Mohon tunggu...
Lina Hafs
Lina Hafs Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Hanya seorang wanita sederhana yang senang menulis walau tak ada yang membaca...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Berapa Harga Anak Anda?

29 Maret 2015   10:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:51 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika pertanyaan itu diajukan kepada kita, kira-kira berapa rupiah yang akan kita sebut...? Atau kita memilih jawaban yang biasa kita dengar, bahwa anak adalah harta yang tak ternilai harganya. Yang tak bisa ditukar dengan rumah mewah, mobil mewah, tumpukan perhiasan berharga atau bahkan dengan satu pulau sekalipun. Faktanya, benarkah kita sudah menghargai dan memperlakukan mereka sebagai sesuatu yang sangat istimewa. Duniawi dan wajar-wajar saja jika kita mencintai barang-barang nan istimewa apalagi harganya mahal, lihat saja ekspresi seseorang terhadap benda kesayangannya. Misalnya mobil mewah, seseorang akan merasa marah saat cat mobilnya tergores atau mungkin kaca spionnya dipecah, kata-kata makian yang sesungguhnya mempertaruhkan martabat diri begitu lancar terlontar lantaran yang dicinta diusik. contoh lain, seorang anak kecil yang belum paham makna keindahan memetahkan daun atau bunga kesayangan ibunya yang sudah susah payah di rawat yang bibitnya saja di beli dengan harga mahal, ekspresi si ibu mungkin tak jauh bereda dengan pemilik mobil tadi, ia bahkan tak sadar kalau anaknya jauh lebih berarti daripada sehelai daun bunga yang patah. Saya rasa kita semua yang mempunyai anak pernah merasa kesal kepada anak... Astagfirullahaladziim...

1427599076511083699
1427599076511083699
(dok.pribadi)

Pagi ini...minggu, 29 maret 2015 menjadi catatan harian bagi saya. Pagi tadi saya di buat kesal oleh anak saya yang masih duduk di kls satu Sekolah Dasar. Mungkin karena senang hari ini libur sekolah, ia dengan semangat lari menuju halaman rumah dengan niat akan bermain sepeda bersama teman-temannya di komplek rumah, tanpa sengaja tangannya menyambar bunga di atas meja kecil di salah satu ruangan yang ia lewati menuju halaman, "Braakk"... alangkah terkejutnya saya yang pagi tadi masih belum tuntas membereskan rumah, Ya Tuhan... betapa terkejutnya saya melihat vas bunga yang baru saja saya bersihkan dengan hati-hati kini hancur berkeping-keping, saya emosi dan langsung marah-marah, membentaknya bahkan saya sempat mencubit lengannya, vas bunga yang pecah itu adalah vas bunga yang menurut saya antik, bentuknya unik dan warnanya cantik, saya beli beberapa minggu yang lalu di Bali, dengan susah payah saya membawanya dari Bali ke Lombok, saya bungkus dengan baik, dan saya pastikan saat di bagasi bahwa dia dalam keadaan aman, berkali-kali saya pesan pada petugas bahwa itu barang pecah belah agar petugas tak menaruhnya sembarangan...dan sekarang... PECAH. Betapa hati saya rasanya ikut kesal sekali melihat barang yang saya anggap indah dan istimewa itu kini telah hancur berkeping-keping, di lem pakai castol, lem china, lem arab, Rajawali atau apapun juga ngk bakal bisa disatukan lagi karena pecahannya banyak yang berukuran kecil. Saya seperti sedang dirasuki setan, anak saya yang masih tertunduk merasa bersalah itu masih menangis di hadapan saya, ia tak melangkah selangkahpun dari posisinya sekalipun saya marah-marah dan mencubitnya. Entah mengapa saya begitu kesal, lalu saya meminta kepada anak saya masih dengan suara keras untuk masuk kamar dan tidak boleh main seolah saya sedang memberi hukuman atas kesalahan yang ia lakukan tanpa sengaja. Tapi saat beberapa langkah dia berjalan menuju kamarnya, tiba-tiba ia menjerit kesakitan... Ya Tuhan kakinya berdarah ia tertusuk beling vas, saya dengan spontan berteriak "anakku...Astagfirullah, Ya Allah Ya Allah" saya hanya bisa menyebut itu dan panik melihat banyaknya darah yang mengalir dari telapak kakinya, sayapun segera menelpon suami yang saat itu ikut gotong royong menebang pohon di rumah tetangga, ia segera datang dan membantusaya mengeluarkan beling yang masih tertancap di kakinya dan membalut lukanya sebelum kami membawanya ke Rumah Sakit, syukurnya rumah kami dekat dengan Rumah Sakit sehingga tak perlu waktu lama untuk sampai ke Rumah Sakit. Saya yakin teman-teman yang membaca tulisan saya ini pasti mengerti perasaan saya, apalagi seorang ibu. Seketika itu saya lupa dengan vas bunga yang indah, berharga, istimewa dan terbilang lumayan mahal itu, saya lupa betapa saya susah payah membawanya dan sungguh merepotkan hingga bisa saya pajang di salah satu sudut ruang rumah saya, saya tak lagi perduli...saya meneteskan airmata dan menarik nafas dalam-dalam sambil memangku anak semata wayang saya penuh cinta dan penyesalan, sebenarnya saya sedang mengatur nafas saya lalu meminta ma'af padanya karena sayalah dia celaka, namun sebelum saya mengucap kata ma'af justru dia yang meminta ma'af terlebih dahulu, saya tak bisa berkata apa-apa, saya hanya mengangguk dan memeluknya lebih erat sambil menangis. Ya Allah ampuni hamba_Mu, saya sudah khilaf saya lupa bahwa anak saya jauh lebih berharga daripada vas bunga.

Sayapun merenung...saya mengaku cinta pada anak, pikiran saya berkata bahwa anak adalah harta yang paling berharga, saya pernah mengatakan pada anak saya bahwa saya akan selalu ada untuknya dan tak ada yang mengalahkan cinta bundanya padanya, bahkan saya sangat marah jika ada yang menyakiti anak saya, pernah ayahnya sedikit membentaknya dan saya membalas marah-marah pada suami yang tak boleh saya lawan hanya karena saya tidak terima anak saya (anak kami) dibentak, tapi pada kenyataannya masih sangat sedikit upaya saya untuk menjaganya dari cedera, baik itu cedera yang nampak terlihat seperti kakinya yang berdarah tertusuk beling vas bunga, dan cedera yang tak terindra namun besar dampaknya di kelak kemudian hari, bahkan mungkin bisa terbawa sampai mati yaitu cedera hati...

Anak adalah anugra yang luar biasa, padanya kita berharap akan masa depan yang lebih baik. Tindakan saya jelas salah dan saya tetap merasa bersalah walau saya juga sudah meminta ma'af padanya, rasa bersalah itu tetap masih ada sampai saat saya mengetik huruf-demi huruf di laptop usang saya ini untuk mencurahkan perasaan sesal saya. Seharusnya sebagai Ibu saya memberikan keyakinan padanya bahwa dia sangat berharga, lebih berharga dari apapun, lebih berharga dari rumah, mobil, perhiasan, guci cantik, atau vas bunga dan benda lainnya. Jika anak menyadari keberhargaan dirinya, niscaya dia akan tumbuh percaya diri. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, konsep diri yang positif, semoga kelak anak-anak kita tergabung dalam barisan penyalamat umat, penyelamat bangsa, penyelamat peradaban, dan penyelamat kita diakhirat... Amin....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun