Mohon tunggu...
Marko Mathin
Marko Mathin Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Larangan Mudik 2021 Sudut Pandang Netizen

21 Juni 2021   00:46 Diperbarui: 21 Juni 2021   01:06 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga  dengan orang tua. 

Transportasi yang digunakan antara lain: pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus, dan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, bahkan truk dapat digunakan untuk mudik. Tradisi mudik muncul pada beberapa negara berkembang dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti Indonesia dan Bangladesh. 

Kata mudik berasal dari kata "udik" yang artinya selatan/hulu. Pada zaman dahulu sebelum di Jakarta terjadi urbanisasi besar-besaran, masih banyak wilayah yang bernama akhir udik atau ilir (utara atau hilir) dan kebanyakan akhiran itu diganti dengan kata Melayu selatan atau utara. Contohnya seperti Meruya Udik, Meruya Ilir, Sukabumi Udik, Sukabumi Ilir, dan sebagainya. 

Minggu lalu, pemerintah secara resmi melarang mudik Lebaran 2021 karena Indonesia belum terbebas dari pandemi COVID-19. Mudik Lebaran merupakan suatu tradisi untuk berkumpul lagi bersama keluarga dalama suasana perayaan hari raya Iedul Fitri atau orang biasanya menyebutnya Lebaran. 

Orang-orang rela antre, berdesak-desakan serta macet panjang demi bisa melaksanakan tradisi pulang ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga saat lebaran.

Fenomena mudik lebaran di Indonesia memang unik dan jarang ditemukan di negara lain. Sekitar satu minggu sebelum lebaran, para perantau berbondong-bondong meninggalkan ibukota dan kembali ke kampung halaman. 

Mudik secara khusus memang ditujukan untuk momentum pulang kampung saat lebaran saja. Sedangkan pulang kampung yang dilakukan pada hari biasa, tidak mendapat sebutan mudik Pemerintah bahkan telah menegaskan bahwa larangan mudik ini sudah final dan ini telah ditindaklanjuti dengan penerbitan sebuah Peraturan Menteri Perhubungan  sebagai upaya untuk mengatur pergerakan masyarakat pada masa Lebaran.Meningkatnya mobilitas penduduk  kekhawatiran akan meningkatnya mobilitas atau pergerakan penduduk yang bisa berdampak pada meningkatnya jumlah kasus aktif. 

Berdasarkan data yang diketahui saat ini, ada keterkaitan antara mobilitas dan peningkatan kasus pada 3 provinsi selama 4 bulan terakhir, yaitu pada periode 1 Januari -12 April 2021. 

Ketiga provinsi yang dimaksudkan adalah Provinsi Riau dengan mobilitas penduduk sebesar 7 persen meningkatkan kasus aktif mingguan sebesar 71 persen. Kedua Provinsi Jambi, di mana penduduk mengalami kenaikan mobilitas sebesar 23 persen yang diiringi kenaikan kasus aktif mingguan 14 persen. 

Sedangkan, untuk wilayah Provinsi Lampung mengalami kenaikan mobilitas penduduk sekitas 33 persen dan diiringi kenaikan jumlah kasus aktif mingguan sebesar 14 persen. "Ketiga provinsi ini menunjukkan tren peningkatan mobilitas penduduk ke pusat perbelanjaan, yang beriringan dengan tren peningkatan jumlah kasus aktif," kata Wiku melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), mudik memang menjadi sarana untuk melepas rindu terhadap keluarga dan kampung halaman. 

Namun, di tengah situasi pandemi yang masih belum usai dan justru meningkat di beberapa wilayah saat ini, akan meningkatkan risiko yang amat besar baik untuk diri sendiri maupun keluarga yang dikunjungi. 

"Lansia mendominasi korban jiwa akibat Covid-19, yaitu sebesar 48 persen. Untuk itu, pemerintah meminta masyarakat urung mudik untuk menjaga diri sendiri dan keluarga kampung halaman dari tertular Covid-19," jelasnya.  Mudik meningkatkan risiko kasus kematian, keputusanlarangan mudik ini diambil pemerintah demi mencegah lonjakan kasus Covid-19.

Hal ini perlu dilakukan karena lonjakan kasus kerap terjadi akibat beberapa kali momentum libur panjang, dan jika angka kasus kembali naik, maka jelas akan berdampak langsung terhadap sisa tempat tidur di rumah sakit untuk merawat pasien terinfeksi yang membutuhkan. "Dan yang paling kita takutkan tentunya adalah naiknya angka kematian," Perjalanan atau mobilitas saat mudik berpotensi sarana penularan infeksi Covid-19 sejumlah masyarakat yang tetap mudik dengan alasan sudah melakukan tes skrining sebelum pulang. 

Namun, masyarakat yang sudah memiliki surat hasil tes negatif sekalipun, tidak berarti terbebas dari Covid-19. Sebab, peluang tertular masih ada  Penularan virus tidak mengenal batas teritorial Seperti yang disampaikan sebelumnya, perjalanan saat mudik berisiko menjadi sarana penularan infeksi Covid-19penularan virus Covid-19 ini tidak mengenal batasan teritorial atau wilayah. Artinya ancaman penularan infeksi bisa terjadi di manapun dan kapan pun, terhadap siapa pun, baik seluruh daerah di dalam negeri dari sabang sampai Merauke.

Walaupun penjelasan tentang laranganan mudik sudah jelas namun masih ada Sebagian warga yang kontra akan hal ini, seperti warganet yang menolak larangan mudik Akun @FitrianaWahyu mengatakan, bakal nekat mudik pada Lebaran 2021. "Pemerintah larang mudik lebaran, Tp aku tetep bakal mudik," cuitnya dikutip, Jumat (26/3/2021)

Akun @sidicksetio mempertanyakan larangan mudik yang sejatinya akan membuat dirinya dua kali Lebaran tidak mudik ke kampung halaman. "Kalo sudah turun masak iya mudik dilarang ? 2x lebaran lho pak ndak pulang, mau dibiarin jadi bang toyib?" keluhnya.@ubedasy sedih melihat masih banyak orang tidak peduli di tengah peraturan pemerintah tentang larangan mudik. "Berarti 2x lebaran gak pulang kampung nih..!? Kadang sedih...sedihnya itu..orang lain cuek saja dan tetap pada ngeyel mudik" ungkapnya Akun @FNurhuda28 menilai masyarakat sudah pusing melihat peraturan pemerintah yang hanya sepihak. "Mana bisa masyarakat dilarang2 begitu lg. Udah jadi budaya kita juga buat mudik pas lebaran. Cukup kemarin aja larang2nya, karena masyarakat udah terlalu stres sama peraturan pemerintah yang cuma sepihak. Katanya boleh mudik , kog sekarang teks dramanya terbalik..? Berarti Ucapan Pemerintah hanya ucapannya aja. Cuti Lebaran Masih Berlaku, Tapi Masyarakat Tetap Dilarang Mudik! cc: @jokowi @kemenhub151 @BudiKaryaS," ujarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun