Mohon tunggu...
markusb
markusb Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesalahan yang Terlupakan

14 April 2010   01:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:48 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tanpa kita sadari banyak Kompasianers sering melakukan kesalahan penulisan yang kelihatannya sepele. Menulis memang bagus karena dengan menulis (di sini) kita tahu pendapat orang lain dari sudut pandang yang berbeda. Tapi apa susahnya memperbaiki struktur kata berimbuhan dengan benar? Memang tidak semua Kompasianers melakukan kesalahan ini.

Sejak kelas 4 SD saya sudah diajarkan mengenai penggunaan imbuhan awalan di- dan kata depan “di”.

Imbuhan awalan di- berfungsi jika dilanjutkan dengan kata kerja; seperti makan, buang, dan lihat; menjadi dimakan, dibuang, dan dilihat.

Banyak dari kita sering salah menulis kata dengan penggunaan awalan di-. Di mana letak kesalahannya? Kesalahannya terletak ketika (sadar atau tidak kita menulis) awalan di- dipisah dari kata kerjanya; seperti di makan, di buang, dan di lihat.

Tentu saja pemisahan awalan di- dari kata kerjanya adalah salah karena “di” yang bisa dipisahkan dari kata berikutnya adalah kata depan “di”. Contohnya: di sana, di rumah, di kandang.

Lain lagi ceritanya jika diakhiri dengan akhiran, misalnya: dirumahkan, dikandangkan. Jika kata tempat diapit oleh imbuhan awalan dan akhiran serta kata itu akhirnya membentuk kata yang menunjukkan tindakan, maka “dirumahkan” adalah betul dan “di rumahkan” adalah salah.

Kesimpulannya, awalan di- ditulis tidak terpisah dari kata kerja yang mengikutinya, dan kata depan “di” ditulis terpisah dari nama tempat yang mengikutinya.

Jika kita menulis dilihat secara terpisah menjadi di lihat, saya mau bertanya di mana sih lihat itu berada? Jikalau memang ada tempat bernama ‘lihat’ pun, kita telah melupakan hukum Bahasa Indonesia yang lainnya. Nama kota, negara, sungai, danau dsb (tempat-tempat geografis) haruslah diawali dengan huruf kapital.

Mungkin ada yang berpikiran bagaimana dengan awalan ke- dan kata depan “ke”? Saya berani jamin peraturannya sama seperti hukum awalan di- dan kata depan “di’.

Memang lain ladang lain belalang, lain orang lain gaya penulisan. Ada yang kaku, ada yang berupa laporan, ada yang santai, ada yang refleksi, dan lain sebagainya. Tapi bukankah Bahasa Indonesia yang kita gunakan di sini sama?

Sekadar bercerita, di kamar kecil sebuah kantor yang pernah saya kunjungi ada selembar kertas dipajang di dinding. Kertas itu berbunyi “Habis kencing jangan lupa di siram”. Lalu saya mengadu kepada pemilik kantor tersebut bahwa penulisan “di siram” itu salah. Hingga hari ini, aduan saya tidak pernah digubris. Apa susahnya sih peduli sedikit sama bahasa kita?

Dulu seingat saya di zaman Orde Baru (saya masih kecil saat itu), jarang ada penulisan yang salah. Jangankan dulu, sekarang di Malaysia dengan Bahasa Melayu-nya yang struktur penulisan awalan di- dan kata depan “di” sama dengan kita saja jarang ada yang salah. Kenapa? Di Singapura yang hanya 25% penduduknya masyarakat Melayu saja penggunaan di- dan “di” kebanyakan betul semua. Kenapa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun