Mohon tunggu...
Markus Lettang
Markus Lettang Mohon Tunggu... Pengacara - Asisten Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta

Fakultas Hukum Universitas Pamulang; Ario Basyirah And Patners Law Firm.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketidakjelasan Formulasi Ketentuan Penyertaan Tindak Pidana Dalam KUHP 2023

16 Mei 2024   21:17 Diperbarui: 17 Mei 2024   01:25 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lex Certa merupakan prinsip pokok yang dipegang teguh dalam hukum pidana. Oleh karena itu, dalam konteks formulasi undang-undang pidana, pembuat undang-undang (legislatif) harus merumuskan komponen-komponen tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana secara jelas (tidak ambigu).

Memperhatikan ketentuan Pasal 20 KUHP No 1 Tahun 2023, rezim uu a quo menentukan komponen pidana secara ambigu. Hal mana Pasal 20 UU a quo diberi judul "Penyertaan" (penyertaan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah deelneming, yang berarti pelaku delik lebih dari satu orang). Namun, pembuat uu a quo memasukan pula subjek delik yang secara sendiri (seorang diri) melakukan tindak pidana sebagai materi atau konten "penyertaan" a quo. Ketentuan a quo lengkapnya sebagai berikut:

"Penyertaan


Pasal 20

 Setiap Orang dipidana sebagai pelaku Tindak Pidana jika:
a. melakukan sendiri Tindak Pidana;

b. melakukan Tindak Pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan;
c. turut serta melakukan Tindak Pidana; atau
d. menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana dengan cara memberi atau menjanjikan."

Padahal, kalimat "melakukan sendiri tindak pidana" dalam Pasal 20 huruf  (a) di atas sebetulnya berada di luar ruang lingkup konsep "penyertaan," atau kalimat "melakukan sendiri tindak pidana" di atas tidak diliputi oleh konsep penyertaan (delneming).

Dalam pada itu, timbul pertanyaan dalam konteks ini, sebetulnya pasal a quo hendak membicarakan kualifikasi pelaku tindak pidana atau kualifikasi penyertaan tindak pidana?  Formulasi ketentuan tersebut sangat ambigu dan karena itu bertentangan dengan prinsip kejelasan dalam hukum pidana.

Untuk memenuhi prinsip kejelasan dalam hukum pidana, semestinya rezim KUHP 2023 membuat judul khusus tentang "kualifikasi pelaku tindak pidana, dan "penyertaan atau deelneming sebagai judul lainya." Tegasnya, judul tentang kualifikasi "pelaku tindak pidana" dan judul tentang kualifikasi "penyertaan" harusnya dipisah (displit).

Misalnya: Pertama, untuk  kualifikasi pelaku tindak pidana, maka judulnya adalah "Bentuk-bentuk Pelaku Tindak Pidana. Selanjutnya, konten pada konteks ini adalah "dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika:

1. Melakukan sendiri tindak pidana; dan

2. Penyertaan (deelneming).

Kedua, "Penyertaan" dalam angka 2 di atas selanjutnya diletakan sebagai judul yang kontennya tentang "bentuk-bentuk penyertaan sebagaimana dalam Pasal 55 dan 56 KUHP eksisting. Dalam konteks ini, kualifikasi "penyertaan (delneming)" adalah menyuruh melakukan tindak pidana (middelijke daders), menggerakan orang lain melakukan tindak pidana (uitLokker), turut serta melakukan tindak pidana (mededaders/medepleger), dan membantu melakukan tindak pidana (medeplichtige). 

Displit dalam konteks ini bertujuan memper jelas   dan mempertegas bahwa pelaku tindak pidana itu dapat sebagai apa yang oleh Prof. Somons sebut " allen daders" seorang diri mewujudkan suatu tindak pidana maupun dalam bentuk penyertaan (deelneming).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun