posisi duduk di tempat biasa, keluarga ini memang punya posisi duduk di meja makan yang tetap tak tergantikan. Seolah-olah masing-masing kursi sudah ada tuannya. Bapak mulai buka pembicaraan, tetap tenang "Rumah sudah aman..?" Yayan menjawab cepat "Siap aman, komandan" otaknya sudah tak tegang lagi, diapun sempat-sempatnya mencubit pipi adik perempuan satu-satunya, usilnya sudah kambuh dan sebelum makan dia justru mencomoti kerupuk adik bungsunya yang sedari tadi sudah selesai makan tapi masih menyisakan beberapa krupuk unyil di piringnya.

"Lampu, air, pintu, jendela, semua sudah di periksa Yan..?" tanya bapak lagi tanpa membahas emosi Yayan saat baru tiba tadi. Bapak sudah menganggap itu selesai, karena bapak paham Yayan hanya capek dan emosi sesaat karena padatnya jalanan yang disebabkan mudik dari kota Mataram atau Lombok barat menuju Lombok tengah dan lombok timur. "Sudah pak, semua jendela dan pintu terkunci aman, kran utama air aman, AC sudah mati, kulkas kosong dan sudah Yayan cabut, lampu-lampu di matikan, gerbang juga sudah terkunci rapat, pokoknya amanlah pak" ujar Yayan sambil mengambil nasi lengkap dengan lauk pauknya, di awali dengan minum teh hangat Yayan mulai berbuka sendiri. 

"Iya bagus, kalau keluar rumah pastikan semua aman apalagi di tinggal lama seperti sekarang, kita harus pastikan kalau rumah aman saat mudik". Nasihat bapak yang sudah terlihat tak sanggup menghabiskan sayur bening karena kekenyangan. Di rumah Yayan  lampu teras, garasi dan di depan gerbang menggunakan lampu otomatis yang menggunakan sensor cahaya matahari. Jadi urusan lampu depan, aman tanpa harus repot-repot cetak cetek saklar terlebih dahulu. Karena Yayan tinggal di perumahan yang keamanannya di bayar perbulan, jadi urusan keamanan sudah di serahkan pada petugas keamanan komplek. Yayanpun sudah memastikan sampah-sampah di luar rumah, sehingga besok pagi petugas sampah tinggal mengangkut saja dan rumah bersih, aman dari aroma tak sedap. 

Bapak tak banyak bicara, karena Yayan masih makan dan tak baik bicara sambil makan. Hanya saja bapak ingin memastikan kondisi rumah Yayan yang di tinggal mudik apakan sudah aman. Rumah aman saat mudik itu penting, jangan sampai sudah tiba di tujuan baru teringat kalau kran kamar mandi masih hidup, AC masih aktif, atau mungkin kompor masih menyala. Perhatian dengan cara memeriksa semua dengan teliti itu perlu demi keamanan dari banyak hal, termasuk keamanan jalan masuknya orang-orang yang  mempunyai niat jahat. Jika punya peliharaan, mungkin sebaiknya di berikan perhatian untuk keamanan dan kenyamanan mereka, karena bagaimanapun mereka juga mahluk hidup yang harus kita perhatikan. Berani memelihara, harus berani bertanggung jawab. Di rumah Yayan tak mempunyai hewan peliharaan, tapi dia mempunyai beberapa koleksi bonsai yang juga butuh perhatian, setidaknya bonsai tak harus di beri makan setiap hari dan bisa bertahan hidup jika tidak di siram dalam jangka waktu yang lumayan lama. 

Selesai berbuka, keluarga kecil ini melaksankan shalat magrib berjamaah di mushala pribadi mereka, setelah itu bapak memberi sedikit nasihat islami untuk keluarga kecilnya. Setelah adzan isya terdengar, mereka bersama-sama berangkat menuju masjid dekat rumah untuk melaksanakan shalat fardhu dan shalat terawih berjamaah. Suasana sudah kembali nyaman tanpa ada lagi yang ngedumel, bahkan sepulang dari tarawih Yayan seringkali menggoda adik-adiknya dan di balas dengan keusilan adik-adiknya. Dengan berjalan kaki bapak dan ibu hanya tersenyum melihat ketiga buah hatinya saling bercanda dengan romantis. Rasa lelah ibupun terasa hilang setelah melihat senyum anak-anaknya. Ibu hari ini seharian sibuk loh membuat kue lebaran, di bantu anak perempuannya yang membantu sambil ngerecokin. Karena dia belum pandai jadi banyak cetakan kue yang gagal, tapi bagi seorang ibu anaknya mau ikut membantu walau hasilnya tidak cantik, sudah membuatnya bahagia. 

Sesampai di rumah, hal pertama yang di lakukan Yayan adalah mengambil toples kecil dan mengisi penuh toplesnya dengan kue buatan ibu, membawanya ke ruang tengah, mengaktifkan laptopnya dan memutar film, menonton sambil memeluk erat toplesnya. Ibu yang sudah memegang Al-Qur'an melihat kelakuannya dan langsung menegur "Yan, kok malah nonton film, ngaji donk". Ah dasar anak muda jawabnya enteng saja "ngajinya libur dulu bu, masih capek. Yayan healling dulu nich"... "Astagfirullahaladziiim..." gumam ibu, tapi dia mencoba memahami anaknya, semoga besok mau ngaji. Hati ibu emang kudu sabar menghadapi karakter anak yang berbeda, sementara adik perempuannya sudah menyetor hapalan pada bapak dan adik sulungnya masih membaca ayat pembuka sebelum mulai hapalan. Si bungsupun masih sempat ngumpetin HP di bawah sajadah, otaknya sedang berpikir untuk segera selesai setor hapalan dan main game. Ibu mengawasinya dan geleng-geleng, terciduk dan HP di amankan. Terkadang seorang ibu harus tegas demi kebaikan anak-anaknya walau terkadang tak sesuai dengan kata hati anaknya, di sisi lain dia juga harus bisa memaklumi tapi bukan berarti melakukan pembiaran. 

Semoga kita semua di berkahi dan mendapatkan keluarga yang sehat, bahagia. Keluarga adalah rumah ternyaman, dan rumah harus selalu aman. Salam sehat pembaca yang budiman...pastikan jika anda mudik semuanya sudah aman terkendali. 

dadadadadaaaaaaah....

@Lina_Hafs

#Lombok 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun