Mohon tunggu...
Markus Lettang
Markus Lettang Mohon Tunggu... Pengacara - Asisten Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta

Fakultas Hukum Universitas Pamulang; Ario Basyirah And Patners Law Firm.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Urgensi Revisi Terhadap Ketentuan Restitusi Dalam UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

3 Juli 2024   21:36 Diperbarui: 4 Juli 2024   08:29 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam tulisan ini, penulis akan membandingkan ketentuan tentang restitusi korban tindak pidana Perdagangan Orang  dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) dengan Undang-undang No. 21 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Kemudian, penulis akan akhiri dengan seruan  bahwa demi perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang, negara harus mengambil alih kewajiban pemberian restitusi   kepada korban TPPO.

Secara yuridis, Pasal 1 ayat 1 UU PTPPO merumuskan bahwa:

"Peradangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Secara historis, Perdagangan  manusia (orang), yang saat ini dikenal di seluruh sistem hukum pidana di dunia sebagai perbudakan modern, memiliki sejarah panjang dan kelam dalam perjalanan sejarah umat manusia. Sejarah dunia mencatat pula bahwa objek peradangan orang pada mulanya adalah perempuan. Dalam konteks Yunani kuno, misalnya,  perempuan tidak memiliki harga/martabat sama sekali.

Perempuan dianggap sebagai objek  yang hanya memiliki martabak, bukan martabat. Itu sebabnya, perempuan dijadikan sebagai objek transaksi (jual beli) di pasar-pasar, tapi bukan Pasar Minggu Jaksel, tentunya......., yang selanjutnya dijadikan sebagai objek pelampiasan nafsu semata.

Adapun Korban Tindak Pidana perdagangan orang secara yuridis adalah orang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.

Sedangkan konsep restitusi menurut Pasal 1 ayat 13 UU PTPPO adalah:

Pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya."

Ketentuan tentang Restitusi diatur dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 50. Adapun restitusi dalam konteks ini merupakan ganti kerugian yang timbul dari 4 hal sebagai akibat perbuatan pidana pelaku tindak pidana perdagangan orang, yakni:

1.  Kehilangan kekayaan atau penghasilan;

2. Penderitaan;

3. Biaya medis, termasuk psikologis;

4. Kerugian lain sebagai akibat perdagangan orang.

Sebetulnya, restitusi ini merupakan paradigma sistem peradilan pidana modern. Hal mana yang dianggap sebagai korban adalah masyarakat, bukan institusi yang disebut negara. Oleh karena itu, dalam konteks ini, jika terjadi tindak pidana perdangangan orang terhadap masyarakat/individu (person to person), maka negara melalui pengadilan  menyatakan  dalam amar putusannya bahwa pelaku selain dihukum badan (penjara), diwajibkan pula untuk membayar kerugian   kepada korban TPPO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun