Mohon tunggu...
Markus Lettang
Markus Lettang Mohon Tunggu... Pengacara - Asisten Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta

Fakultas Hukum Universitas Pamulang; Ario Basyirah And Patners Law Firm.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Benarkah KUHP 2023 Dibentuk Berdasarkan Paham Dualisme?

18 Mei 2024   20:32 Diperbarui: 18 Mei 2024   21:30 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Markus Lettang dan seruput kopi 

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan Presiden dan/atau Wakil Presiden atau menjadikan Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Delik makar pada kutipan a quo menunjukkan secara jelas dan tegas pula bahwa konteks pasal a quo menetapkan pula aspek mental sebagai syarat utama terwujudnya tindak pidana (tindak pidana makar).

Adapun aspek psikis dalam pasal 476 dan Pasal 191 KUHP 2023 a quo adalah kata "maksud" yang dalam literatur Belanda disebut sebagai modalitas niat. ”Maksud” tersebut ditentukan sebagai syarat delik a quo (persyaratan mental elemen sebagai komponen tindak pidana a quo).

Kedua, Selain problematika formulasi delik dalam buku II, terdapat pula problematika lainya dalam buku I sebagaimana ketentuan Pasal 22 menyatakan bahwa:

“Keadaan pribadi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 atau pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat menghapus, mengurangi, atau memperberat pidananya.”

Lalu, Penjelasan otentik pasal 22 a quo sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan "keadaan pribadi" adalah keadaan dimana pelaku atau pembantu berumur lebih tua atau muda, memiliki jabatan tertentu, menjalani profesi tertentu, atau mengalami gangguan mental.”

Pertanyaan dalam konteks ini adalah, apakah perihal "keadaan pribadi" tersebut merupakan unsur objektif atau unsur subjektif? Jawaban atas pertanyaan ini sangat penting karena berkaitan dengan syarat untuk menentukan ada atau tidaknya tindak pidana dan ada atau tidaknya pertanggungjawaban pidana, terutama tatkala masuk pada delik kualitas yang dilakukan secara turut serta (medeplegen).

Mendasarkan pada ketentuan Pasal 22 beserta penjelasan otentiknya, jelas dan terang bahwa konten (komponen) keadaan pribadi itu meliputi dua hal, yaitu hal yang bersifat psikis/mental dan yang bersifat objektif. Jadi, rezim KUHP 2023 mencampuradukan subjektif elemen dan objektif elemen.

Mengacu pada konsep tindak pidana dalam pasal 12 di atas, maka semestinya KUHP 2023 mengelompokan subjektif elemen ke dalam ”keadaan pribadi” dan memberikan sebutan lain untuk komponen objektifnya. Sebutan lain dalam konteks ini misalnya ”kualitas pribadi atau kapasitas pribadi. Jadi, keadaan pribadi itu komponennya limitatif beraspek psikis, dan kualitas pribadi atau kapasitas pribadi itu limitatif beraspek objektif.

Pengelompokan dan pembedaan antara keadaan pribadi dan kualitas pribadi di atas sesuai dengan pendapat Prof. Simons pada saat diskursus unsur penyertaan dalam hukum pidana Belanda (WvS). Hal mana Prof. Simons membedakan keadaan pribadi sebagai ”persoonlijke omstandigheden” (unsur subjektif) dan "persoonlijke bestandel" (unsur objektif). (mengenai ini dapat dibaca lebih lanjut dalam tulisan penulis berjudul: Rakyat Dituntut Menghormati Hukum Pada Saat Yang Sama Pemimpin Memperkosanya, Adakah Pemberatan Pidana?).

Tujuan Penulis membedakan keadaan pribadi dan kualitas atau kapasitas pribadi atas konten Pasal 12 KUHP 2023 tersebut adalah konsistensi konsep tindak pidana dalam Pasal 12 KUHP 2023.

Selain karena aspek konsep tindak pidana, perbedaan a quo bertujuan pula agar ada pakam normatifnya sehingga tidak terjadi perdebatan dalam ranah teori yang berdampak pada ketidakpastian hukum sebagaimana yang pernah dialami oleh Prof. Simons dan Prof. Pompe tatkala berbicara tentang penyertaan tindak pidana berdasarkan KUHP/WvS di Negeri Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun