Belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, namun ternyata melupakan itu sulit.Â
Untukmu sang ambisius yang berteriak, suaramu terlalu keras membuat bising. Bicaramu terlalu tinggi banyak janji, laksana ayam jantan berkokok di waktu subuh lupa magrib masih sangat lama. Karena ambisimu logikamupun hilang, nyaris tenggelam. Akupun bingung dengan kosakatamu yang terlalu berat dan rancu tak terarah. Emosimu terlalu meluap-luap, hingga tuturmu menjadi tak beretika.Â
Sederhanakan...Â
Mungkin itu akan terlihat lebih bijak. Simpan kata-kata tajam itu, terlalu berat untuk mereka mencernanya. Bahasa tubuhmu tak perlu kau rekayasa, karena wibawa tak bisa di drama. Kenapa harus berteriak terlalu keras hanya karena ingin di dengarkan, kenapa kau tak tenangkan saja jiwa-jiwa mereka dengan cara bijakmu. Kenapa kau tak santunkan saja sikafmu sampaikan cintamu dengan bahasa tubuhmu yang teduh. Beri meraka rasa nyaman dan aman bagi setiap hati. Tak perlu kau terlalu lantang hingga suaramu menggema justru tak jelas terdengar.
Ambisius yang berdrama, sudahilah... aku muak dengan sikafmu. Â
Aku memilih mengurus hidupku sendiri. Mengurus keluargaku, anak-anakku, orang tuaku yang ku cintai. Aku enggan turut campur lagi dalam perkhelatan Politik yang mengecewakanku, Aku ingin berdamai dengan hidupku. Aku ingin menikmati masa-masa kebebasanku dari kata politik. Aku ingin duduk manis menikmati alunan lagu Ebiet G Ade yang menyentuh jiwa. Sudahlah...pergi saja kau..!! .. Â jangan ganggu aku lagi dengan bujuk rayumu itu. Aku bukan yang dulu lagi.... "lupa lagi nama penyanyinya"
@Lina_Hafs
#Lombok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H